Share

5. Bunga yang Ditunggu

"Ayah, bukankah dia Rayyan?" tanya Sofia.

Ustaz Luthfi tersenyum. "Dia saudara kembar Rayyan."

Sofia menutup mulutnya karena tak percaya dengan kenyataan yang ada.

"Kamu mengenal adikku?" tanya Rayhan.

Sofia menunduk. Dia tidak tahu harus berkata apa. Haruskah dia jujur saat ini? Rasanya kurang pantas.

Sofia merasa tidak mungkin mengatakan bagaimana mereka saling mencintai. Bagaimana mereka saling membawa nama dalam do'a. Sofia takut itu justru melukai hati calon suaminya.

"Aku hanya mengenalnya sebagai murid kesayangan ayah," terang Sofia.

"Syukurlah," gumam Rayhan seraya tersenyum.

"Nah, karena kalian sudah bertemu, ini adalah kesempatan baik untuk kalian berdua. Untuk mengenal lebih dalam bahkan untuk mengetahui bagaimana rencana masing-masing dari kalian untuk ke depannya, kalian berdua bebas untuk bertanya," jelas Ustaz Luthfi.

"Tentu saja di setiap pertanyaan itu, kalian berhak menjawab atau justru tidak menjawabnya jika dianggap itu hal yang sangat pribadi," tambah Ayah.

Saat ini Sofia tidak punya pertanyaan khusus. Kepalanya masih dipenuhi tanda tanya. Memikirkan nasib cinta mereka juga tentunya.

Di dalam pikiran Sofua saat ini adalah tentang Rayyan dan Rayhan. Kalau Rayhan adalah saudara kembar Rayyan, lalu bagaimana jika mereka hidup bersama? Tentunya mereka akan seatap dan setiap hari akan bertemu dengan status yang berbeda.

"Sofia, aku ingin bertanya." Rayhan memulai lebih dulu. Sofia mengangkat wajahnya.

"Bagaimana jika nantinya kita telah resmi menikah. Siapkah kamu ikut ke mana pun aku pergi?"

Sofia terdiam. Di dalam benaknya ingin sekali rasanya berkata tidak. Namun, jika mengingat statusnya adalah sebagai seorang istri, tentunya dia harus ikut ke mana pun suaminya memilih hidup.

Sofia mengerti betul kewajiban seorang istri. Meskipun dia belum siap untuk berpisah dari kedua orang tuanya.

"Insya Allah, aku siap."

Mereka bertiga tersenyum mendengar jawaban dari Sofia.

Rayhan tentu sangatlah bahagia mendengar jawaban dari calon istrinya itu. Dia berjanji dalam dirinya untuk selalu membahagiakan Sofia.

"Bagaimana jika nanti aku belum memberikanmu keturunan?"

Pertanyaan Sofia sontak membuat mereka bertiga tersentak kaget. Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang amatlah sensitif.

Ustaz Azzam memandang ke arah putrinya. Dia begitu takut jika nanti Rayhan meninggalkan putrinya karena masalah keturunan.

"Bagiku itu tidak masalah. Kita manusia biasa. Tugas kita adalah terus berusaha sembari berdo'a pada Allah."

Jawaban dari Rayhan mengurangi kegundahan hati Ustaz Azzam selaku ayah dari Sofia.

"Jika sepuluh tahun bahkan mungkin lebih berlalu dan aku masih belum memberikanmu keturunan. Apakah kamu tidak akan mencari madu untukku?" tanya Sofia lagi.

"Maksudmu poligami?" tanya Rayhan. Sofia mengangguk.

"Lantas bagaimana pandanganmu tentang poligami?" Kali ini justru Rayhan balik bertanya pada Sofia.

Sofia ragu untuk menjawab. Membayangkan saja dia begitu takut.

Sofia berusaha menjernihkan pikirannya. Ditariknya napas begitu dalam kemudian perlahan menjawab sesuai isi hatinya.

"Aku tidak menentang keras tentang poligami karena itu diperbolehkan dalam islam. Aku yakin kamu pasti tahu bahkan lebih tahu dari pada aku tentang poligami. Aku hanya meminta, selama aku menjadi istrimu, jangan pernah hadirkan bidadari lain di dalam istana kita."

"Jika nanti aku tidak bisa membahagiakanmu dengan memberikan keturunan, kamu bisa menikah dengan wanita lain. Tentu dengan mengembalikan aku lebih dulu pada ayahku."

Rayhan memandang lekat pada wanita yang sudah lama dia cintai.

"Kenapa?"

