Home / Romansa / Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih) / 4. Dinding yang Semakin Menjulang Tinggi

Share

4. Dinding yang Semakin Menjulang Tinggi

Author: Zee Zee
last update Last Updated: 2022-08-21 22:03:38

"Maaf, Sofia, sepertinya aku harus berhenti berjuang."

Ucapan Rayyan seperti sembilu yang mengoyak luka yang sudah menganga. Begitu perih dan sakit yang dia rasakan.

Sofia tak mengerti jalan pikiran Rayyan. Dia sudah berjuang di hadapan ayahnya. Namun, pada kenyataannya, Rayyan menyerah pada takdir.

"Maksud kamu apa, Ray?" tanya Sofia dengan linangan air mata yang tak mampu lagi dia tahan.

"Mungkin kita harus berhenti sampai di sini, Sofia. Tak baik rasanya menentang restu," lirih Rayyan.

Sofia menutup mulutnya berusaha agar suara tangisnya tak terdengar. Hatinya menjerit dan ingin sekali meratapi takdir yang sedang mengintai mereka.

Kenapa begitu sulit untuk mempertahankan cinta ini? Sofia merasa berjuang sendirian. Lalu, apa artinya jika yang diperjuangkan justru mengibarkan bendera perdamaian?

"Rayyan, aku sudah berusaha memperjuangkannya di hadapan ayah. Barusan ayah memintamu untuk datang menemuinya. T-tapi, kamu malah ....."

Sofia tak sanggup lagi untuk melanjutkan kalimatnya. Rasanya begitu sakit.

"Maafkan aku, Sofia. Mungkin kita memang tak pernah ditakdirkan untuk bersama. Aku sangat mencintaimu, tapi aku tidak ingin kamu menentang ayahmu."

Tubuhnya meluruh ke lantai. Dentuman dan rasa sakit dari dalam dada menyatu. Begitu sakit kenyataan yang dihadapinya kini.

Sekuat tenaga Sofia menggigit bibir bawahnya agar suaranya tak terdengar. Tangannya mengepal begitu kuat. Dia tidak sama sekali menyangka akan begini jadinya.

"Tapi, ayah sudah memberikan kita kesempatan Rayyan. Kamu tidak menghargai perjuanganku!" tudingnya.

"Aku sangat menghargai perjuanganmu, Sofia. Tapi, meskipun aku sudah menghadapi ayahmu, kenyataannya kita tidak bisa melawan takdir ini. Kita harus ikhlas, Sofia."

"Kamu jahat! Kamu tidak benar-benar mencintaiku," ucap Sofia frustrasi.

"Mengertilah, Sofia."

Sofia membanting ponselnya dengan keras. Tak dia pedulikan bagaimana hancurnya benda pipih itu. Bagi Sofia, hatinya jauh lebih hancur saat ini.

Sofia meraung dalam kesendirian. Tak dia pedulikan lagi apakah suaranya terdengar atau tidak. Dia begitu lemah, tak sanggup untuk menanggungnya sendiri.

Sedangkan di tempat berbeda, Rayyan pun sama hancurnya dengan Sofia. Hanya saja dia berusaha agar terdengar biasa saja.

Cinta yang selama ini dia rawat dengan baik harus berujung pilu. Dia harus mengikhlaskan kekasihnya untuk saudaranya Rayhan.

"Sofia, kamu kenapa, Dek?" tanya Mbak Sarah.

Sofia mengangkat wajahnya lalu memeluk erat tubuh wanita yang sudah seperti saudara kandungnya sendiri.

Sofia menangis sejadi-jadinya di dalam pelukan Mbak Sarah. Tangan lembutnya mengelus kepala adik iparnya dengan sayang.

"Menangislah, Dek. Jangan dipendam sendiri."

"Rasanya sakit, Mbak," ucap Sofia dalam tangisnya.

Mbak Sarah mengangguk. Dia tahu betul bagaimana rasanya jika di posisi pelik seperti ini.

Namun, biar bagaimana pun jika ini sudah takdirnya, manusia bisa apa selain ikhlas?

Bundanya hanya mampu memandangi putrinya dari kejauhan. Sakit rasanya melihat putrinya yang begitu dia sayangi terluka.

*

"Bagaimana, Sofia? Apa Rayyan bersedia?" tanya Ustaz Azzam saat mereka tengah berdua.

Sofia terdiam. Bagaimana dia bisa menjawab pertanyaan ayahnya sedangkan sudah dua hari ini Rayyan tak membalas pesan bahkan menjawab panggilan telponnya.

