Home / Romansa / Cinta dan Impian / Perasaan Gelisah

Share

Perasaan Gelisah

Author: Nazila 12
last update Last Updated: 2021-09-07 22:20:12

Setelah puas menumpahkan kesedihannya. Debi berdiri dari duduknya. Debi melihat bayangannya di cermin. Berantakan dan penuh linangan air mata. Debi membasuh wajahnya dengan air dan berusaha menghilangkan bekas air matanya. Setelah dirasa bersih. Debi memperbaiki penampilannya dan langsung berjalan keluar dari dalam toilet dengan membawa tas dan tumpukan skripsinya. 

Cklek

Sepasang mata Debi menangkap sosok laki-laki yang tengah berdiri di depan pintu toilet wanita. Laki-laki itu terkejut saat tiba-tiba Debi membuka pintu.

"Marko?" tanya Debi. 

"Aku ingin pergi ke toilet laki-laki, tapi aku ternyata salah toilet," balasnya tanpa memalingkan wajah dan langsung melangkahkan kaki.

"Marko," panggil Debi yang membuat Marko menghentikan langkahnya, namun tetap tidak mengalihkan pandangannya.

"Ada hal yang ingin aku bicarakan sama kamu?" sambung Debi yang terdengar serius.

"Bicara apa?"

"Kamu kenapa Marko? Kenapa kamu seperti menghindariku kayak gitu?" 

"Bukankah kamu sendiri yang ingin aku menghindari kamu?" 

"Aku tidak pernah meminta kamu untuk menghindari aku, Marko. Aku hanya tidak bisa menerima cinta kamu."

"Bukankah itu sama saja kamu menginginkan aku menjauhi kamu?" balas Marko yang sedikitpun tak memalingkan wajahnya.

"Marko, itu tidak sama. Aku hanya menolak cinta kamu, bukan memutus persahabatan kita," kata Debi yang masih belum menyerah untuk menjelaskan.

"Lalu, kamu senang melihat aku menderita dengan mempertahankan persahabatan ini?" 

Deg

Debi terdiam saat mendengar ucapan Marko yang seolah seperti memojokkannya. Yah, Debi bisa merasakan betapa kecewanya Marko kepadanya dari setiap ucapannya.

"Ya Tuhan, apakah aku terlalu egois tanpa memikirkan perasaan Marko? Tapi, aku benar-benar tidak ingin persahabatan yang kita bangun sejak dulu hancur begitu saja. Ya Tuhan, aku harus bagaimana?" bisik Debi dalam hati. 

"Sudahlah Debi, lebih baik kita jalan sendiri-sendiri saja. Aku berharap, kamu ataupun aku sama-sama tidak saling mengganggu kehidupan masing-masing," kata Marko yang saat itu langsung melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Debi seorang diri. 

Deg

Debi terdiam di tempatnya mendengar perkataan Marko. Perkataan Marko begitu terasa menyakitkan. Yah, Debi tidak ingin mengakhiri persahabatan mereka, namun Debi juga tidak bisa memaksakan keinginan Marko. 

"Ya Tuhan, seperti inikah rasanya kehilangan sahabat yang begitu dekat? Rasanya sangat menyakitkan."

Debi menghapus air matanya yang mulai berjatuhan menggenangi kedua pipinya. 

"Kamu harus tegar dan kuat Debi. Harus," kata Debi menyemangati diri.

Debi melangkahkan kakinya kembali, dan keluar dari area toilet.

Rasa lapar yang sempat Debi rasakan. Kini rasanya sudah tidak terasa lagi. Debi mengurungkan niatnya untuk ke kantin, dan lebih memilih untuk pulang. Yah, mungkin saat ini lebih baik menyendiri untuk menyembuhkan perasaan sedih. 

Lagi-lagi Debi berpas-pasan dengan Marko di parkiran. Marko tidak sendirian. Ada ketiga temannya yang sedang menemaninya. Biasanya jika mereka berkumpul seperti itu. Debi akan ikut bergabung dan berbagi cerita ataupun canda bersama mereka, namun sekarang rasanya beda tak lagi sama. Debi melihat ketiga teman Marko yang melihat kearahnya tanpa ada niatan ingin menyapa seperti biasanya. Sementara Marko, sibuk dengan ponselnya. 

"Sudahlah Debi, lebih baik kamu terima keputusan Marko meski rasanya sangat sakit," bisik Debi dalam hati. 

