Share

Chapter 2

Penulis: Syiffanis Amaar
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-22 13:52:02

"Ini Apartemenku! Kau salah masuk Apartemen!" tegas Afsheen lagi dengan menurunkan sedikit nada bicaranya.

Elisa terdiam, ia nyaris tak berkedip saat melihat mata biru Afsheen seakan bersinar, indah sekali, berpadu dengan bentuk wajah oval yang memesona, sudah barang tentu Elisa yakin pria didepannya ini adalah keturunan asli warga Eropa bercampur darah Timur Tengah. 

Merasa diacuhkan, Afsheen mengibaskan tangan didepan wajah Elisa, 

"Hei, kau dengar aku?" lanjutnya lagi. 

Elisa terksesiap, ia berkedip dan tersadar bahwa dia memang salah masuk apartemen. 

Di garuk kepalanya yang tidak gatal seraya berkata,

"Maafkan aku, tapi bolehkah aku menumpang disini sebentar? Aku janji tidak akan merepotkan." pinta Elisa setengah memohon. 

Afsheen langsung mengerutkan dahinya, 

"Menumpang? Kau? Oh tidak, tidak! Aku tidak akan membiarkan orang asing menumpang di kediaman ku." balas Afsheen sambil menggeleng. 

Elisa berpaling lagi dari sisi Afsheen menuju interkom di samping pintu masuk. Tiga orang pria yang mengejarnya tadi masih berada di sana.

"Oh Tuhan… kapan mereka pergi." gerutunya. 

Afsheen mendekat. 

"Kenapa? Apa perlu ku bakakan pintu untukmu?" lanjut Afsheen lagi dengan nada bicara yang masih menyebalkan. 

Elisa berbalik menatap Afsheen. 

"Kau lihat tiga orang di interkom itu? Ku mohon please, aku menumpang disini sebentar, setidaknya sampai mereka semua pergi." pinta Elisa sedikit memohon. 

Afsheen sedikit mengerutkan kening dan melihat ke arah intercom. Gadis itu benar, ada tiga orang pria yang berjaga disana. 

"Apa hubungannya mereka denganmu? Atau jangan-jangan, kau memang seorang buronan?!" balasnya. 

"Tidak! Aku berani bersumpah, aku bukanlah buronan, aku bahkan tidak tahu mengapa mereka mengejarku, please tolonglah aku, sebentar saja aku di sini, aku tidak mungkin keluar, mereka bisa menangkap ku saat itu juga." Elisa membela diri. 

Afsheen menghembuskan nafas pelan. 

"Tunggulah disini, aku ke dalam pakai baju, ingat jangan mengacaukan apapun!" seru Afsheen. 

Dengan terpaksa Elisa mengangguk. 

Afsheen berbalik dari hadapan Elisa, ia bergegas menuju kamar di lantai dua apartemennya. 

Hawa dingin masuk melalui celah - celah Apartemen, membuat Afsheen merasa sedikit kedinginan. 

Unit apartemen milik Afsheen ini unik. Ia merenovasi sendiri setiap ruangan lantaran model-model

lain terlalu klasik. Sebagian dinding di Apartemennya dibangun dengan kaca tebal yang saling sambung menyambung, gorden merah bata yang menawan menutupi tiap dinding kaca itu.

Afsheen terdiam di depan dinding kaca dekat kamarnya, pemandangan kota Cordoba yang indah nyata di kedua pelupuk matanya, dari dinding kaca itupula, sungai Guadalquivir, sungai terpanjang di Spanyol terlihat jelas.  Hatinya berdesir kuat tatkala memandang sebuah bangunan megah di seberang sungai Guadalquivir, bangunan dengan bata-bata tinggi dan hanya terlihat atasnya saja dari tempat ia berada, di sanalah masjid agung Cordoba dibangun, yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Katedral Mezquita. Masjid terbesar yang pernah dibangun pada tahun 787 M. Ketika Islam berhasil menyalakan cahayanya di negeri ini. Tahun ternyata berganti sangat cepat. Dalam setiap pergantian tahun itu pula ia menyadari “Sesuatu yang sama tidak akan terjadi dua kali.”

