Beranda / Romansa / Cinta dalam Rahim Sang Madu / Bab 5. Terpaksa Menerima

Share

Bab 5. Terpaksa Menerima

Penulis: MyMelody
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-04 08:49:43

“Kamu tidak perlu tahu kenapa aku melakukan hal ini. Tugasku adalah melahirkan seorang cucu bagi keluargamu," jawabku pelan tapi syarat dengan sindiran.

“Dengan menjual tubuhmu, begitu ‘kah?” tanya Gabriel sinis. Gabriel tidak bisa menyembunyikan pandangan benci dan muak melihat wajahku.

“Kalau kau menyebut itu sebagai ‘jual diri,’ ucapku sambil menggerakkan jari telunjuk dan tengah seperti tanda kutip dua. “Silahkan saja, Tuan sombong dan angkuh.”

Wajah Gabriel memerah mendengar aku menyebutnya sebagai Tuan sombong dan angkuh.

“Sebutkan saja berapa jumlah uang yang kamu terima dari mama?”

“Maaf, aku tidak bisa.”

Hilang sudah kesabaran Gabriel. Dia mencekal lenganku dan menarikku dengan kasar mendekat ke arahnya.

“Heh! Apa kamu sudah tidak punya harga diri lagi sehingga kamu melakukan perbuatan ini dan merusak kebahagiaan kami?”

Aku merasa mataku mulai berkaca-kaca. Dengan sekuat tenaga, aku berusaha keras untuk tidak menangis di depan pria songok satu ini.

“Dasar perempuan murahan!” bentaknya kejam sambil melepaskan cengkramannya pada lenganku.

“Kau boleh memanggilmu apa saja. Tapi aku tidak bisa menarik kembali perjanjianku dengan ibu Ariani.”

Aku menatapnya dengan senyuman tipis di wajah.

“Apakah masih ada hal yang lain yang ingin kamu sampaikan kepadaku selain dari mencaci-makiku?”

Gabriel tidak menjawab. Dia melangkah maju dan mendekatiku.

“Mau apa kamu?” ujarku panik. Aku melangkah mundur. Namun, dia semakin mendekatiku dengan tatapan galak.

Melihat kepanikanku, dia menyeringai dan seperti ingin menyiksa dan mengintimidasiku. 

“Tarik kembali semua perjanjianmu dengan mama. Atau aku akan membuat hidupmu seperti di neraka.”

Aku mendorong bahunya dengan pelan.

“Tuan sombong dan angkuh. Aku ingatkan sekali lagi. Tugasku adalah memberikan cucu untuk ayah dan ibumu.”

“Sudah berapa orang pria yang telah membeli dan menikmati tubuhmu ini?”

Gabriel mengucapkan kata-kata pamungkas itu disertai dengan senyum mencemooh di kedua sudut bibirnya. Namun, dia tersentak kaget melihat cairan kristal yang keluar dari netraku. 

Aku memang hampir menangis dan tidak menyangka kalau dia akan mengucapkan kata-kata yang sangat melukai perasaanku. 

‘Tuhan, kuatkan aku. Mama dan papa membutuhkan biaya pengobatan. Kalau bukan karena itu, aku tidak akan pernah menginjakkan kaki di tempat ini dan bertemu pria sombong, songok, belagu, aarrhhgg, dan lain-lain sebagainya.’

Gabriel  bukannya menyesal dengan ucapannya. Senyum puas terlukis di wajahnya karena telah berhasil mengobrak-abrik hatiku.

‘Semoga gertakanku bisa membuat dia menghentikan permainan gila ini,’ pikir Gabriel.

“Apakah kau sudah selesai mengeluarkan semua unek-unek dan kemarahanmu, Tuan Besar?” tanyaku pelan tapi tajam.

Gariel tersentak kaget karena aku berhasil keluar dari ketidaknyamanan yang

dia telah ia ciptakan. Mungkin dia bingung sekarang dan berpikir kalau aku adalah seorang robot yang tidak punya hati nurani.

