"Berhenti di sini Pak.""Iya Mbak." Debi turun dari motor, dan melepas helm yang ia kenakan."Ini ongkosnya Pak.""Iya Mbak, terima kasih.""Iya Pak, sama-sama."Debi yang saat itu buru-buru. Dia langsung berjalan masuk ke dalam kampusnya. Langkah Debi terus berderap dengan riang tanpa beban. Saat itu Debi langsung menuju ruangan dosen pembimbingnya. Debi tidak ingin membuat dosen pembimbingnya menunggu lebih lama. Dari kejauhan. Debi melihat ada banyak sekali mahasiswa yang tengah berkerumun di depan mading. Entah apa yang mereka kerumunan. Debi yang melihat hal itu sampai penasaran. "Mereka sedang melihat pengumuman apa ya? Coba aku ikut melihat pengumuman dulu deh." Debi melangkahkan kakinya mendekati mereka, namun setiap kali Debi melangkah. Saat itu ada banyak sekali pasang mata yang melihat kearahnya. Debi pun menjadi heran melihat itu. "Kenapa orang-orang melihat kearah seperti itu ya? Ada apa memangnya?" bisik Debi dalam hati."Eh, Debi. Ternyata kamu wanita malam ya!" k
Marko berlari, hingga langkahnya sampai di parkiran. Saat itu Marko mengedarkan pandangannya dan mencari Debi bersama sosok laki-laki yang membawanya. "Di mana Debi?"Marko terus mengedarkan pandangannya, tapi tetap saja Marko tidak menemukan keberadaan Debi. Marko semakin cemas dan juga khawatir. Marko takut jika orang yang membawa Debi adalah orang jahat yang ingin melukai Debi. "Aku harus mencari Debi di mana lagi?"Marko yang kelelahan dan juga bingung. Menghentikan langkahnya di tengah parkiran. "Semua ini gara-gara Maya. Aku akan membuat perhitungan sama Maya jika terjadi apa-apa sama Debi." Marko kembali melangkahkan kakinya untuk mencari Maya. CklekLaki-laki yang menolong Debi beranjak dari kursi tunggu saat mendengar suara pintu ruangan Debi terbuka. "Apakah dia baik-baik saja?""Iya Pak, pasien baik-baik saja.""Bagaimana dengan lukanya? Apakah tidak membuat dia kesaktian?""Tidak Pak, kami sudah mengobatinya.""Syukurlah kalau begitu. Apakah saya boleh bertemu dengan
Dengan semangatnya. Debi dan juga Rafa melangkahkan kaki mereka berjalan menuju parkiran klinik. "Tas kamu ada di dalam. Masuklah. Aku akan mengantarkan kamu ke kampus lagi.""Apakah aku tidak merepotkan kamu?""Tidak. Aku sama sekali tidak merasa direpotkan.""Baiklah, kalau kamu memang tidak merasa direpotkan."Debi berjalan masuk ke dalam mobil, begitu juga dengan Rafa. "Ini tas kamu," kata Rafa yang memberikan tas Debi kepada pemiliknya."Terima kasih ya! Sebentar aku ambilkan ponselku dulu."Debi mengambil ponselnya dan membacakan nomor ponselnya. Sementara Rafa tersenyum senang sembari menulis nomor Debi ke dalam ponselnya."Itu nomorku, jika nanti aku sudah punya uang. Aku akan langsung membayar hutangku.""Iya, tidak perlu terlalu dipikirkan.""Iya.""Ya sudah, kita kembali ke kampus lagi ya!""Iya."Rafa menghidupkan mesin mobilnya, dan melajukannya meninggalkan parkiran klinik. Suasana di dalam mobil terasa hening saat Debi maupun Rafa sama-sama diam. Rafa fokus pada jala
Marko yang menjadi penonton pun tersenyum puas. Akhirnya Marko bisa membalas perbuatan Maya kepada Debi."Marko, apakah kamu dalang dibalik semua ini?" tanya Gilang. "Iya, aku yang sudah membuat Maya dalam masalah.""Wah-wah, sepertinya ada yang belum bisa move on nih.""Maksud kamu apa?" tanya Marko dengan alisnya yang naik ke atas. "Kamu belum bisa move on dari Debi kan? Karena itu lah kamu belas dendam kepada Maya.""Tidak usah sok tahu kamu," balas Marko tidak suka. "Wajah kamu tidak bisa berbohong Marko." "Iya, betul itu. Aku setuju kalau Marko sebenarnya belum bisa move on dari Debi," sahut Bagas.Baru saja Marko merasa puas, namun ucapan teman-temannya membuat suasana hati Marko berubah. "Terserah kalian."Marko melangkahkan kakinya berjalan pergi meninggalkan teman-temannya. Melihat itu, teman-teman Marko langsung berjalan mengikutinya.Lidya dan juga Mira yang saat itu berjalan keluar dari dalam kantin. Mereka tidak sengaja melihat kerumunan mahasiswa. Mereka yang merasa
