Share

Cinta Untuk Si Ayam Kampus
Cinta Untuk Si Ayam Kampus
Penulis: Choki Si Kopi

Kupu-Kupu Dan Dunia Malam

Hitam dan putih. Tinggi dan rendah. Suci dan kotor. Halal dan haram. Adalah keberagaman yang ada di kehidupan manusia di muka bumi Tuhan. Bukan berbeda. Tapi beragam. Bukan perkara benar, jelek dan salah. Tapi, takdir Tuhan yang sudah menentukan ke arah mana para makhluk ciptaan-Nya akan menengadah. Manusia adalah wayang yang harus selalu siap dipentaskan oleh Sang Dalang yang telah menyiapkan skenario-Nya secara diam-diam. Siapa yang akan tahu, kita akan terjerumus ke dalam jurang dosa dan berbuat kesalahan?

Flora Putri Darmawan. Adalah satu dari milyaran manusia di muka bumi Tuhan, yang pada akhirnya harus terdampar di sebuah tempat yang entah ini keinginan hatinya, atau hanya karena kata ‘terpaksa’ yang mendorongnya untuk masuk ke dalam dunia penuh dengan hinaan, gemerlapnya lampu-lampu diskotik malam, penuh dengan ingar bingarnya kehidupan, serta minuman keras yang tentunya selalu sukses menghilangkan akal sehat setiap insan. Dan, di sinilah Flora atau Flo, menjadi ‘kupu-kupu’ untuk para hidung belang yang sedang haus dan lapar akan belaian.

“Flo, ada yang mau ketemu sama lo, tuh!” Ucap seorang gadis bernada tinggi,. Ia terlihat masih sangat muda untuk dipanggil ‘tante’, tapi gaya berpakaiannya dan dandanannya sudah melebihi kapasitas usianya. Lipstick berwarna merah, serta seluruh alat make-up yang pastinya ia gunakan semuanya untuk memoles wajahnya agar terlihat mencolok dan tentunya berwarna di dunianya yang gelap, sarat akan hitamnya akal manusia, yang dipenuhi dengan hawa nafsu belaka. Wanita muda itu tengah berdiri di dekat meja bar, tempat berbagai macam minuman.

“Siapa?!” Tanya Flo dengan nada lebih tinggi. Ia yang sedang duduk di sofa di pojokan club dengan segelas minuman keras yang ia teguk sekali lagi. Kedua matanya mengerjap-ngerjap, menikmati rasa yang sangat khas dari minuman keras yang sudah masuk dan melewati kerongkongannya.

“Sini!” Ajak gadis yang terlihat lebih muda dari Flo. Namanya, Karin.

Suara musik yang sedang dimainkan oleh Disc Jockey alias DJ., membuat suasana di club kala itu, semakin lama, semakin heboh. Penuh dengan riuh rendah teriakan para pengunjung bar yang semakin meliuk-liukan tubuh mereka, dan seskali menghentakan tangan mereka ke udara, mengikuti alunan musik yang dimainkan oleh DJ.

“Hahhah.” Flo malah tertawa, dan berdiri, hendak menghampiri Karin yang sedang tersenyum kepadanya.

“Laki-laki yang mana, maksud lo, Rin?” Tanya Flo, ketika berdirinya sudah dekat, persis di samping Karin.

Karin meneguk sedikit minumannya, lalu menunjuk ke salah satu laki-laki yang mengenakan kemeja, celana hitam, dan sepatu hitam yang kelihatannya sangat mahal. Tak lupa, wajahnya yang cukup terbilang tampan, menambah kesan keren untuk dirinya.

“Dia mau lo ke sana, Flo. Nemenin dia.” Bisik Karin di dekat telinga Flo. Dan, memang lelaki yang Karin maksud, sedari tadi sudah memperhatikan mereka berdua tanpa berkedip sekalipun. Mungkinkah laki-laki itu sedang terpesona dengan wajah Flo yang memang paling cantik, dengan postur tubuhnya yang lebih ‘pas’ dari teman-temannya yang lain. Termasuk dari Karin yang jelas-jelas terlihat lebih kecil dari Flo.

“Hahah, gue mau dibayar berapa ama dia, Rin?” Tanya Flo dengan santainya tanpa berbisik. Flo dan laki-laki itu masih adu pandangan mata. Sesekali, laki-laki itu mengedipkan satu matanya. Genit. Dan, Flo hanya tersenyum, dengan pandangannya yang terus mengarah ke laki-laki yang terlihat sangat menginginkannya.

“Hmmm, kalau dilihat dari pakaiannya sih, kayaknya dia orang kaya deh,” jelas Karin agak ragu.

“Yakin?” Tanya Flo, minta diyakinkan.

“Tau, ah! Emangnya gue peramal apa, hah? Ya, mana tau lah, gue, isi dompetnya ada berapa lembar merahnya?” Ketus Karin yang sudah mulai kesal.

“Hahaha, oke. Gue ke sana dulu, ya.” Ucap Flo, lalu mulai berjalan, menghampiri laki-laki muda dan tampan yang sedari tadi sudah main mata dengannya. Flo mulai melenggak-lenggokkan tubuhnya ketika berjalan. Apalagi gaun yang ia kenakan sangat mengekspos dirinya. Menjadikannya terlihat lebih menggoda, dengan belahan dada yang terlihat sangat jelas.