Dia menarik tubuhnya menjauh dariku. Sepertinya berdekatan denganku hanya membuat emosinya semakin memuncak.

“Kalian sudah selesai berbicara empat mata, belum?” seru Ibu Ariani dari depan pintu.

Gabriel mengangkat bahunya dan berlalu dari sana. Dia kembali ke ruang tamu dan menghampiri Natalia sedang asyik bermain dengan gawainya. 

Ibu Ariani menghampiriku dan mengajakku masuk. 

“Apakah Gabriel telah berlaku tidak sopan padamu?”

“Tidak, Bu Ariani Dia pria yang baik.”

“Baguslah. Semoga dia juga cepat bekerja sama denganmu dan mendatangkan cucu yang sudah lama kami rindukan.”

Wajahku memerah mendengar ucapan Ibu Ariani.

‘Bagaimana kami mau bekerja sama kalau dia saja begitu membenciku?’

“Ayo, kita makan malam sama-sama, Nona Grace.”

Aku mengangguk sopan dan mengikutinya ke arah ruang makan yang tak kalah luas dari ruang tamu mereka yang megah,

“Gabriel, Natalia! Mama dan papa sudah memutuskan, mulai hari ini Grace akan tinggal bersama kalian."

"Apa???"

Kata-kata mama bagaikan petir yang menggelegar.

“Ma!” sentakku sambil berusaha mengontrol suaraku.

“Keputusan ini memang berat untuk kalian berdua, tapi mama dan papa sudah mempertimbangkan hal ini matang-matang.”

"Tapi agama yang kita anut tidak memperbolehkan seorang pria mempunyai lebih dari satu orang istri, Ma!"

"Siapa bilang kalian akan menikah?" 

"M-maksud Mama?"

"Grace hanya akan meminjamkan rahimnya untuk memberikan cucu bagi keluarga ini."

"Gila! Ini benar-benar ide gila, Ma. Lagipula ini ilegal. Bagaimana kalau sampai diketahui oleh pihak berwajib? Itu semua ada undang-undang yang mengaturnya, Mama!!"

"Ini akan menjadi rahasia keluarga kita. Kita akan menutup hal ini rapat-rapat. Tidak akan pernah ada yang mengetahuinya kalau tidak ada pengkhianat di antara kita."

Gabriel menghembuskan napas kasar. Sepertinya percuma saja dia berdebat dengan kedua orang tuanya saat ini. Gabriel mengenal mereka dengan baik. Didikan mereka sangat keras.

Noah, adik laki-laki Gabriel satu-satunya pun sampai memilih kuliah dan tinggal di luar negeri karena tidak kuat menghadapi ketegasan mama dan papa.

Gabriel menatapku dengan penuh kebencian. 

‘Lihat saja nanti. Mungkin kali ini, aku akan membiarkanmu menang, Nona Pelakor.’

Dia kemudian berbisik dengan pelan kepada Natalia yang duduk di sampingnya di sofa.

“Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

"Turuti saja permintaan mama dan papa. Setelah anak itu lahir kita akan mengusirnya dari kehidupan kita,” bisik Natalia sambil mempertahankan segaris senyum tipis di sudut bibirnya.

Gabriel terdiam sebentar mempertimbangkan usul dari sang istri.

“Baiklah. Aku menyetujui permintaan Mama dan Papa."

Walaupun sempat tercengang sebentar, tapi senyum kebahagiaan terlukis di wajah Ibu Ariani dan Pak Ronald. Mereka langsung berpelukan bahagia.

Aku berusaha untuk tersenyum seadanya. Dengan ekor mataku aku melirik Natalia. Dia ternyata sedang menatapku dengan sebuah senyuman mencibir di kedua sudut bibirnya.