"Rayyan menyerah, Ayah."

"Kenapa?" Dahi Ustaz Azzam mengerut meskipun dia sudah tahu jawabannya.

"Dia tidak ingin Sofia durhaka pada ayah."

Ustaz Azzam mengangguk-angguk tanda mengerti. Di dalam hatinya dia memuji keputusan Rayyan, tapi dia mengerti bahwa keduanya terluka.

Andai Rayyan berani menemuinya, Ustaz Azzam bisa saja meminta sahabatnya untuk mengganti posisi Rayhan untuk Rayyan.

"Ya sudah, berarti kita lanjut ke tahap selanjutnya. Ayah tunggu proposal ta'arufmu sembari menunggu proposal ta'aruf dari Rayhan juga."

"Baik, Ayah."

Hanya itu yang bisa Sofia lakukan saat ini. Menerima jalan takdir ini meskipun hati tak ingin.

*

Sofia telah selesai mengirim proposal ta'arufnya melalui e-mail. Hatinya sangat tidak bersemangat. Namun, bayangan permintaan ayahnya terus terngiang membuatnya berusaha untuk belajar menerima.

"Kamu pasti bisa, Sayang," ucap Bunda Halimah dengan lembut.

"Insya Allah, Bunda."

Wajahnya memang bisa menyunggingkan senyum, tapi tidak dengan hatinya.

Nyatanya Sofia tidak bisa begitu mudah mengobati hatinya yang masih terluka.

*

Dua hari berselang, proposal ta'aruf dari pihak calonnya masuk melalui pesan e-mail. Membaca setiap data dirinya membuat Sofia merasa mengenal sosok itu. Meskipun keduanya tidak memasang foto pribadi dengan alasan lebih baik bertemu langsung. Namun, Sofia merasa mengenal sosok yang menjadi pilihan ayahnya.

Matanya terus memindai setiap data diri calonnya. Tanggal, bulan bahkan tahun begitu mirip dengan Rayyan. Bahkan pondok pesantren pun juga sama. Tempat di mana mereka menimbah ilmu.

Sofia rasanya tak sabar ingin segera bertemu sosok itu. Dia begitu penasaran siapa dia.

"Sofia, minggu depan, kalian akan dipertemukan untuk pertama kalinya. Kamu boleh mengajukan pertanyaan untuknya.

"Baik, Ayah."

*

Sudah hampir dua pekan Sofia masih dengan setia menunggu balasan pesan dari Rayyan. Namun, selama itu pula juga Rayyan menghilang bak ditelan bumi.

Tak hentinya Sofia bermunajat, merayu kepada Sang Pemilik hati agar cinta mereka bisa bersatu. Sofia yakin bahwa Rayyan lah takdir yang sesungguhnya.

"Kamu ke mana? Kenapa kamu justru menghilang," gumam Sofia.

"Harusnya kita berjuang bersama. Kenapa malah kamu memintaku untuk menyerah?"

Air mata itu kembali terjatuh. Ingin rasanya Sofia menangis sejadi-jadinya. Meratapi takdir yang justru tak berpihak padanya.

Sofia terus menangis hingga tak terasa matanya semakin memberat. Sofia tertidur setelah menghabiskan begitu banyak air mata.

*

Hari telah tiba, Sofia bersiap untuk menemui sosok yang menjadi pilihan ayahnya. Jantungnya berdegub sangat kencang begitu melihat dari kejauhan Ustaz Luthfi duduk bersama sosok lelaki.

Sofia tidak bisa menebak siapa sosok itu karena posisi laki-laki itu membelakangi pintu masuk. Tentu saja itu membuat Sofia semakin penasaran dibuatnya.

Semakin dekat, semakin kuat pula jantung itu berdetak. Ustaz Luthfi akhirnya menyadari kehadiran mereka. Begitu tatapan keduanya bertemu, tampak rasa terkejut yang luar biasa.

"Sofia?"

"Rayyan?"

Ucap mereka bersamaan. Senyum yang tadi sempat mengembang dari wajah Rayhan perlahan memudar begitu Sofia menyebut nama sosok yang lain.

Ustaz Luthfi mempersilahkan mereka duduk. Jantung mereka semakin berpacu. Rayhan masih tidak menyangka jika yang menjadi pilihan ayahnya adalah wanita yang selama ini dia cari.

Sofia masih belum mengerti. Jika Rayyan adalah lelaki pilihan Ayahnya, mengapa dia menghindar dan tega membuatnya menangis dan terluka begitu dalam?