Lima belas menit setelah ia selesai memakai pakaian, ia kembali lagi ketempat dimana gadis itu berada.

“Dari mana kau dapat akses masuk ke Apartemenku?” ucap Afsheen lagi begitu berdiri di belakang Elisa. 

Elisa terkejut. Ia berbalik. 

"Oh Astaga! Kenapa kau selalu muncul tiba-tiba dan membuatku kaget!" protesnya kesal. 

Afsheen menghela nafasnya lagi, sambil mengancingkan kancing kemeja terakhir di tubuhnya ia kembali berkata, 

"Aku tanya, bagaimana caramu masuk ke apartemenku?"

“Pin Apartemen mu sama dengan Pin Apartemen ku, aku tadi sedang panik makanya tidak sempat memastikan ini Apartemen ku atau bukan,” jelas Elisa. 

“Sama?” Afsheen nampak heran dan setengah tak percaya, "Bagaimana mungkin bisa sama?" lanjutnya lagi. 

“Aku selalu menggunakan tanggal lahir untuk semua kode milikku, termasuk pin Apartemen, dan hei… mungkinkah tanggal lahir kita sama?” Elisa tersenyum ringan.

Afsheen melipat tangan ke depan dada seraya berkata, “Aku tidak ingin membahasnya, sampai kapan kau akan menumpang disini? Aku tak bisa membiarkanmu berlama-lama!” seru Afsheen nampak acuh. Ia menyapu anak rambut yang sedikit menyentuh wajahnya.

Elisa berbalik, melihat kembali intercom masih ada 3 orang pria berjaga di luar sana, ah ini benar-benar membuatnya gila, ia bahkan tidak tahu apa kesalahannya hingga dikepung banyak orang begini.

"Sampai mereka semua pergi, setelah itu aku berjanji akan pergi dari sini." pinta Elisa 

Afsheen berdecak, ia memejamkan mata dan menghirup udara dalam-dalam. 

"Tidak mungkin mereka mengejarmu tanpa alasan yang jelas, kau mencuri? Atau perbuatan kriminal lainnya? Kalau gitu aku tak bisa membiarkanmu disini!" tegas Afsheen. 

“Tidak! Aku bukan pencuri, aku berani bersumpah!" Elisa membela diri. 

“Bukan aku tidak ingin menolongmu tapi pertama, aku laki-laki dan kau perempuan, kau pikir apa yang terjadi saat sepasang manusia tinggal di tempat yang sama? Jangan sampai aku terlibat fitnah denganmu!”

Elisa tiba-tiba berlutut didepan Afsheen dan menangkupkan kedua tangannya didepan dada.

“Please...kumohon, Aku paham permasalahan itu karena akupun seorang muslim, tapi ini mendesak, aku tidak mungkin keluar dalam situasi seperti ini." pintanya.

“Baiklah, hanya sampai ketiga orang itu pergi.” Afsheen akhirnya mengalah. Elisa pun tersenyum senang.

“Masuklah, dan kau tidak boleh menyentuh apapun di Apartemen ini, aku mau sholat duha dulu.” jelas Afsheen.

Gadis itu mengangguk, meletakkan tangan diatas kepala dan memberikan hormat. “Oke Sir.” Ucapnya.

Afsheen menggeleng begitu ia berbalik dari hadapan Elisa, ia bahkan tidak kenal siapa gadis di depan intercom itu, ia yakin sekali gadis itu bukan keturunan orang eropa.