Bersambung…

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (51)
goodnovel comment avatar
Milda Yanti
Yaampun Grace kasian banget kamu udah di hina habis habisan eh skrg cuma di pinjamkan rahim nya tanpa di nikahi ...
goodnovel comment avatar
Kaizan Ragiel Trate
enk di Natali g usah capek2 hamil,dapat ank pula,status masih istri,gmn nasib Grace hubungan nya tanpa status
goodnovel comment avatar
Anie Nhie
Harga diri Grace benar² terasa diinjak² karena menyewakan rahimnya,tapi inilah pengorbanan yg Grace pilih demi kedua orangtuanya, semoga z Grace selalu kuat ya menghadapi sika keras Gabriel dan sinisnya Nathali,,,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   157. Hormon yang Meresahkan

    Aku menahan napas saat layar yang tadinya terkunci, kini terbuka. Dengan tergesa-gesa aku mengetik nomor ponsel Gabriel dan menunggu agar pria itu segera menjawab panggilanku.“Please, angkat panggilanku, Gabriel,” ucapku penuh harap sambil menggigit bibir bawahku dengan kuat. Namun, sampai nada sambung kelima, Gabriel tidak mengangkatnya juga. Kutarik napas dengan wajah tegang, getaran di tanganku semakin menjadi-jadi sampai hampir tak bisa aku kendalikan.“Apa dia sudah tidak peduli padaku lagi?” sungutku kesal sambil menggerak-gerakkan balok kayu yang sudah menjadi senjata andalanku dari tadi. Aku melirik ke arah dua pria yang sudah tidak berkutik alias pingsan. Semoga pukulanku membuat mereka tidur dengan nyenyak sampai Gabriel tiba di sini.Tanpa putus asa, kucoba sekali lagi, berharap agar panggilanku kali ini akan dijawab Gabriel.“Hello!” sapa Gabriel dari seberang sana.H-hello, Gabriel, ini aku Grace.” Suaraku bergetar menahan gejolak sukacita dalam hati karena Gabriel akhir

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   156. Melawan

    Klik, terdengar bunyi kunci diputar dengan pelan dari arah pintu. Aku berdiri tegang dan menunggu dengan waspada, siapa pun yang masuk lewat pintu tersebut.'Apa yang harus aku lakukan?' pikirku panik. Mataku dengan cepat menjelajahi ruangan yang cukup luas itu, lalu pandanganku tertumpu pada sebuah balok kayu di sudut ruangan di dekat pintu masuk. Tanpa berpikir panjang, kulangkahkan kakiku dengan cepat dan meraih balok kayu yang berukuran cukup panjang itu.Dengan tangan gemetar, aku menggengam balok tersebut. Siapa pun yang masuk nanti, aku bersiap untuk melawannya sampai titik napas penghabisan.Pintu terbuka pelan, dan ....Bugh! "Auuuch ...."Pria itu menjerit keras ketika balok kayu dalam genggamanku menghamtam kepalanya secara bertubi-tubi."Hentikan! Dasar wanita sinting tidak tahu diri!" teriaknya sambil berusaha meraih balok kayu dari tanganku. Tentu saja aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Apa pun yang terjadi, aku harus berhasil kabur dari sini. Aku tidak mau kalau

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   155. Pin

    Gabriel berdiri dengan tidak sabar di dalam kantor bagian IT rumah sakit. Saking groginya, kakinya menghentak-hentak lantai dengan gelisah."Bisa dipercepat videonya, Pak? Kalau bisa, ikuti timeline saat aku meninggalkan Grace di mobil.""Sebentar ya, Pak Gabriel. Saya harus meng-unduh dulu file-file dari timeline yang sebelumnya, biar kita tidak menunggu loading yang cukup lama."Gabriel ingin membalas lagi, tapi dia memilih untuk diam dan bersabar. Tangannya mengepal ingin meninju tembok di depannya."Coba berhenti di bagian sini, Pak," ucap Gabriel saat video tiba di timeline ketika dia meninggalkan Grace di mobil."Baik, Pak. Akan saya putar sekarang."Perlahan dengan pasti, video di depannya mulai menunjukkan potongan video dimulai dari Gabriel keluar dari pintu mobil dan berjalan menuju taman. Selang beberapa menit kemudian, Grace keluar dari dalam mobil. Tubuh Gabriel menegang, seandainya Grace bisa mendengarnya saat ini, ingin rasanya dia berteriak di depan layar komputer, men