"Maaf menunggu lama."

"Tidak apa-apa, Mas. Kami baru juga sampai."

Rayhan tak henti mencuri-curi pandang pada Sofia. Sedangkan Sofia masih diliputi banyak pertanyaan tentang perjodohan ini. Apakah Rayyan sengaja untuk memberinya kejutan? Tapi, di proposal mengapa justru nama berbeda?

"Sofia, ini dia calon suamimu. Rayhan. Putra sulung Ustaz Lutfi. Dan Rayhan, ini dia putri kami yang insya Allah akan menjadi istrimu kenal. Sofia."

Sofia perlahan mengangkat wajahnya. Dipandangi lekat wajah sosok yang ada di hadapannya kini.

Dalam hati Sofia terus mencari letak perbedaannya, namun, Sofia belum menemukannya. Sofia terus bertanya kemiripan keduanya.

"Ayah, bukankah dia Rayyan?" tanya Sofia.

Ustaz Luthfi tersenyum. "Dia saudara kembar Rayyan."

Sofia menutup mulutnya karena tak percaya dengan kenyataan yang ada.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   120. Akhir yang bahagia

    "Alhamdulillah ya, Allah," pekik Azizah saat dua garis merah tampak di depan matanya. Tubuhnya langsung bersujud dan terus menyebut asma' Allah. Air matanya luruh. Azizah terisak di dalam sujudnya. Penantiannya selama ini terjawab. Allah masih memberinya kepercayaan untuk dititipkan amanah. "Mas Rayyan harus tahu."Azizah bergegas keluar dari kamar. Langkahnya dipercepat. Air mata tak berhenti mengalir dari mata indahnya. Beberapa santriwati yang kebetulan lewat di sana sedikit heran dengan sikap Ustazahnya kali ini. "Mas, lihat Mas Rayyan?"Rayhan yang baru saja selesai mengajar di kelas berhenti sejenak."Sepertinya masih di kantor. Kenapa, Zah?""Aku harus bertemu dengan dia, Mas.""Ada yang mencoba menyakitimu? Bilang sama Mas."Azizah menggeleng. Rayhan tak mengerti karena melihat mata Azizah yang terus mengkristal. "Aku ingin memberi dia kejutan.""Ya sudah, kamu tunggu dia di rumah, biar Mas yang panggilkan dia ya?" bujuk Rayhan.Azizah mengangguk antusias. Dia kemudian b

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   119.Jodoh dari Allah

    "Menghadiri undangan itu wajib selama tidak ada halangan syar'i, Dek.""Tapi, Mas ....""Kamu tenang saja. Atau kamu juga mau ikut?"Sofia terdiam. Dia merasa ragu. Namun, atas penjelasan Rayhan akhirnya dia memilih ikut. Sepanjang jalan Sofia memilih diam. Farhan terus berusaha mencairkan suasana dengan bermain bersama Fatih. Perjalanan tiga puluh menit mereka tempuh hingga tampak terlihat janur kuning melengkung. Farhan turun, menyusul Rayhan dan keluarga kecilnya. Mereka memasuki ruangan. Rupanya keluarga calon mempelai pria belum tiba. "Belum tiba, Han.""Biar saja. Kita di sini menunggu."Tiba-tiba datang sosok yang mereka kenal. Ustaz Afwan."Assalamu'alaikum, Rayhan, Farhan."Keduanya mendekat dan mencium punggung tangan gurunya yang sangat mereka hormati. Ustaz Afwan tersenyum lebar dan memeluk satu per satu muridnya. Rasa rindu bertahun-tahun akhirnya terobati. "Apa kabar, Ustaz?""Alhamdulillah, baik. Kalian bagaimana?""Alhamdulillah, Ustaz."Matanya beralih pada dua

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   118. Pertemuan

    Humairah menutup pintu kamarnya. Pertemuan hari ini begitu mengejutkan. Bagaimana tidak, orang yang tak sengaja dia temui di mesjid setelah dipatahkan oleh keadaan adalah sosok laki-laki yang sudah lama dijodohkan oleh kedua orangtuanya. Dia tidak memungkiri bahwa sikapnya persis dengan sikap Rayhan. Dia mampu memberikan kesejukan saat hatinya rapuh. Bahkan patah. "Ya, Allah, apakah dia jodohku?"Humairah berjalan ke sisian ranjang kemudian mendudukkan dirinya. Disentuhnya dada kiri yang sejak tadi tiba bisa ditahan untuk tidak mengeluarkan detaknya yang tak berirama. Humairah tersenyum tipis. Melihat tatapan teduh dari Hadid membuatnya merasa nyaman. "Astaghfirullah."Humairah buru-buru berdoa agar dijaga hatinya. Suara pintu diketuk. Rupanya ada Umi Hilda. "Sibuk, Nak?""Tidak, Umi."Umi Hilda tersenyum dan duduk di sebelah putrinya. "Bagaimana pendapatmu tentang Hadid?"Humairah menunduk dalam. Kedua jari telunjuknya memilin ujung jilbabnya. "Apa kamu setuju?""Insya Allah,