“Selamat bersenang-senang, Flo!” Teriak Karin penuh semangat.

Flo hanya mengangkat satu tangannya, melambaikan tangan, sambil membelakangi Karin.

“Hai,” Flo menyapa dengan lembut.

“Hai, boleh kenalan dulu?” Tanya laki-laki itu yang tidak henti-hentinya tersenyum kepada Flo.

“Aku boleh duduk?” Tanya Flo dengan suara yang ia buat semakin lembut.

Laki-laki itu mengangguk, dan mengajak Flo duduk di dekatnya. Bahkan, dengan beraninya ia menepuk-nepuk pahanya, sebagai isyarat agar Flo mau dipangku dengannya. Flo malah tersenyum, dan memilih untuk duduk di sampingnya saja. Tidak terlalu dekat.

‘Ya, mudah-mudahan aja, ini cowok bukan cuman ganteng, tapi tajir, melintir. Dari wajahnya sih oke lah, tapi, gue nggak tau deh, kalau soal money nya.’ Hati Flo menggumam, sementara diam-diam kedua matanya memperhatikan tampilan laki-laki yang sedang menggodanya, dari ujung kaki, sampai ujung kepala.

“Aku Dika. Kamu?” Tanya laki-laki itu yang kini Flo tahu bernama Dika. Dika memberikan tangan kanannya untuk dijabat oleh  Flo. Dan, dengan senang hati, Flo menjabat tangan Dika.

“Flo.” Balas Flo dengan singkat. Flo mulai merasakan kalau telapak tangannya sedang dipegang sangat erat. Bahkan, ia merasakan kelima jarinya sedang direngkuh semakin kencang. Flo tersenyum kaku, namun sepertinya Dika tidak memahami arti senyuman kakunya, yang sejatinya menandakan ketidaknyamanan Flo.

“Heheh, bisa lepasin, nggak?” Tanya Flo dengan senyuman kakunya.

“Oh, ya! Sorry.” Dika langsung melepaskan genggaman tangannya. Kemudian, meneguk minumannya. “Udah lama ya, ada di sini?” Tanya Dika setelah ia meneguk minumannya.

“Aku baru lima bulan sih, di sini.” Jawab Flo dengan santainya.

“Wah, berarti udah lancar ya, mainnya?” Tanya Dika lebih lanjut lagi. Tangan nakalnya mulai menjelajahi paha Flo yang terlihat sangat bening, mulus, tanpa cela. Flo hanya diam saja, ketika dirinya diperlakukan seperti itu.

“Hahah, nggak usah ditanya deh, kalau soal itu,” jelas Flo dengan entengnya.

“Oh, hahaha. Jago dong, berarti?” Tatapan Dika mulai intens, menatap wajah Flo. Seolah ada sesuatu dari wajah Flo yang sedang sangat diinginkan oleh Dika. Sejurus kemudian, Dika mulai menggeser posisi duduknya, mulai mendekati Flo, hingga tidak ada jarak di antara mereka berdua. Tangannya yang satu lagi mulai merangkul bahu Flo.

“Mau yang kayak gimana?” Flo mulai main mata dengan Dika. Bibirnya terus menyunggingkan senyuman manis miliknya.

“Hahahahaha, kamu makin buat aku jadi nggak tahan nih,” seketika tangan Dika mulai mencubit pelan pipi mulus milik Flo. Sementara Flo semakin membiarkan tubuhnya menjadi alat main Dika.

“Nggak tahan gimana maksudnya?” Tanya Flo yang semakin membuat Dika mengamuk di dalam hatinya.

“Kamu tuh pintar banget sih ngomongnya,” Dika mulai mengusap-usap pipi Flo, dan Flo mulai bertingkah seolah ia sedang menikmati sentuhan laki-laki tampan yang bernama Dika.

“Mainnya juga sama pintarnya, kok.” Sahut Flo yang semakin membuat Dika mabuk kepayang.

“Biasanya kamu dapat berapa lembar merah kalau main?” Tanya Dika yang semakin sudah dikendalikan oleh nafsunya.

“Hmmm, berapa, ya?” Flo tersenyum, seraya menatap Dika dalam-dalam. Kemudian, tubuhnya ia hadapkan ke tubuh Dika. Sehingga posisi mereka kini saling berhadap-hadapan. Sengaja Flo membusungkan dadanya, agar mendekat ke dada bidang Dika.

“Kalau aku minta sepuluh juta aja, boleh?” Tanya Flo, seraya tangan kanannya mulai meraba-raba dada bidang milik Dika. Meraba-raba sampai ke perut Dika yang dirasa Flo sangat keras, seolah tanpa lemak. Dan, mulai terbayang di benak Flo, pastilah Dika memiliki tubuh yang atletis. “Sampai pagi,” bisik Flo di depan wajah Dika. Membuat Dika semakin susah menelan salivanya, dan mengatur debaran jantungnya yang semakin tidak seirama dengan alunan nafasnya.

Dan, tentu saja bukan tanpa alasan Flo melakukan ini semua. Sama seperti orang-orang yang bekerja dari pagi sampai pagi lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status