Home / Romansa / Cinta dalam Balutan Doa / Berangkat ke Pondok

Share

Berangkat ke Pondok

last update Last Updated: 2022-08-21 09:42:34

Berbagi kasih sayang yang sama dengan orang lain, memberikan perasaan hidup! Pengalaman sesuatu yang nyata, tak terlupakan. Hingga menimbulkan kasih saat antar sesama. Dan akan timbul sendiri untuk saling menghargai. 

Karena ....

Bicara tentang kasih sayang bukanlah hal yang sia-sia, karena kasih sayang tidak pernah sia-sia. Selalu tebar kebaikan dengan sesama, membuat kita di sayangi di tengah-tengah ribuan orang. 

***

Pagi ini Arni berangkat ke pondok dengan diantar sang ibu. Sedangkan Bapaknya tidak bisa mengantarkannya karena harus bekerja. Arni dan ibunya naik angkutan umum untuk ke sana

Saat ini Arni sudah sampai di pondok pesantren. Bangunan besar nan megah. Samping kanan adalah pondok putra dan asrama lengkap dengan fasilitasnya yang di batasi masjid besar, sedangkan di sebelah masjid adalah ndalem (kediaman pemangku pondok), kiyai Laqief yang sering di panggil oleh para santri buya, pondok pesantren dan asrama putri ada di sebelah ndalem lengkap dengan fasilitasnya, kecuali gedung sekolah. Para santri harus berjalan kaki kurang lebih lima menit untuk sampai ke gedung sekolah, karena luasnya area. Antara asrama putra dan  putri pun terpisah cukup jauh.

Arni belum sempat sidak ke pondok pesantren yang sebentar lagi akan dirinya huni selama menimba ilmu di sana, Arni hanya sidak di gedung sekolahnya saja. Arni terpesona dengan sisi dalam pondok pesantren, yang begitu menyejukkan di keliling taman. Letaknya dengan ndalem juga dekat, bahkan ada jadwalnya setiap santri putri untuk membersihkan ndalem buya Laqief dan memasuki kamar beliau untuk membersihkan kamarnya.

Arni menyerahkan formulir pendaftaran dan pembayaran bersama sang ibu. Setekah itu ia langsung mendapatkan tes lisan dari pengurus putri,  semua itu dilakukan untuk  pembagian kelas diniyahnya lembaga non formal di pondoknya dan juga ruang kamar yang akan ditempatinya nanti. Arni dengan kepintarannya menjawab benar semua pertanyaan lisan dari mbak pengurusnya dengan  menggunakan bahasa arab sesuai pertanyaan yang diterimanya .

Saat ini mbak pengurus yang namanya baru ia ketahui bernama mbak Rista mengantarkan Arni ke kamarnya. Ibunya masih menemani Arni untuk melihat kondisi kamar yang akan dihuni putrinya itu.

"Ini kamarnya dek Arni, semoga kerasan ya," ucap mbak Rista. Rista menyuruh Arni dan ibunya, bu Syafaah untuk masuk ke kamar itu.

"Terima kasih, Mbak. Doanya ya, semoga kerasan," balas Arni sambil tersenyum sopan.

"Aamiin ... Semoga ya," jawab mbak Rista.

Kamar Arni cukup luas dan lengkap. Bahkan ada dua kamar mandi dan tempat cuci baju dan wudhu di dalam. Di dalamnya dihuni 20 santri putri. Rata-rata di kamar itu adalah santri dan siswa kelas  unggulan, ternyata karena kepintarannya tadi menjawab pertanyaan lisan, Arni mendapatkan kamar yang dihuni santri kelas unggulan. Di kamar itu Arni juga  yang paling muda.

Semua yang ada di kamar itu menyambut Arni dengan senang, mereka langsung menyalami ibunya Arni dengan sopan. Arni juga menyalami mereka satu persatu sambil memperkenalkan dirinya.

Melihat sambutan teman barunya yang menjadi seniornya begitu hangat, Arni merasa senang. Begitu juga bu Syafaah.

Mbak Rista juga menunjukkan lemari yang akan ditempati Arni untuk meletakkan barang-barangnya selama di sini.  Ia memberikan kunci lemari itu pada Arni. Ia juga menunjukkan rak buku untuk Arni.

Setelah meletakkan barang-barangnya di kamar, ibunya pamit pada semua penghuni kamar Masyithoh, ya kamar yang ditempati Arni adalah kamar Masyithoh. Dengan kerendahan hati Bu Syafaah menitipkan Arni pada mereka.

"Ibu titip Arni  ya, Nak. Kalau dia salah mohon segera ditegur dan diingatkan. Dia masih baru dan belum pernah mengenal tempat ini, suasananya, larangan dan apa saja tentang pondok ini, harap kalian mau membimbingnya," ucap bu Syafaah menitipkan Arni.