Rafa tersenyum mendengar ucapan Debi. ini pertama kalinya Rafa melihat wanita yang tidak mengambil keuntungan di saat ada seseorang yang ingin membelikannya barang."Tidak apa-apa, tidak usah kamu pikirkan.""Tapi Rafa.....""Ini Mas, bajunya."Ucapan Debi harus terhentikan saat pelayan toko datang mendekati mereka. Pelayan toko itu membawa baju mewah yang sangat bagus. Pasti harganya sangat mahal."Iya Mbak, terima kasih. Ini bajunya biar di coba sama teman saya dulu.""Iya Mas.""Ini Debi, coba dulu.""Tapi Rafa, ini kan baju mahal. Aku beli yang harga murah saja, tidak perlu harga mahal." "Tidak apa-apa. Cepat coba sana.""Tapi Rafa."Rafa menyodorkan baju itu. Debi yang tidak mau. Terpaksa menerima baju itu dan langsung menuju ruang ganti. Setelah Debi mengganti baju kotornya dengan baju baru. Debi melangkahkan kakinya berjalan keluar dari dalam ruang ganti. Tidak ketinggalan pula, Debi membawa baju kotornya tadi yang ia taruh di kantong plastik. Debi memberikan tatapan lucu pada
"Ih, Marko. Kamu kok malah mengabaikan aku sih.""Kamu bisa gak sih ngomong seperti itu tidak di tempat umum? Apa kamu lupa perjanjian yang sudah kita buat?""Kenapa? Kamu tidak terima kalau Debi mendengarnya?""Tidak usah bawa-bawa Debi. Ini masalah kamu yang tidak mengingat perjanjian yang sudah kita buat.""Habisnya aku kesal sama kamu, Marko. Lihat, gara-gara kamu menyuruhku mencari kunci mobil kamu di toilet cowok. Aku jadi terluka seperti ini, dan kamu sama sekali tidak mengkhawatirkan aku.""Itu salah kamu sendiri yang tidak mau hati-hati." "Kok salahku sih. Jelas-jelas kamu yang salah." Marko yang lelah menghadapi Maya, membuat Marko melangkahkan kakinya pergi. "Marko, kamu mau kemana? Aku belum selesai bicara sama kamu."Meski Marko mendengar suara teriakan Maya, namun Marko memilih untuk terus melangkahkan kakinya."Sepertinya tebakanku benar," kata Lidya yang berjalan mendekati Maya bersama Mira."Maksud kamu, tebakan kamu benar bagaimana?""Kalau Marko itu tidak pernah s
Obrolan Debi dan juga Rafa terhenti saat pesan mereka datang. Saat itu lagi-lagi Debi mendapatkan tatapan tak bersahabat dari pelayan yang mengantarkan pesanan. Debi menjadi tidak nyaman."Kamu lihatkan, teman kerjaku melihat aku dengan tatapan tak bersahabat?""Abaikan mereka, dan sekarang minum lah."Rafa memberikan segelas minuman yang sengaja ia pesankan untuk Rafa. Meski awalnya Debi merasa tidak nyaman, namun setelah mendengar cerita Rafa. Debi sibuk ngobrol dengan Rafa. Tidak ketinggalan pula. Mereka menyelanginya dengan candaan. Tap tap tapMarko melangkahkan kakinya berjalan masuk ke dalam club. Marko tidak sendiri, karena di belakangnya ada tiga temannya yang mengikutinya.Marko terus melangkahkan kakinya untuk mencari tempat favoritnya di tempat itu. Yah, itu karena Marko dan teman-temannya seiring datang ke sini. Belum sampai Marko di tempat favoritnya. Marko menghentikan langkahnya, membuat ketiga temannya menjadi bingung."Ada apa Marko? Kenapa kamu menghentikan langkah
"Kamu masih mau minum Marko?" tanya Bima yang menyadarkan Marko dari lamunannya."Sepertinya kamu senang melihat aku diomelin Om Rafa."Huh, Bima menghela nafas panjang. Lagi-lagi dia salah berucap di depan Marko. Sementara yang lainnya tersenyum melihat Bima diomelin. Tap tap tap"Debi.""Iya Kak Renata, ada apa?" "Katanya yang lain, tadi kamu menemani Pak Juna minum. Apakah itu benar?""Enggak kok Kak, tadi aku menemani temanku kuliah yang bernama Rafa." "Oh, berati yang dikatakan anak-anak salah ya!""Mungkin mereka salah informasi Kak.""Iya, mungkin saja. Ya sudah, ayo kita lanjut bekerja.""Iya Kak."Debi kembali bekerja. Langkahnya berderap ke sana kemari mendatangi meja pengunjung. Debi melakukan pekerjaannya dengan semangat dan juga senyuman.Tanpa Debi sadari. Seseorang yang tengah duduk di pojok ruangan tengah memperhatikan Debi. Mereka seseorang itu tidak hanya memeprhatikan, tapi juga membicarakan Debi dengan teman-temannya."Kamu lihat pelayan baru itu?""Iya, aku meli