Share

Gus Afnan

Jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang melebihkan cintanya padaMu, agar bertambah kekuatanku untuk lebih mencintaiMu.

           (Cinta dalam Balutan doa)

***

Satu bulan berlalu. 

Hari ini Arni dijenguk ibunya bersama Airin, kakaknya. Kak Airin juga mengajak Syahrul keponakannya. Arni datang ke aula setelah namanya dipanggil lewat pengeras suara yang ada di tempat konfirmasi pondok putri.

Arni sangat bahagia, Arni memeluk erat ibunya juga kakaknya, tak luput dari serangannya, keponakannya diciuminya hingga bangun dari tidurnya yang berada digendongan ibunya. Syahrul bayi yang berusia 4 bulan itu langsung merengek karena ulah tantenya. 

"Gimana, Dek. Kerasan 'kan?" tanya kak Airin.

Arni tersenyum sambil mengacungkan jempolnya. "Alhamdulillah, Kak," jawabnya.

Bu Syafaah hanya tersenyum bangga melihat putri bungsunya kerasan, meskipun Arni terlihat sedikit kurusan.

"Tapi kamu sedikit kurusan, Dek," ungkap Airin.

"Iya, Nak. Kamu sedikit kurusan," ucap ibunya.

"Nggak apalah kurusan dikit, 'kan di pondok harus banyak tirakat," ungkapnya sambil nyengir.

"Buk, bagaimana kabar bapak?" tanyanya. Arni juga merindukan sang bapak, maklum Arni sangat dekat dengan bapaknya.

"Alhamdulillah, bapak sehat, nggak mungkin 'lah bapak ikut sekalian ke sini, motornya nggak muat, masak harus dibandrek sama kakak kamu, bapak kamu juga nggak bisa bawa motor 'kan!" ucap Ibunya.

Memang bapak nya tidak berani mengendarai sepeda motor setelah kecelakaan dulu, traumanya sampai sekarang, jadi kalau berpergian lebih mengandalkan ojek, angkot atau di antar Airin, itu pun kalau Airin sedang libur kerja seperti saat ini.

"Alhamdulillah kalau bapak sehat," ungkapnya. 

"O iya, ini tadi dibuatkan Ibu cilok kesukaanmu, juga bubur kacang ijo. Sengaja Ibu buatkan banyak supaya bisa kamu bagikan sama teman sekamar kamu lainnya. Selain itu juga ibu bawakan makanan kesukaanmu," ujarnya.

"Masya Allah, makasih, Bu. Arni seneng banget," ujarnya sambil berbinar.

"Iya, sama-sama, yang semangat ya di pondok," ucapnya.

"Ini juga Ibu kasih uang, dicukup-cukupkan ya," ucap Bu Syafaah sambil memberikan uang untuk Arni.

"Tadi untuk pembayaran pondok, uang makan beserta spp sekolah sudah kakak bayar di bagian administrasi, Dek," ungkap Airin menimpali. 

"Makasih ya, Kak," ucapnya.

"Eits, jangan bilang makasih ke aku, itu uangnya ibu dan bapak, gajiku ya buat beli susunya Syahrul dan kebutuhan rumah, jadi maaf Kakak nggak bisa bantu ibu dan bapak biayai sekolah dan pondok kamu, kakak bantu doa aja ya," ujar Airin nyengir.

"Hehehe, nggak apa, Kak. Aku masih butuh doa, supaya bisa sukses, begitu juga bapak dan ibu. Makasih ya, Kak."

Arni sangat tau kakaknya juga harus bekerja keras menghidupi anaknya karena suaminya lepas tanggung jawab dan saat ini tak tau ada di mana.

"Kami pulang dulu ya, Dek. Jadwal jenguk santri sudah selesai," ucap Airin. 

"Adek madih kangen kalian," ungkap Arni manja.