Debi mengabaikan mereka dan melangkahkan kakinya kembali. 

"Kamu dan Debi beneran sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi? Meskipun hanya sekedar sahabat?" tanya Bima.

"Tidak," balas Marko yang tetap sibuk dengan ponselnya.

"Kamu yakin ingin memutus hubungan dengannya?" 

"Iya."

"Apakah kamu bisa tanpanya?"

Mendengar ucapan Bima, Marko langsung melihat Bima dengan tatapan tak bersahabat.

"Maksudnya kan kamu dan Debi sudah bersahabat lama. Takutnya, kamu akan tersakiti karena masalah ini," sambung Bima memperjelas.

"Aku sudah memikirkannya, dan itu keputusan final," balas Marko tanpa ingin diganggu gugat. 

"Baiklah, sebagai teman kami hanya bisa mendukung keputusan kamu," sahut Gilang sembari memegang pundak Marko. 

"Terima kasih." 

Setelah Debi membayar ongkos angkutan umum. Debi berjalan keluar. Angkutan umum itu pun berlalu meninggalkan Debi yang masih berdiri di pinggir jalan raya. Yah, Debi ingat betul. Sebelum terjadinya konflik antara ia dan Marko. Debi selalu pulang diantar Marko, dan baru kali ini Debi merasakan naik angkutan umum. Sepertinya, kebiasaan ini akan menjadi kebiasaannya setiap hari nantinya. 

Debi tersenyum kecut membayangkan setiap kenangannya bersama Marko. 

"Sudahlah Debi, lebih baik kamu fokus mengejar mimpi. Jangan perdulikan hati kamu, yang hanya akan menghambat kesuksesan kamu," kata Debi yang saat itu langsung melangkahkan kakinya.

Setelah cukup lama masuk ke dalam gang. Akhirnya Debi sampai di depan kos-kosannya. 

Cklek

Debi berjalan masuk ke dalam kos-kosannya. Tidak ada yang ingin Debi lakukan, karena itulah Debi langsung menuju kamarnya.

Debi membuang tas dan tumpukkan skripsinya begitu saja. Debi langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Entahlah, apa yang ingin Debi lakukan saat ini. Hatinya sangat kacau sampai Debi malas mau melakukan apapun.

"Kenapa perasaanku sampai segininya. Aku ini kenapa sih? Apa karena Marko memutus hubungan persahabatan aku sampai seperti ini," kata Debi frustasi. 

Saat ini Debi tengah bingung, resah dan perasaan yang berkecamuk. Sebenarnya Debi mengetahui keresahannya saat ini karena masalahnya dengan Marko, namun Debi berulang kali menyangkalnya. Debi menipu perasannya dengan tetap bersikap baik-baik saja. 

"Mungkin dengan memasak aku bisa menenangkan pikiranku," kata Debi yabg langsung bangun dari tidurnya. 

Debi berjalan keluar dari dalam kamarnya dan langsung menuju dapur. 

Tap tap tap

Dengan senyuman bahagia. Maya berjalan mendekati seseorang yang saat ini tengah menunggunya di halaman kampus.

"Maaf, sudah membuat kamu menunggu lama," kata Maya yang masih tetap dengan senyumannya. 

"Iya, tidak apa-apa."

"Kenapa kamu ingin bertemu denganku? Memangnya ada yang ingin kamu katakan kepadaku?" 

"Iya, ada."

"Apa?" tanya Maya tidak sabar. 

"Kita jadian." 

Brakkkk

"Auwww," kata Debi saat tangannya tidak sengaja terkena penggorengan. 

Debi berjongkok dan mengambil sendok yang tadinya tidak sengaja ia jatuhkan. Debi kembali menaruh sendok yang ia jatuhkan tadi di tempatnya.

"Kenapa aku sampai ceroboh gini ya!" kata Debi sembari mengambil salep yang biasa ia persiapkan di dalam dapur. Debi mengolesi luka di tangannya agar tidak sampai membekas. 

"Kenapa tiba-tiba perasaanku tidak enak ya! Apa yang sedang terjadi ya!" sambung Debi lagi.

Yah, perasaan Debi saat ini benar-benar tidak menentu. Debi merasa ada sesuatu yang sakit di dalam dadanya, namun Debi tidak tahu perasaan apa itu. Debi terus menerka-nerka, namun tetap saja Debi tidak menemukan jawabannya. 