"Iya, Bu. Insya Allah kami akan membimbing Dek Arni," ucap mereka serentak. Membuat Bu Syafaah sedikit lega meninggalkan putrinya.

"Terima kasih ya, Nak semuanya," ucapnya.

"Sama-sama, Bu."

Bu Syafaah keluar dari kamar itu dengan diikuti Arni dan mbak Rista.

Mbak Rista mengantarkan keduanya  sowan ke ndalem, sebelum bu Syafaah pulang. Bu Syafaah memasrahkan Arni pada pihak ndalem yaitu bu nyai Syarifah. Hal yang harus dilakukan orang tua santri baru untuk lebih mendekatkan diri pada pihak ndalem dan memperkenalkan diri sebagai penghuni baru Sekaligus minta barokah supaya kedepannya dalam menimba ilmu di sana lebih  tenang. 

Bu nyai  Syarifah yang sering di panggil para santri dengan sebutan ummi, menyambut mereka dengan senang hati dan senyuman yang mengambang di wajah cantiknya. Kecantikannya masih sangat terlihat meskipun umurnya sudah hampir  memasuki setengah abad.

"Setelah mengucapkan salam mereka segera dipersilahkan ummi Syarifah  untuk masuk dan duduk. Mbak Rista langsung sigap masuk ke dapur ndalem untuk membuatkan mereka minum.

Arni menyalami punggung tangan  ummi Syarifah dengan takzim. Begitu juga bu Syafaah.

"Adek cantik namanya siapa?" tanya ummi Syarifah setelah mereka duduk.

"Khairina Azzalina Arni, di panggil Arni, Ummi," jawab Arni sopan

"Nama yang cantik, semoga sholihah dan bisa membanggakan orang tua kelak ya, Nak," pujinya.

"Aamiin ... Terima kasih doanya, Ummi."

"Iya, sama-sama, Nak.

"Mohon Maaf, saya sebagai ibunya Arni, menitipkan putri saya pada ummi dan pihak pesantren, mohon bimbingan dan pengawasannya," ucap bu Syarifah sopan.

"Insya Allah, saya akan jaga amanah dari ibu," balas ummi Syarifah.

"Terima kasih, Ummi."

"Sama-sama, Bu. Sudah kewajiban saya," jawab ummi Syarifah lagi dengan senyuman.

Setelah memasrahkan Arni pada pihak ndalem, bu Syafaah pamit undur diri.

Saat ini Arni dan ibunya masih berada di aula tempat santri menerima tamu.

"Kamu yang kerasan ya, Nak. Belajar yang sungguh-sungguh ya, yang nurut dan jangan suka iseng. Doakan ibu dan bapak. Jangan lupa tunaikan sholat malam dan sholat dhuha," ucap bu Syafaah menasehati Arni.

Arni langsung memeluk wanita yang sudah  berusia setengah abad itu.

"Iya, Bu. Doakan Arni selalu ya," ucap Arni sambil terisak dipelukan sang ibu.

"Pasti orang tua mendoakan yang terbaik buat anaknya, sudah ... Jangan menangis nanti malu dilihat temannya yang lain," ucap bu Syafaah menghibur sang putri.

Arni semakin erat memeluk sang ibu.

"Nak, kamu cukup-cukupkan uang saku kamu ya, kalau ibu dan bapak dapat rezeki yang banyak, segera ibu kirimin uangnya lagi," bisik bu Syafaah.

Arni langsung mengangguk. "Ibu nggak usah mikirin itu, Arni akan sebisanya meminimalisir pengeluaran Arni. Arni akan menunggu sampai ibu dan bapak mengirim uang  lagi," lirihnya.

"Terima kasih ya, Nak. Atas pengertiannya."

"Iya, Bu."

"Ibu pamit pulang dulu, kamu jaga diri baik-baik," pamit bu Syafaah.

"Ibu hati-hati ya," ucapnya.

"Iya, Nak." Bu Syafaah mulai melepas pelukan Arni.

Namun Arni masih ingin  memeluk tubuh ibunya lagi, setelah cukup lama Arni pun melepas pelukan itu, ia lalu mencium punggung tangan ibunya. Yang dibalas bu Syafaah dengan mencium kening Arni. Rasanya ingin menangis, namun bu Syafaah menahannya, tidak mau Arni melihatnya menangis. Remaja itu perasaannya halus, kalau melihat ibunya menangis  pasti tidak tega, bisa-bisa kepikiran terus pada ibunya dan tidak kerasan.

Setelah Arni tenang Bu Syafaah segera meninggalkannya, Mbak Rista sudah mengajaknya masuk ke asrama  dan segera menyuruhnya masuk ke dalam kamarnya tadi.

