แชร์

Perangko Berjalan

ผู้เขียน: Nazila 12
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2022-06-15 00:16:26

Maya masih menunggu, namun Marko tak kunjung juga memberikan jawaban.

"Aku apa Marko?"

"A-aku tidak sedang bercanda. Aku serius dengan ucapanku."

"Benarkah?"

Maya kegirangan mendengar jawaban Marko, namun tidak dengan Marko yang hanya tersenyum kecut.

"Ini demi Debi, Marko. Lakukan sandiwara ini agar Maya percaya," bisiknya.

Maya tak hentinya tersenyum senang. Bahkan Marko bisa melihat hal itu.

"Aku akan memberitahu teman-temanku kalau aku sama kamu sudah jadian."

"U-untuk apa kamu memberitahu mereka? Apakah tidak sebaiknya kita merahasiakan hal ini?"

Marko panik jika sampai Maya memberitahu hal ini kepada teman-temannya. Bukan tidak mungkin, kabar ini akan menyebar, dan yang paling Marko takutkan. Kabar ini sampai terdengar Debi.

"Biar semua orang tahu kalau kita sudah jadian."

"Aku rasa itu tidak perlu Maya."

"Kenapa? Kamu tidak ingin mengakui aku sebagai pacar kamu? Atau jangan-jangan kamu jadian denganku karena ada maksud tertentu?"

Maya melihat Marko penuh selidik. Meski awalnya Marko sempat panik, namun Marko buru-buru menenangkan dirinya.

"Maksud apa maksud kamu? Aku tidak punya maksud apa-apa selain ingin jadian sama kamu. Jika kamu tidak suka dengan usulanku. Tidak apa-apa, mungkin kita tidak perlu jadian."

Setelah mengucapkan itu, Marko melangkahkan kakinya.

"Marko, tunggu."

Maya menarik tangan Marko, yang membuat Marko menghentikan langkahnya.

"Jangan marah dulu Marko. Aku kan hanya khawatir saja. Kalau kamu memang serius sama aku, aku tidak akan bilang sama teman-temanku kok. Asal kita pacaran ya!"

Maya menggenggam tangan Marko. Tatapannya mengisyaratkan penuh permohonan. Marko melukiskan senyumannya semanis mungkin. Rasanya digenggam oleh Maya seperti ini, membuat Marko ingin sekali menarik tangannya.

"Iya, kita tetap jadian. Tapi jangan bilang sama siapa-siapa ya! Termasuk teman kamu."

"Iya, aku tidak akan bilang sama mereka kok."

"Kalau gitu bisa kamu lepas tanganku ini?"

Lagi-lagi Marko memberikan senyuman termanisnya. Meski itu hanya sebuah kebohongan belaka.

"Kenapa sih, aku kan menggenggam tangan pacarku sendiri."

Maya semakin erat menggenggam tangan Marko. Tidak hanya itu saja, Maya juga mulai mendekatkan badannya. Saat Maya hampir memeluk Marko. Tiba-tiba suara ponsel Marko berbunyi.

"Aku angkat telpon dulu ya!"

Marko segera menarik tangannya. Setelah Marko mengambil ponselnya. Marko bergegas menjauhkan dirinya dari Maya.

"Untung kamu menelponku Bima."

"Ada apa Marko? Suara kamu seperti sedang dikerjar-kejar sama seseorang?"

"Aku tidak hanya dikejar-kejar sama seseorang, tapi aku juga dikurang."

"Dikurung? Dikurung bagaimana maksud kamu?"

"Sudahlah, kamu tidak usah banyak bertanya. Kamu ada apa menelponku?"

"Oh ini, aku mau tanya sama kamu. Anak-anak mau pulang, kamu mau pulang bareng atau pulang sendiri?

"Jelas bareng lah. Tunggu aku, aku akan segera ke sana."

Marko memutuskan panggilan sepihak. Marko melangkahkan kakinya mendekati Maya.

"Marko, nanti kita pulang bareng ya!" kata Maya saat menyadari kedatangan Marko.

"Maaf Maya, aku tidak bisa. Aku sudah ditunggu sama anak-anak."

"Yah, padahal aku pingin banget pulang bareng sama kamu."

"Mungkin lain waktu kita bisa pulang bareng. Sudah ya! Aku pergi dulu."