"Ka-kamu tidak bercanda kan Marko?" tanya Maya terkejut. 

Bagaimana tidak, padahal dulu Maya mengejar-ngejar Marko dan terus berusaha mendekati Marko dengan cara apapun, namun saat itu Marko selalu mengabaikannya, tapi kali ini tiba-tiba Marko mendatanginya dan mengatakan sesuatu yang membuat Maya sangat shock.

"Aku......." 

Maya menunggu jawaban Marko yang membuat jantungnya terus berdebar-debar. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta dan Impian   Renata Cemburu

    "Dia apa Renata? Jawab!!!!!" Deg Renata terkejut saat Rafa membentaknya. Renata melihat Rafa tak percaya. Ini pertama kalinya Renata melihat Rafa membentaknya, dan itu dia lakukan karena Debi. Renata sedih. Renata semakin membenci Debi saat itu. "Malah diam. Ayo jawab." "Pak Rafa, sudah Pak. Semua ini salah saya." "Mana bisa aku membiarkan orang yang hampir saja melukai kamu, Debi." "Tapi ini salah saya, Pak. Kak Renata tidak salah. Tidak sepantasnya Kak Renata dimarahi seperti ini." "Tidak. Dia memang pantas dimarahi seperti ini."Hati Renata semakin dibalut luka. Mendengar setiap ucapan yang keluar dari mulut Rafa, laki-laki yang sangat ia cintai. Begitu sakit rasanya. Bahkan, Renata sangat mencemburui itu. Renata sampai tidak sanggup melihat pemandangan di hadapannya. "Kenapa diam? Jawab alasannya apa tadi?""Maaf Pak Rafa, saya salah." "Nah, gitu dong. Kalau salah ya minta maaf. Sekarang minta maaf sama Debi." "Baik Pak Rafa," balas Renata yang mengalihkan pandangannya.

  • Cinta dan Impian   Jatuh Cinta

    "Ini Sapu tangan Om, Marko." DegMarko terkejut mendengar ucapan omnya. Saking terkejutnya Marko sampai bengong. "Terima kasih ya sudah menemukan sapu tangan Om," sambung Rafa. Rafa tersenyum, namun tak mendapatkan respon dari keponakannya. Rafa tak memperdulikan itu, dia memilih kembali melangkahkan kakinya. Marko tertegun di tempatnya. Ucapan omnya terus terngiang-ngiang di telinganya. Rasanya Marko tak percaya dengan yang didengarnya tadi. "Jika yang aku temukan tadi sapu tangan Om Rafa. Berarti yang menolong Debi?"Perasaan Marko tak karuan. Marko cemas dan juga khawatir. Yah, Marko tidak mau yang ditakutkannya akan benar terjadi. "Enggak, enggak mungkin. Pasti hanya kebetulan saja. Siapa tahu Om Rafa ke kampusku hanya untuk jalan-jalan. Om Rafa kan memang suka kayak gitu. Iya, pasti benar seperti itu." BrukkkkRafa menghempaskan badannya di tempat tidur. Hemzzztttt, nyaman sekali. Tangan Rafa meraih benda pipih yang ada di dalam saku bajunya. "Kira-kira Debi lagi ngapain y

  • Cinta dan Impian   Jadian

    "Debi."DegDebi terkejut saat tiba-tiba mendengar seseorang memanggilnya. Ternyata itu Rafa yang saat ini berdiri di depannya."Kamu sedang mikirin apa Debi?""Tidak sedang mikirin apa-apa kok Pak.""Enggak sedang mikirin apa-apa kok sampai enggak denger aku panggil dari tadi.""Iya, itu karena kurang konsentrasi aja Pak," balas Debi tersenyum malu. "Kalau ada masalah cerita ya. Jangan dipendam sendiri. Gak baik buat kesehatan mental." "Iya Pak, tapi aku tidak sedang ada masalah kok Pak." "Alhamdulillah kalau begitu " "Iya Pak.""Ya sudah, aku antar pulang kamu sekarang ya." "Iya Pak Rafa." Dengan jalan berdampingan. Debi dan Rafa berjalan keluar dari dalam rumah makan. Hari ini jalanan beraspal tak seramai biasanya. Mobil yang Debi tumpangi bebas hambatan tanpa macet sedikitpun. Meski ada pemandangan yang bisa menyejukkan mata Debi di sepanjang jalan. Namun hal itu tak mengalihkan Debi dari lamunannya. "Ya Tuhan, bagaimana ini? Apakah aku bilang saja sama Rafa ya. Kalau aku

