Cinta dalam Gempita

Cinta dalam Gempita

Oleh:  Yun Sarneeta  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
5Bab
1.1KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Senja menjadi saksi kala mata elang itu membisukan saraf tubuh. Dingin ... kelam ... tatapan segelap malam menghentikan nalar kala bungkam itu tercipta di ujung gang sempit kota Gempita. Sosok lelaki sedingin angin dini hari dengan senyuman yang memikat hati. Tangannya terlepas, meninggalkan aku sendiri terperanjat dalam sensasi yang menipu. Angkuh! "Siapa kau?" Satu langkah ... dua langkah ... empat langkah. Ia menghilang tertelan malam dan kabut.

Lihat lebih banyak
Cinta dalam Gempita Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
5 Bab
Part 1 (Siapa?)
Senja baru saja menyapa langit di daratan Gempita. Sebuah kota kecil di sudut bumi. Penuh dengan hiruk-pikuk, politik, keluarga dengan berbagai jenis status sosial dan hal-hal memuakkan lainnya. Aku tahu aku tidak berhak mengatakan hal buruk ini meski hanya berupa sebuah bisikan gaib di dalam sanubari. Tapi, itulah kenyataan yang aku rasakan. Hidup sebatang kara di kota yang penuh dengan cahaya lampu bahkan ketika hari masih dirajai sang mentari bukanlah hal yang menjadi sebuah rencana hidup. Peristiwa tujuh tahun yang lalu masih membekas di ingatan. Sebuah momen krusial yang membuat lara ini semakin mengikat kenyataan hidup. Lara hati berteman dengan semilir angin senja. Aku berjalan menyusuri jalanan yang ramai. Gerak angin senja mempermainkan helai rambut sesukanya. Kurapikan mantelku dengan segera saat angin kencang berikutnya berhembus. Kota ini akan memasuki iklim yang seperti ini setiap pertengahan tahun. Kupandangi kendaraan yang lalu-lalang sambil me
Baca selengkapnya
Part 2 ( Lelaki dalam Sanubari)
Mataku menerawang ke awang-awang. Kupandangi diriku yang terpantul di hadapan cermin. Dahiku luka karena kejadian malam ini. Kucuci luka itu dengan menggunakan cairan antiseptik, kemudian menempelkan plester khusus luka di sana. Aku sudah tiba di rumah sekitar setengah jam yang lalu. Tak ada pilihan yang lebih baik, selain menelpon taksi meskipun jarak hunianku sudah dekat. Dengan begitu, pegawai taxi bisa membantuku mengemasi barang-barangku yang terjatuh di jalanan. Aku baru saja selesai mandi air hangat. Kini kau terduduk di hadapan sebuah cermin besar di ruang tengah hunianku yang sederhana. Kubiarkan rambutku tergerai begitu saja dalam kondisi setengah basah. Mata elang itu! Mengapa tak ingin pergi dari ingatan? Kuselami nalarku mencoba untuk mengingat seluruh wajah yang aku temui di kota ini. Namun, nihil! Wajah pemuda itu tampak asing bagiku. Tak mampu kudapati aura yang sama seperti dirinya dari semua orang yang pernah aku temui di Gempita. Ma
Baca selengkapnya
Part 3 (Lirik untuk Jiwa-Jiwa yang Sepi)
"Terimakasih," ucapku pada driver taxi sesaat setelah membayar uang sewa dan melangkahkan kakiku keluar. Angin seketika mempermainkan rambut dan bagian bawah blouse yang aku kenakan. Kulangkahkan kakiku menuju gedung besar pusat belanjaan terbesar di Gempita ini. The Royal Palace, itulah namanya. Untung cafe kami berada di lantai dasar, dekat dengan taman dan air terjun buatan yang didesain khusus untuk tempat yang sempurna mengambil foto, lengkap pula dengan pojok literasi di samping kanan dan kiri.  Tempat yang biasa disebut dengan The Royal atau pun The Rol-P ini didesain oleh satu dari sepuluh arsitek terkemuka di dunia, yang langsung di kontrak oleh Gempita dari luar negeri. Kota ini memang terkenal dengan kerumunan saudagar dan pebisnis handal. Menggabungkan konsep outdoor dan indoor, pusat berpelanjaan ini menjadi salah satu tempat yang sangat tepat untuk menghabiskan waktu baik bersama keraba
Baca selengkapnya
Part 4 (Ajakan Kencan Impian)
Mata kelabu itu masih menatap lurus ke arahku. Riuh gepuk tangan pengunjung seketika tak lagi kudengar. Padahal telapak tangan mereka masih saling menepuk. Gaduh teriakkan mereka tak lagi kudengar, padahal mulut mereka masih ternganga berseru dengan lebarnya. Mata itu seolah menghipnotis seluruh indera gerak. Jay melangkah maju, spontan wajah pucat lelaki itu tersembunyi di belakang tubuh Jay yang atletis. Aku turun dari panggung dengan langkah sedikit pincang. Kulangkahkan kakiku terus hingga ke arah dapur. Zaki di sana, berdiri sambil mengacungkan jempol. Aku tersenyum sambil terus berjalan ke arah toilet. Setibanya di sana aku lantas mengunci pintu dari bilik yang aku tempati. "Apa yang lelaki mengerikan itu lakukan di sini?" Kuremas jemariku dengan jemari yang lainnya. Kuatur napasku yang naik-turun tidak karuan. Mungkinkah aku salah lihat? Iya! Pasti seperti itu! Lagi pula, bukannya tadi lampu bar sedang remang? Kutenangkan diriku sejenak di dalam sambil
Baca selengkapnya
Part 5 (Sepenggal Kalimat Misterius)
Sosok asing itu memalingkan kepalanya padaku. Seketika tulang belakangku terasa dingin. Mata kelabu yang tajam itu ibarat mengunci kedua korneaku hingga lumpuh tak berdaya. Bibirnya mengantup rapat sesaat setelah lirik lagu berhenti. Suaranya bagus, nada yang ia nyanyikan tepat tanpa cacat. Sejenak aku mengucapkan pujian atas suara merdu itu di dalam hati. "Kau ...." Kupeluk lenganku yang dingin saat tatapan itu tak berganti bidik sasar. Pemuda bermata elang di hadapanku menggganti posisi duduknya, diangkatnya satu pahanya kemudian meletakkannya di atas bangku taman, sedang kaki yang satunya masih menyentuh tanah. Badannya menghadap persis padaku. Diletakkannya sikunya di sandaran kursi. Sedangkan tangan itu saling mengait antara jemarinya satu dan jemari yang lainnya. "Sedalam itukah rindumu padaku?" Spontan aku melongo. "Huh?" Hanya itu yang mampu mulut ini ucapkan sebagai balasan. Lelaki ini tersenyum sinis. Wajahnya tak sepucat tempo hari.
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status