Marko melangkahkan kakinya berjalan pergi meninggalkan Maya.

Langkah Marko terus berderap menuju parkiran. Yah, karena saat ini teman-temannya sudah menunggunya di sana.

"Marko!" panggil Bima dari kejauhan. Marko mengangguk dan berjalan mendekatinya.

"Huh, untung saja aku bisa terlepas dari prangko berjalan."

"Kamu ini kenapa sih Marko. Datang-datang kayak habis lari maraton," tanya Gilang heran.

"Tahu tuh, tadi apa coba maksudnya dikurung?"

"Sudahlah, kalian tidak perlu banyak bertanya. Ayo kita pulang. Nanti kalau ketemu prangko berjalan. Bahaya."

Meski ketiga teman Marko merasa bingung dengan ucapan Marko. Mereka tetap mengikuti Marko yang berjalan masuk ke dalam mobil.

Setelah berjibaku di dalam dapur. Akhirnya sepiring nasi goreng Debi hidangkan di atas piring. Debi membawa masakannya keluar dari dalam dapur.

"Emz, pasti enak ini."

Debi menghirup aroma lezat yang menguar dari nasi goreng buatannya. Debi duduk di depan televisi. Saat Debi hendak menikmati sesendok nasi goreng. Tiba-tiba Debi teringat dengan Marko.

"Marko sangat menyukai nasi goreng buatanku. Kalau dia ada di sini, pasti dia akan langsung menghabiskannya."

Debi tidak lagi berselera makan. Debi menyokong dagunya. Pikiran Debi kembali memikirkan kejadian saat di kampus tadi.

"Ya Tuhan, aku kira aku akan kuat meski tanpa Marko di sampingku. Ternyata aku salah, aku hanya wanita yang pura-pura tegar dan kuat."

Tes tes tes

Dan lagi, air mata Debi berjatuhan. Debi baru merasakan. Ternyata semenyiksa ini rasanya jika itu berhubungan dengan perasaan.

"Kamu tidak boleh menangis. Kamu pasti bisa Debi. Karena kamu wanita kuat dan tangguh."

Tok tok tok

Debi buru-buru menghapus air matanya saat mendengar suara pintu diketuk. Debi diam, mungkin ia salah dengar.

Debi kembali mendengar suara pintu diketuk, dan kali ini Debi mendengarnya diiringi suara seseorang. Debi beranjak dari duduknya untuk membukakan pintu.

Cklek

Pintu pun terbuka, dan memperlihatkan seseorang yang saat ini tengah berdiri di depan pintu.

"Bu Maurin."

"Mana uang kosnya? Saya tidak mau mendengar lagi kamu akan mengusahakannya."

"Maaf Bu Maurin. Saat ini saya benar-benar tidak punya uang untuk bayar uang kos, tapi setelah gajian, saya akan langsung membayarnya."

"Tidak bisa. Kalau kamu tidak bisa bayar kos, lebih baik kamu pergi dari sini."

"Jangan usir saya dari sini Bu Maurin. Kalau saya tidak tinggal di sini, saya mau tinggal di mana?"

"Itu bukan urusan saya. Urusan saya hanya meminta uang kos yang sudah menunggak dua bulan."

"Berikan saya waktu Bu Maurin. Secepatnya saya akan mengusahakannya."

"Beri waktu terus. Saya sampai bosan mendengar kamu bicara seperti itu. Sudahlah, kalau tidak punya uang. Lebih baik pergi dari sini. Masih banyak yang mau tinggal di kos-kosan saya."

"Saya mohon Bu Maurin. Saya janji, minggu ini saya akan membayarnya."

Debi memohon dengan wajah penuh iba. Yah, Debi tidak ingin sampai diusir dari sana, dan menjadi gelandangan di pinggir jalan.

"Baik, saya akan memberi kamu waktu satu minggu, tapi kalau sampai lebih dari satu minggu kamu tidak juga membayar kos. Saya tidak akan segan-segan mengusir kamu dari sini."

"Iya Bu Maurin. Saya janji, sebelum satu minggu saya sudah membayar uang kos."

"Iya. Saya harap kamu tidak membohongi saya."

Setelah mengucapkan itu, Bu Maurin melangkahkan kakinya pergi.