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   154. Rantai Besi

    Pria itu mendekati dan meraih wajahku. Aroma tubuh dan mulutnya membuat aku ingin muntah. Aku tidak mengenalnya sama sekali. Siapa gerangan pria ini sebenarnya."Diam!! bentaknya kasar.“Kenapa aku harus diam, orang jahat?!” sentakku tak mau kalah."Tutup mulutmu, sebelum aku yang menutupnya."Aku tidak peduli, sekuat tenaga, aku berteriak lagi dengan suara yang lebih keras, dan hasilnya si pria itu menutup mulutku dengan telapak tangannya. Dengan kasar, dia memerintah anak buahnya untuk mengambil lakban dan menempelnya secara sembarangan hanya untuk menutup mulutku yang masih ingin berteriak.“Sekali lagi kamu berteriak, maka aku akan menutup bibir seksimu itu dengan cara yang lebih menyenangkan. Akan kubuat rongga mulutmu penuh dengan ciumanku.”Mendengar ancamannya, aku langsung mual, dasar laki-laki mesum. Siapa sih dia sebenarnya? Perasaan selama ini, aku tidak pernah mempunyai musuh. Kenapa tiba-tiba aku disekap seperti ini?Pria itu berjalan mengelilingi kursi yang aku duduki, s

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   153. Diam!

    "Aku akan mencari tahu siapa kamu sebenarnya," guman Gabriel pelan penuh percaya diri.Ia merapikan jasnya yang sedikit kusut akibat kemarahan tadi, lalu melirik ke jam tangan. ‘Grace pasti sudah menunggu terlalu lama,’ pikirnya. Dengan langkah cepat, ia meninggalkan taman, pikirannya tetap berputar, merencanakan langkah selanjutnya. Taman itu kembali sunyi, hanya suara angin dan dedaunan yang menjadi saksi. Lampu-lampu taman yang redup, seakan memberikan arah kepadanya, ke mana dia harus melangkah.Gabriel mempercepat langkah kakinya, ia sudah tidak sabar lagi untuk menemui Grace. Begitu tiba di tempat parkir, dari kejauhan, dia tidak melihat sosok Grace di jok depan mobil. Jantung Gabriel seperti berhenti berdetak. Tanpa sadar, langkah kakinya terpacu untuk segera tiba di tempat tujuan.“Grace!” teriak Gabriel saat mendapati wanita itu tidak ada dalam mobil. Dengan kalut, Gabriel memeriksa kursi penumpang, berharap kalau Grace sedang bermain petak umpet atau sekedar menakuti dirinya

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   152. Ke mana Dia?

    “Ayo, aku antarkan kamu pulang,” putus Gabriel sambil berdiri di depanku, lalu mengulurkan salah satu tangannya. Begitu aku hendak menyambut uluran tangan Gabriel, tanpa sengaja, aku melihat bayangan seseorang dari balik pohon besar tidak jauh dari tempat kami berdiri.Deg! Perasaanku tidak enak, aku merasa bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikan kami berdua sedari tadi. Kuraih tangan Gabriel dan memberi kode padanya dengan gerakan bibir yang sangat pelan.‘Ada seseorang di belakang pohon yang sedang memperhatikan kita, Gabriel.’ Awalnya, ia terlihat bingung, tapi kemudian, ia memicingkan matanya berusaha membaca gerakan bibirku.‘Coba ulangi apa yang kamu katakan tadi,' bisiknya nyaris tak terdengar.Aku mengulang kembali ucapanku dengan perlahan sampai kulihat Gabriel memahami apa yang aku maksud. Gabriel mengangguk pelan, tatapan matanya menjadi waspada, dan ia langsung melindungiku dengan cara melingkarkan tangannya ke bahuku. Sikapnya sangat protektif seperti itu membuatku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status