"Sudah ya, katanya mau mondok! kok malah nangis. Nanti malah ibunya nggak tega lho. Biasanya orang tua akan ada ikatan batin yang kuat pada anaknya apalagi harus berpisah padahal sebelumnya kalian selalu bersama dan itu menyebabkan anak jadi nggak kerasan di pondok karena sama-sama saling memikirkan. Kamu nggak mau 'kan  ujung-ujungnya ibu kamu kepikiran  kamu terus dan kamu jadi nggak kerasan," ucap mbak Rista menasehati.

"Iya, Mbak. Sudah nggak nangis lagi kok," jawabnya sambil mengelap air matanya. Arni mencoba tersenyum pada mbak Rista.

"Ya gitu dong! itu baru bagus, kalau nggak nangis makin terlihat cantik," puji  Mbak Rista.

"Terima kasih, Mbak."

"Sama-sama, sudah kamu istirahat sebentar nanti ikut jamaah ya, biar nggak ditakzir (denda). Nanti juga santri baru akan  dikumpulkan untuk pembacaan tata tertib yang wajib dipatuhi," ujar Mbak Rista.

Arni mengangguk,  Mbak Rista pergi setelah mengucapkan itu pada Arni.

Di dalam kamar Arni mencoba membaur dengan senior-seniornya. Arni termasuk tipe anak yang mudah dalam bergaul, tidak pernah membeda-bedakan dalam mencari teman, bahkan Arni sudah mulai berani bertanya-tanya pada seniornya itu. Beruntung para seniornya itu sangat baik  padanya. Dengan sabar menjawab  pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan Arni pada mereka.

Mereka juga senang dengan Arni. Padahal mereka baru bertemu. Arni sudah membuat mereka nyaman dengan sikapnya yang polos. Namun tetap sopan dan lembut dalam bersikap. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta dalam Balutan Doa    Tentang Spin off Cinta dalam Balutan Doa

    Bersabarlah dalam segala hal, tetapi yang terpenting adalah bersabar dengan emosi yang ada di dalam dirimu sendiri. Karena Meskipun seribu orang memilih untuk mencemooh dan meremehkanmu. Maka hal terbaik adalah menjadikan cemoohan mereka menjadi penyemangat dalam mengarungi hidupmu. (Fathiyah) *** “Mohon maaf, Mas tampan. Aku mau ambil motorku,” ucapnya yang berhasil membuat dua laki-laki tampan dan satu wanita cantik menoleh ke arahnya sambil memindai penampilan lusuh Fathiyah. Polisi wanita berparas cantik itu langsung menertawakan Fathiyah dengan senyuman yang terkesan mengejek. “Ternyata Briptu Arza ada penggemar baru ya?” ucap polisi wanita berparas cantik yang tertulis di tag namenya bernama Luna itu, terlihat jelas ia mengejek Fathiyah sambil masih melihat penampilan lusuh gadis itu. “Ternyata Briptu Arza yang tampan bukan saja menjadi idola anak pejabat, dan anak kaum borjuis ternyata anak pank seperti dia juga mengidolakannya,” ucapnya lagi semak

  • Cinta dalam Balutan Doa    Pekerjaan Baru

    Dengan tersenyum bukan berarti kita bahagia, terkadang semua itu hanya sampul untuk menyembunyikan kesedihan karena kesedihan tidak perlu dipamerkan atau pun diperlihatkan sedangkan kebaikan tidak perlu disombongkan. (Fathiyah) *** Setelah diterima bekerja, Fathiyah kembali pulang dan mengabarkan berita gembira itu pada sang bibi. “Assalamualaikum, Bik,” sapanya dengan riang. “Kenapa sudah pulang? Apa kamu tuli? Aku sudah bilang kamu enggak boleh pulang sebelum mendapatkan pekerjaan!” sengitnya tanpa menjawab salam dari Fathiyah. Fathiyah tersenyum menanggapi omelan sang Bibi. “Diajak ngomong malah senyam-senyum kagak jelas, cepat cari kerja yang benar!” ucapnya kesal. “Alhamdulillah, Bik. Aku sudah diterima kerja di kafe dan Resto yang instagramable, tempatnya bagus, Bik.” “Beneran kamu sudah diterima kerja? Kamu enggak lagi halu ‘kan? Awas saja kalau bohong!” ucapnya. “Enggak bohong! Aku beneran diterima, Bik.” “Ya sudah aku senang mendengarnya,” ketusnya sambil kembali k