Debi menutup pintu kamarnya. Debi tak langsung beranjak dari tempatnya. Debi duduk di depan pintu dengan tangannya menyangga kepalanya yang terasa pusing.

"Ya Tuhan, baru saja aku mendapatkan masalah dengan Marko. Dan sekarang masalah baru datang lagi. Kenapa hidupku penuh dengan masalah setiap harinya?"

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Cinta dan Impian   Renata Cemburu

    "Dia apa Renata? Jawab!!!!!" Deg Renata terkejut saat Rafa membentaknya. Renata melihat Rafa tak percaya. Ini pertama kalinya Renata melihat Rafa membentaknya, dan itu dia lakukan karena Debi. Renata sedih. Renata semakin membenci Debi saat itu. "Malah diam. Ayo jawab." "Pak Rafa, sudah Pak. Semua ini salah saya." "Mana bisa aku membiarkan orang yang hampir saja melukai kamu, Debi." "Tapi ini salah saya, Pak. Kak Renata tidak salah. Tidak sepantasnya Kak Renata dimarahi seperti ini." "Tidak. Dia memang pantas dimarahi seperti ini."Hati Renata semakin dibalut luka. Mendengar setiap ucapan yang keluar dari mulut Rafa, laki-laki yang sangat ia cintai. Begitu sakit rasanya. Bahkan, Renata sangat mencemburui itu. Renata sampai tidak sanggup melihat pemandangan di hadapannya. "Kenapa diam? Jawab alasannya apa tadi?""Maaf Pak Rafa, saya salah." "Nah, gitu dong. Kalau salah ya minta maaf. Sekarang minta maaf sama Debi." "Baik Pak Rafa," balas Renata yang mengalihkan pandangannya.

  • Cinta dan Impian   Jatuh Cinta

    "Ini Sapu tangan Om, Marko." DegMarko terkejut mendengar ucapan omnya. Saking terkejutnya Marko sampai bengong. "Terima kasih ya sudah menemukan sapu tangan Om," sambung Rafa. Rafa tersenyum, namun tak mendapatkan respon dari keponakannya. Rafa tak memperdulikan itu, dia memilih kembali melangkahkan kakinya. Marko tertegun di tempatnya. Ucapan omnya terus terngiang-ngiang di telinganya. Rasanya Marko tak percaya dengan yang didengarnya tadi. "Jika yang aku temukan tadi sapu tangan Om Rafa. Berarti yang menolong Debi?"Perasaan Marko tak karuan. Marko cemas dan juga khawatir. Yah, Marko tidak mau yang ditakutkannya akan benar terjadi. "Enggak, enggak mungkin. Pasti hanya kebetulan saja. Siapa tahu Om Rafa ke kampusku hanya untuk jalan-jalan. Om Rafa kan memang suka kayak gitu. Iya, pasti benar seperti itu." BrukkkkRafa menghempaskan badannya di tempat tidur. Hemzzztttt, nyaman sekali. Tangan Rafa meraih benda pipih yang ada di dalam saku bajunya. "Kira-kira Debi lagi ngapain y

  • Cinta dan Impian   Jadian

    "Debi."DegDebi terkejut saat tiba-tiba mendengar seseorang memanggilnya. Ternyata itu Rafa yang saat ini berdiri di depannya."Kamu sedang mikirin apa Debi?""Tidak sedang mikirin apa-apa kok Pak.""Enggak sedang mikirin apa-apa kok sampai enggak denger aku panggil dari tadi.""Iya, itu karena kurang konsentrasi aja Pak," balas Debi tersenyum malu. "Kalau ada masalah cerita ya. Jangan dipendam sendiri. Gak baik buat kesehatan mental." "Iya Pak, tapi aku tidak sedang ada masalah kok Pak." "Alhamdulillah kalau begitu " "Iya Pak.""Ya sudah, aku antar pulang kamu sekarang ya." "Iya Pak Rafa." Dengan jalan berdampingan. Debi dan Rafa berjalan keluar dari dalam rumah makan. Hari ini jalanan beraspal tak seramai biasanya. Mobil yang Debi tumpangi bebas hambatan tanpa macet sedikitpun. Meski ada pemandangan yang bisa menyejukkan mata Debi di sepanjang jalan. Namun hal itu tak mengalihkan Debi dari lamunannya. "Ya Tuhan, bagaimana ini? Apakah aku bilang saja sama Rafa ya. Kalau aku