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   117. Dijodohkan

    "Kamu di mana, Nak? Abi ingin bicara penting.""Lagi di mesjid, Bi. Humairah segera ke sana."Humairah menyeka air matanya setelah panggilan terputus. Baru saja ingin mengucapkan terima kasih, sosok laki-laki yang berdiri di sampingnya menghilang. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan mencari sosok tadi untuk mengembalikan sisa tisu yang dipakainya, namun orangnya tak kunjung ada. Jarum jam menunjukkan jam dua siang. Humairah memutuskan untuk meninggalkan area mesjid untuk menemui orang tuanya. "Ya Allah, kuatkan hamba."***"Kamu dari mana saja, Mai? Keluarga Ustaz Hilal datang bertamu.""Aku .... Berkunjung ke rumah Rayhan, Bi."Ustaz Hasan mengembuskan napas berat. Usianya sudah kepala tiga namun sampai saat ini putrinya masih menutup diri. Alasannya tetap sama. Masih belum bisa melupakan sosok Rayhan. "Sampai kapan kamu akan terus berharap pada dia, Nak? Ingat, umi sama abi sudah tua. Kami juga ingin melihat kamu bahagia dan hidup bersama dengan orang yang tepat.""Tapi, ti

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   116. Menghadapi Musuh

    "Ya, aku sudah menemukan jawabannya tanpa perlu mencari tahu. Mba lupa? wanita baik-baik tidak akan menyakiti sesama wanita. Wanita baik-baik itu berkelas, bukan merendahkan dirinya untuk merebut lelaki yang sudah beristri!"Sebuah tamparan keras dilontarkan Sofia pada Humairah yang sontak membuat mereka tercengang. Bagaimana tidak, mereka tidak menyangka Sofia akan mengatakan hal itu.Azizah tersenyum sumringah. Di dalam hatinya dia bersorak dan memuji keberanian Sofia."Justru aku wanita baik-baik, makanya aku pun memintanya baik-baik," sanggah Humairah. "Aku tidak akan memintamu untuk merasakan posisiku saat ini. Tapi, sebagai wanita cerdas lulusan universitas ternama dunia, tentu Mbak Humairah sudah tahu jawabannya tanpa harus berada di posisiku."Lagi dan lagi Sofia menekan posisi Humairah saat ini. "Lagi pula, aku tidak yakin, Mbak Humairah bisa ada di posisiku. Jadi, pintu ada sebelah sana. Silahkan, Mbak!"Humairah geram dengan sikap Sofia. Secara tidak langsung dia telah m

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   115. Humairah Kembali

    "Eum, itu bagi Rayhan tapi bagiku, kami lebih dari teman," jawabnya seraya mengukir senyum."Jangan memancing keadaan, Humairah. Nyatanya kita hanya teman biasa," tegur Farhan yang tiba-tiba muncul dari aeah belakang."Ada perlu apa ke sini?" tanya Rayhan."Aku ingin ketemu kamu," jawab Humairah santai. Rayhan mendengus kesal. Sofia dan Azizah sama-sama menyimak pembicaraan mereka. Keduanya sama-sama tidak suka dengan kehadiran Humairah. Farhan yang mengerti suasana hati Sofia merasa tidak enak dengan situasi yang terjadi saat ini. "Humairah, memang dulu kita berteman, tapi kamu harus tahu batasan.""Batasan?"Farhan menyenggol lengan Rayhan. Dia memberi kode untuk peka dengan raut wajah istrinya. Rayhan menangkap maksud dari Farhan. Dia kemudian merangkul Sofia dengan hangat. "Oh iya, aku sampai lupa. Ini istriku, namanya Sofia."Humairah terpaku sejenak melihat sosok wanita cantik yang ada di depannya. Di dalam hatinya dia merasa kalah. Pantas saja Rayhan dulu menolak mentah-m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status