"Wanita itu makhluk pecemburu. Dia selalu ingin menjadi satu-satunya. Seperti Sayyidah Aisyah yang masih saja cemburu pada Sayyidah Khadijah. Padahal Sayyidah Aisyah tahu, Sayyidah Khadijah sudah meninggal. Namanya seorang wanita, rasa cemburunya begitu kuat bahkan kepada masa lalu suaminya. Lantas, bagaimana dengan diriku? Melihatmu akan berbagi cinta dan kasih sayang dengan wanita lain meskipun tidak di hadapanku. Aku wanita pecemburu dan aku tidak ingin melukai hatimu nantinya karena rasa cemburuku."

Rayhan terdiam sejenak. Diamnya Rayhan menimbulkan kegundahan dari dalam hati Ustaz Azzam bahkan Ustaz Luthfi.

Rayhan tersenyum setelah diam beberapa saat. Sofia yang menyadari itu bertanya-tanya tentang ekspresi yang ditunjukkan Rayhan.

"Jangan khawatir, Sofia. Aku sudah memilihmu. Kekurangan yang ada padamu nantinya bukan masalah besar bagiku. Insya Allah, aku tidak akan menghadirkan wanita lain di dalam rumah tangga kita nantinya."

"Alhamdulillah," ucap Ustaz Azzam dan Ustaz Luthfi bersamaan.

"Jadi, apa sudah tidak ada lagi?" tanya Ustaz Lithfi. Keduanya menggeleng.

"Alhamdulillah, tinggal menentukan kapan lamaran resmi dilaksanakan."

Rayhan tak berhenti mengulas senyum kebahagiaannya. Dia begitu bahagia dengan kejutan yang Allah berikan untuknya.

Sedangkan Sofia, dia merasa semakin jauh untuk menggapai Rayyan.

"Bagaimana kalau bulan depan di minggu pertama?" usul Ustaz Azzam.

Kedua belah pihak menyetujui. Mereka kini menetapkan kapan acara itu dilaksanakan.

Kedua orang tua mereka yang memang adalah sepasang sahabat lama kini mencairkan suasana yang sempat tegang. Ustaz Luthfi terus menceritakan bagaimana sosok Rayhan. Pun begitu juga dengan Ustaz Azzam, dia menceritakan bagaimana dia menyayangi putri bungsunya.

Di tempat berbeda ada yang sedang berusaha menguatkan hatinya. Dia ingin menangis, akan tetapi dia sadar, semua hanya menambah luka di hatinya. Baginya, tak ada yang boleh tahu bagaimana hancurnya hatinya saat ini.

*

"Rayyan, buka pintunya!"

Rayhan yang baru saja pulang dari pertemuan kedua belah pihak itu segera mencari adiknya. Bagi Rayhan kebahagiaannya harus diketahui oleh Rayyan.

"Rayyan!"

Rayhan terus mengetuk pintunya. Hingga beberapa kali ketukan akhirnya Rayyan membuka pintu.

Rayhan langsung menghambur memeluk adiknya. Rayyan yang mendapat serangan tiba-tiba itu hampir saja terjatuh.

"Ray, kamu harus tahu berita bahagia ini."

"Apa?"

"Aku sudah menemukannya. Wanita yang selama ini mengisi hatiku," seru Rayhan.

Rayyan tersenyum miris.

'Sudah kuduga,' batinnya.

"Ray, Allah memang Maha Baik. Aku memendam cinta ini begitu lama, akhirnya kami dipertemukan. Lebih bahagianya lagi, dia adalah calon istriku. Allah Maha Perancang skenario yang indha untuk Hamba-Nya."

"Oh, ya?"

Rayyan berusaha mungkin menyembunyikan kepedihan di hatinya.

'Aku sudah tahu, Rayhan.'

Rayhan melepas pelukannya kemudian duduk di sofa kecil yang ada di kamar Rayyan. Senyumnya tak pernah lepas.

Berbeda dengan Rayhan, saat ini Rayyan menikmati lara hati yang sebentar lagi akan semakin menguat.

"Hah .... Hampir saja aku menghilangkan bunga yang selalu lama kunanti. Apa jadinya kalau aku menolak waktu itu?"

Rayhan berdiri mendekati Rayyan yang masih mematung di depan pintunya.

"Terlebih lagi kalau aku menyerahkannya sama kamu. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya. Pastinya aku akan menyesalinya seumur hidup karena sudah melepaskan bidadari secantik Sofia."

'Itulah yang kurasakan sekarang, Rayhan. Aku harus melepaskan cintaku untukmu,' teriak Rayyan di dalam hatinya.

Rayyan mengulas senyum. Dia berusaha seolah-olah dia ikut bahagia. Dia kemudian memeluk saudaranya. Tak bisa dibendung lagi, air matanya luruh begitu saja bersamaan dengan harapannya yang telah hilang.

"Aku sangat mencintai, Sofia, Ray. Sangat," ungkap Rayhan dengan rasa bahagia.

'Aku juga, Han,' batinnya pilu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status