"Hush ... Nggak boleh gitu, nanti tambah nggak kerasan lho, ibu dan kakak kamu nggak mau lagi lho jenguin kamu, biar uangnya kami titipin ke Halimah atau yang lain aja kalau kamu pakai rewel," ucap bu Syafaah menakuti Arni.

"Jangan, Bu. Baiklah Arni nggak rewel kok," ungkapnya masih memeluk Ibunya.

"Sudah kami pulang ya, Assalamualaikum,"   pamit Airin.

Arni segera mencium punggung tangan sang kakak dan sang ibu lalu memeluk mereka. 

"Wa'alaikumussalam," jawabnya.

Arni segera masuk ke kamarnya dan membagi makanan yang dibawakan ibu dan kakaknya tadi pada temannya yang lain di kamar itu, mereka semua segera berkumpul dan menikmati makanan itu bersama.

"Enak banget, Ni. Masakan ibu kamu," ucap mbak Reva.

"Beneran, aku juga setuju sama kamu, Rev," ucap mbak Ratna ikut menimpali.

Arni tersenyum. 

"Jadi pingin banget liburan terus main ke rumah kamu menikmati pecel dan jualan ibu kamu yang lain, Ni," ujar mbak Raya. 

"Silahkan, Mbak. Silahkan ke rumahku kalau liburan nanti," jawabnya.

"Insyaallah, siap ...," ucap semuanya.

Mereka semua tertawa bersama penuh dengan cinta.

***

Hari ini hari kamis. Kegiatan di pondok putri bertambah meskipun sekolah diniyah sedang libur, setelah pembacaan surat yasin dan surat al kahfi selepas sholat maghrib tadi. Kegiatan selanjutnya setelah sholat pada malam jumat kali ini manaqiban. Para santri putri sudah bersiap untuk berkumpul di aula putri untuk mengikuti kegiatan manaqiban. Kegiatan ini selesai pada pukul 10 malam. Setelah kegiatan selesai para santri di wajibkan untuk segera tidur karena pukul 1 malam nanti mereka semua harus bangun untuk mengikuti sholat tasbih yang dikerjakan setiap malam jumat dan dilanjut sholat malam. 

Pagi pun tiba ....

Saat ini kamar Arni kebagian piket untuk membersihkan ndalem. Mereka semua segera bersiap membawa alat-alat kebersihan. Dengan dipantau mbak pengurus yakni mbak Rista, mereka segera menuju ndalem.

"Arni kamu ke kamar buya ya, sama Ratna!" ucap mbak Rista memerintahkan.

"Baiklah, Mbak."

Ratna dan Arni segera masuk ke kamar buya. Mereka segera membersihkan kamar itu, menata buku dan pakaian buya mereka. Saat-saat ini 'lah yang santri harapakan, karena bisa langsung menyentuh barang pribadi milik pemangku pondok pesantren ini.

"Mbak Ratna, buya dan ummi itu punya anak berapa?" tanya Arni.

"Dua," jawab Ratna. 

"Laki-laki atau perempuan, Mbak?"

"Dua-duanya."

"Mereka sekarang ada di mana?" tanya Arni.

"Sekarang Gus Afnan putra bungsu Buya sedang melanjutkan pendidikannya di Mekkah, sedangkan Neng Fauziah ikut suaminya yang mengajar di Mesir."

Arni mengangguk mengerti.

"O iya, kabarnya Gus Afnan akan pulang dalam waktu dekat ini, dia akan mengajar di pondok ini juga,kamu tau nggak, Ni? Gus Afnan itu tampan buanget, semua santri putri 0ada kleoek-kleprk sana ketampanan nya, masya Allah deh ...," ungkap mbak Ratna.

Arni hanya tersenyum melihat ekspresi mbak Ratna saat mengatakan tampan Gusnya itu.

Usianya masih muda sekitar 22 tahun tapi kepintarannya patut diacungi jempol,  tampan, pintar, anak kiyai, nasabnya tidak diragukan lagi," puji mbak Ratna. 

Arni menyimak cerita mbak Ratna. 