  • Cinta dalam Balutan Doa    Tentang Fathiya

    Sebuah harapan akan tercapai dengan adanya semangat yang tak pernah pudar. Dengan keyakinan dan sebuah kesabaran pasti akan berbuah indah saat waktunya tiba. (Fathiyah) *** Fathiyah sudah meletakkan lamaran kerja di beberapa toko, kafe dan restoran. Namun, hingga kini ia belum dapat panggilan. Dirinya sadar kalau hanya lulusan SMA, bahkan ia belum punya pengalaman kerja. Hanya berbekal ijazah SMA dan keahlian memasak yang diajarkan oleh sang ibu dulu semasa hidup, ia pun melamar pekerjaan ke kafe dan restoran sebagai koki. Kebetulan sang ibu dulu adalah seorang koki di rumah makan mewah. Dua tahun sudah Kedua orang tuanya meninggal dunia. Saat itu juga sang bibi dan sang paman memutuskan tinggal di rumah Fathiyah, karena rumah yang disewa mereka sudah habis masa kontraknya. Rika, sang bibi selalu memperlakukan Fathiyah seperti pembantu di rumahnya sendiri, semua pekerjaan rumah di kerjakan gadis itu. Bahkan tak jarang Fathiyah harus rela kelaparan karena sang bibi tidak memberi

  • Cinta dalam Balutan Doa    Curhatan Dua Gus Tampan

    Tiga bulan sudah Arza pulang ke rumah kedua orang tuanya, di pesantren. Meskipun ia harus berangkat pagi sekali. Namun, di sini hatinya sedikit tenang karena di sini dirinya banyak teman dan bisa berkumpul dengan kedua adiknya yang selalu ada saja tingkah kocaknya, sehingga bisa membuatnya terhibur.“Bang, kenalin aku sama Kak Luna dong,” ucap Azril yang saat ini berada di kamar sang abang.“Apaan sih, Dek. Enggak enak ngomongin Luna, nanti Bunda dan Abi dengar tau,” ucapnya berbisik.“Terus kenapa kalau Bunda dan Abi tau? Abang ‘kan bisa langsung mengkhitbahnya? Secara Abang ‘kan sudah mengenalnya sejak lama. Jadi enggak usah pakai proses taaruf.”“Enggak semudah itu, Dek.”“Kenapa emangnya?”“Luna belum mau berhijab, menurut pandangannya, orang berhijab itu ribet. Apalagi kalau ada yang berhijab panjang dan lebar, pasti dia enggak suka.”“Astaghfirullahal Adziim ... terus Abang kok bisa suka perempuan yang berpikiran sempit seperti itu sih?” ucap Azril tidak suka. Padahal tadi diri

  • Cinta dalam Balutan Doa    Tentang Arza

    Putra sulung Arni dan almarhum Azzam bernama Arza sudah menjadi seorang perwira polisi. Abdi negara seperti apa yang diamanahkan oleh Azzam. Afnan sudah memberi peluang itu pada putra sambungnya. Ia mengarahkan semua tanpa harus memaksa, meskipun itu adalah sebuah amanah. Sebagai ayah sambung, Afnan tidak hanya menyayangi dan mengayomi Arza dan Azril. Ia sudah berperan lebih dari seorang ayah sambung. Afnan bahagia bila Arza berhasil memenuhi amanah almarhum Azzam menjadi seorang polisi yang jujur dan tetap mengedepankan norma agama *** Setelah pulang dari tempatnya bekerja siang ini, Arza pamit pada Hambali dan Yulia untuk pulang ke rumah kedua orang tuanya. Bahkan Arza izin pada komandannya untuk tidak mengikuti apel besok pagi. Setelah berkendara cukup jauh Arza pun sampai di pesantren milik sang abi. Ia segera masuk ke ndalem mencari keberadaan kedua orang tuanya. Arza segera menemui sang bunda dan sang abi yang berada di kebun belakang. Arni dan Afnan sering menghabiskan wak

  • Cinta dalam Balutan Doa    Berusaha Menjadi Baik

    Dengan senang hati Azril melakukan tugasnya, setiap harinya ia lewati dengan senyuman. Bahkan dirinya bisa istiqomah menjalankan sholat berjamaah, yang paling dirinya banggakan ia bisa mengerjakan sholat malam bersama Kiyai Bisri dengan khusyuk. Kiyai Bisri selalu membangunkannya sebelum sahur tiba. Ia juga ikut berbuka dan sahur bersama Kiyai Bisri dan Ummi Roudhoh. Awalnya dirinya menolak dengan lembut. Namun, Ummi Roudhoh dan Kiyai Bisri sedikit memaksa. Ummi Roudhoh juga sudah sedikit akrab dengan pemuda tampan itu, beliau sering menceritakan cucu-cucunya pada AzrilKecerdasan yang dimiliki Azril membuat pemuda tampan itu dengan mudah menyerap ilmu yang dirinya peroleh. Bahkan di luar batas kemampuannya.Pernah Kiyai Bisri mencoba mengetes ilmu pemuda tampan itu dengan menanyakan beberapa hadits yang dirinya ajarkan pada Azril di perpustakaan pribadinya dan Azril dengan mudah menjawab, bahkan dengan cepat beserta penjabarannya dan penjelasannya. Kiyai Bisri sampai geleng kepala.P

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status