  • Cinta dan Impian   Sapu Tangan

    "Debi, kamu tidak usah khawatir. Semua sudah.......""Tolong." Deg Jantung Rafa berdegup kencang saat Debi memeluknya. Tangan Rafa bergetar membalas pelukan Debi padanya. "Jangan takut. Ada aku yang akan menolongmu." Debi semakin mengeratkan pelukannya, begitu pun Rafa sebaliknya.Debi mulai tenang. Seiring itu Debi mulai melepaskan pelukannya. Debi melihat Rafa yang tersenyum kepadanya. "Maaf.""Tidak apa-apa, jika kamu butuh sandaran. Bahuku siap untuk kamu buat sandaran.""Kenapa kamu begitu baik padaku. Padahal aku jahat. Aku sudah menolak cintamu." "Kamu tidak jahat. Kamu punya hak untuk menolak cinta laki-laki yang tidak kamu cintai." "Tapi bukankah seharusnya kamu membenciku? Menjauhiku? Seperti mereka yang melakukan itu padaku." "Tidak ada alasan bagiku untuk menjauhimu. Aku mencintaimu, tapi bukan berarti kamu harus menerima cintaku juga. Inilah yang dinamakan dewasa." Debi melihat Rafa takjub. Dia laki-laki yang sangat baik padanya. Bahkan pemikirannya pun juga sang

  • Cinta dan Impian   Maya Ditangkap Polisi

    "Pak Rafa." Rafa menghentikan langkahnya. Ia membalikkan badannya dan melihat Debi dan Doni berjalan mendekatinya. "Terima kasih ya Pak sudah menolong saya." ."Iya Debi, sama-sama. Tapi kamu tidak kenapa-kenapa kan?" "Iya Pak, saya tidak kenapa-kenapa kok.""Syukurlah kalau begitu," balas Rafa lega. Entah perasaan apa yang tiba-tiba menyelimuti hati Debi. Rasanya Debi begitu nyaman. Bahkan Debi merasa aman saat berada di dekat Rafa. Mungkinkah ini cinta? Entahlah, hati Debi tak berhenti bertanya.Tanpa Debi dan yang lainnya sadari. Renata yang sedari tadi berdiri di depan pintu bar. Tak berhenti mengepalkan tangannya. Renata tidak suka melihat pemandangan di depannya. Apalagi melihat perhatian Rafa yang terlihat jelas untuk Debi. Renata pun cemburu dibuatnya. "Dasar enggak tahu terima kasih," ucapnya yang langsung pergi dari sana. Malam pun semakin larut. Bar pun juga mulai sepi, saat jam tutup telah tiba. Semua karyawan menuju loker untuk mengambil barang-barang milik mereka.

  • Cinta dan Impian   Debi Dipermalukan

    Deg Debi terkejut saat Doni memanggilnya. Ya Tuhan, tubuh Debi bergetar hebat. Pasti Maya mendengarnya. Debi semakin tak berkutik di tempatnya. "Oh, ternyata kamu."Tubuh Debi langsung gemetaran. Perasaan takut pun memenuhi hatinya. Debi seperti trauma akan kejadian penusukan waktu itu. "Masih hidup kamu. Aku kira udah mati," sambung Maya yang diikuti gelak tawa. Debi tetap diam tanpa ingin merespon mereka. "Tuli ya kamu!!!!!" bentak Maya membuat mereka yang ada di sekitar sana pun menjadi mereka pusat perhatian. Tak terkejut Doni yang terlihat terkejut dan juga penasaran. "Maaf Maya, aku mau bekerja," balas Debi yang langsung turun dari tempat duduknya. BrukkkkDebi yang hendak berjalan pun terjatuh saat Maya menjagal kakinya. "Mau kemana kamu? Takut ya kalau pekerjaan kamu ini sampai terbongkar sama kita." "Aku enggak ada urusan sama kalian," balas Debi sembari berdiri. Debi kembali melangkahkan kakinya, namun lagi-lagi Maya menjagal kakinya, dan Debi pun terjatuh kembali.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status