"Sayang ya, kita cuma bisa mengagumi ketampananya saja, nggak mungkin 'lah santri kayak kita dapat berjodoh dengannya, yang jelasnya pasti anak kiyai pemangku pondok besar juga yang akan me jadi istrinya," ucap mbak Ratna.

"Iya, Mbak. Nggak berani aku mimpi terlalu tinggi nanti kalau jatuh bisa sakit dan remuk hati ini, hehehe," ucap Arni melucu. 

Ratna sangat menyukai tingkah  polos Arni.

Setelah semua rapi, mereka segera keluar dari kamar itu, tidak disangka mereka berdua berpapasan dengan kiyai  Laqief yang akan memasuki kamarnya.

Kiyai Laqief melihat sekilas pada Arni, ada sesuatu di hatinya. Entah melihat gadis itu kiyai Laqief langsung suka dengan kepribadian gadis manis itu.

"Nama kamu siapa, Nduk?" tanyanya. Membuat Arni dan Ratna menoleh sopan.

"Maaf, Buya. Saya Ratna."

"Bukan kamu, Nduk! Teman kamu ini," ucapnya sambil menunjuk Arni.

"Maaf, Buya. Nama saya Arni,"ucapnya sopan dan sambil menunduk.

Kiyai Laqief tersenyum sambil melangkahkan kakinya menuju kamarnya. 

"Ya Allah, Ni. Seumur-umur selama mondok di sini hampir 6 tahun  nggak pernah aku ditanya atau bicara  langsung  sama Buya," ungkap mbak Ratna.

"Mungkin kamu santri baru, yang pertama kali di sapa langsung oleh Buya," ucapnya lagi.

Arni tersenyum.

"Kamu harus senang, Ni," ucapnya. 

Ratna tetap heboh sampai di kamar mereka, membuat semua penghuni kamar  yang ada di dalam berdecak kagum pada Arni.

***

Hari minggu seluruh penghuni pondok pesantren putri heboh dengan kedatangan putra bungsu Kiyai  Laqief. Gus Afnan beserta rombongannya datang dari Arab, ia memutuskan untuk menetap dan akan menggantikan ayahnya, Kiyai Laqief. Semua santri putri berebut untuk menyaksikan moment itu meskipun hanya melihat dari kejauhan, melihat dari balkon lantai 3.

"Masya Allah, tampan banget," ucap salah satu santri.

Mereka semua han6a bisa mengagumi sosok tampan bersahaja itu dari kejauhan. 

"Arni, Ayo! Aku penasaran dengan wajah Gus Afnan," ajak Mutia sambil menarik tangan Arni.

"Iya, Tia. Sebentar," jawabnya.

Mereka ikut berdesakan bersama para santri lain yang penasaran dengan Gus Afnan.

"Masya Allah, iya benar kata mbak-mbak, Gus Afnan  memang tampan, pakai banget, mirip oppa korea," puji Mutia sambil malu-malu.

Arni ikut melihat, sekilas Arni juga mengagumi sosok bersahaja itu.

"Gimana, Ni. Cakep bin tampan bin ganteng 'kan?" ucap Mutia nyengir.

"Hehehe, kamu bisa aja, Tia. Udah ah, nggak baik terlalu mengagumi sosok yang bukan mahram kita, nanti timbulnya zina hati. Boleh sih kagum tapi sewajarnya saja, takut juga ah kalau kepikiran wajah gus Afnan terus," ujar Arni.

Mutia menanggapinya dengan senyum.  

"Ya Allah ... Berharap dapat jodoh seperti Gus Afnan, kalau tidak Gus Afnan, setidaknya hampir mendekati, Aamiin ...," ucap Mutia berdoa. 

"Aamiin ...  Semoga Alhah kabulkan," jawab Arni sambil tersenyum.

Mereka memutuskan untuk kembali ke kamar mereka, masih banyak tugas dari sekolah yang harus mereka kerjakan supaya tidak benturan dengan jadwal pondok.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status