  • Cinta dan Impian   Sapu Tangan

    "Debi, kamu tidak usah khawatir. Semua sudah.......""Tolong." Deg Jantung Rafa berdegup kencang saat Debi memeluknya. Tangan Rafa bergetar membalas pelukan Debi padanya. "Jangan takut. Ada aku yang akan menolongmu." Debi semakin mengeratkan pelukannya, begitu pun Rafa sebaliknya.Debi mulai tenang. Seiring itu Debi mulai melepaskan pelukannya. Debi melihat Rafa yang tersenyum kepadanya. "Maaf.""Tidak apa-apa, jika kamu butuh sandaran. Bahuku siap untuk kamu buat sandaran.""Kenapa kamu begitu baik padaku. Padahal aku jahat. Aku sudah menolak cintamu." "Kamu tidak jahat. Kamu punya hak untuk menolak cinta laki-laki yang tidak kamu cintai." "Tapi bukankah seharusnya kamu membenciku? Menjauhiku? Seperti mereka yang melakukan itu padaku." "Tidak ada alasan bagiku untuk menjauhimu. Aku mencintaimu, tapi bukan berarti kamu harus menerima cintaku juga. Inilah yang dinamakan dewasa." Debi melihat Rafa takjub. Dia laki-laki yang sangat baik padanya. Bahkan pemikirannya pun juga sang

  • Cinta dan Impian   Maya Ditangkap Polisi

    "Pak Rafa." Rafa menghentikan langkahnya. Ia membalikkan badannya dan melihat Debi dan Doni berjalan mendekatinya. "Terima kasih ya Pak sudah menolong saya." ."Iya Debi, sama-sama. Tapi kamu tidak kenapa-kenapa kan?" "Iya Pak, saya tidak kenapa-kenapa kok.""Syukurlah kalau begitu," balas Rafa lega. Entah perasaan apa yang tiba-tiba menyelimuti hati Debi. Rasanya Debi begitu nyaman. Bahkan Debi merasa aman saat berada di dekat Rafa. Mungkinkah ini cinta? Entahlah, hati Debi tak berhenti bertanya.Tanpa Debi dan yang lainnya sadari. Renata yang sedari tadi berdiri di depan pintu bar. Tak berhenti mengepalkan tangannya. Renata tidak suka melihat pemandangan di depannya. Apalagi melihat perhatian Rafa yang terlihat jelas untuk Debi. Renata pun cemburu dibuatnya. "Dasar enggak tahu terima kasih," ucapnya yang langsung pergi dari sana. Malam pun semakin larut. Bar pun juga mulai sepi, saat jam tutup telah tiba. Semua karyawan menuju loker untuk mengambil barang-barang milik mereka.

  • Cinta dan Impian   Debi Dipermalukan

    Deg Debi terkejut saat Doni memanggilnya. Ya Tuhan, tubuh Debi bergetar hebat. Pasti Maya mendengarnya. Debi semakin tak berkutik di tempatnya. "Oh, ternyata kamu."Tubuh Debi langsung gemetaran. Perasaan takut pun memenuhi hatinya. Debi seperti trauma akan kejadian penusukan waktu itu. "Masih hidup kamu. Aku kira udah mati," sambung Maya yang diikuti gelak tawa. Debi tetap diam tanpa ingin merespon mereka. "Tuli ya kamu!!!!!" bentak Maya membuat mereka yang ada di sekitar sana pun menjadi mereka pusat perhatian. Tak terkejut Doni yang terlihat terkejut dan juga penasaran. "Maaf Maya, aku mau bekerja," balas Debi yang langsung turun dari tempat duduknya. BrukkkkDebi yang hendak berjalan pun terjatuh saat Maya menjagal kakinya. "Mau kemana kamu? Takut ya kalau pekerjaan kamu ini sampai terbongkar sama kita." "Aku enggak ada urusan sama kalian," balas Debi sembari berdiri. Debi kembali melangkahkan kakinya, namun lagi-lagi Maya menjagal kakinya, dan Debi pun terjatuh kembali.

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status