“Aish… ini benar-benar menyebalkan!” gerutunya

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta di Bawah Langit Cordoba   Chapter 19

    Semua diam. Tidak ada satu orang pun di antara begitu banyak penonton membuka suara, mata mereka tidak kunjung lepas dari seorang gadis di atas panggung. Gadis itu pun sama, menunjukkan Ekspresi tegang luar biasa, jantungnya berdegup amat kencang, dalam hati ia terus tak tenang. Benarkah ia sudah gagal? Benarkah penampilannya kali ini mengecewakan? Namun, belum sempat Argumen – Argumen itu terjawab, seluruh penonton yang duduk di kursi seketika berdiri, kompak, seperti sudah terencana, mereka bertepuk tangan amat keras, menggema seantero gedung pementasan, suasana yang hening beberapa saat lalu menjadi riuh, gadis itu tersenyum lebar, berbeda sekali dengan ekspresi pertama, tangannya gemetar hebat sambil memegang bow. Ia langsung membungkuk memberikan tanda hormat pada semua penonton dan mengucapkan terima kasih. “Elisa ... Elisaaa ....” teriak salah seorang penonton di antara riuh tepuk tangan. Elisa mendengar namun hanya menjawab dengan senyuman, ia beruntung, sangat Beruntung kar

  • Cinta di Bawah Langit Cordoba   Chapter 18

    Sudah seharian Andrian tidak pulang , Elisapun sudah berangkat sejak jam 7 pagi tadi, Rheina semakin gelisah, sudah setengah jam ia mondar mandir di ruang tengah melihat jam dinding yang menunjukkan pukul lima sore, ia harus secepatnya bilang pada Andrian agar mengembalikan uang milik Elisa, atau rasa bersalah di hatinya akan terus menghantui.Tiba-tiba Engsel pintu apartemennya bergerak, Rheina terdiam beberapa saat sampai seseorang muncul dari balik pintu yang terbuka. Andrian pulang dengan mata sayu dan tubuhnya yang tinggi besar lunglai hampir terjerembab jatuh ke lantai, jelas sekali dia terpengaruh minuman keras. Rheina buru-buru mendekat, namun tangan Andrian mendorongnya.Sempoyongan Andrian menuju sofa, dan membanting tubuhnya disana.“Mana uang Elisa yang kau pakai!” geram Rheina.Andrian masih diam, namun matanya tajam menyorot Rheina.“Uang itu sangat penting untuk Elisa, mengapa kau gunakan untuk mabuk-mabukan begini!” lanjut Rheina makin kesal.“Diamlah aku lelah!” jawab

  • Cinta di Bawah Langit Cordoba   Chapter 17

    “Buenas tardes Mustafa Afsheen.” Seseorang tiba-tiba menepuk bahu Afsheen membuatnya menoleh, Eric dan seorang wanita yang tidak asing berdiri di depannya.“Aku mencarimu di halaman tapi tidak ada, ternyata dugaan ku benar, kau memang masuk disini.” Ucap Eric lagi. Afsheen masih berdiri di bawah mihrab masjid yang melengkung bak tapal kaki kuda, “Matamu merah, kau baik baik saja?” Eric bertanya dengan heran.Afsheen langsung tersenyum. “Ah tidak apa-apa, ayo kita ke halaman saja Eric, udaranya lebih segar disana,” “Baiklah.”Wanita yang tadi bersama Eric masih terus mengikuti mereka sampai ke halaman Katedral Mezquita, Afsheen diam sambil terus mengingat-ingat, di mana ia pernah bertemu wanita itu, sampai ketika mereka tiba dan duduk dibawah pohon jeruk. “Aku sudah baca naskah yang kau kirim pagi ini, dan aku benar-benar terpesona Afsheen... setiap kata yang kau untaikan, melukiskan betapa indahnya tulisanmu,” puji Eric. “Ah bisa saja, aku juga tidak tahu, tiba-tiba saja kata-kat

  • Cinta di Bawah Langit Cordoba   Chapter 16

    Elisa sudah tak bisa berpikir lagi, ia serasa buntu. Sudah dua hari sejak orang tuanya mengatakan kalau uang pementasan sudah di transfer dan diambil paksa oleh Andrian, sampai detik ini Elisa tidak bisa mendapatkan uang sebanyak 200 Euro sebagai pengganti. Setelah dihitung-hitung, uang didalam tabungan dari jerih payah mengamen hanya mencapai 86 euro. Ia menghela nafas dengan berat, "Apakah ini saatnya bagiku untuk menyerah?" gumamnya dengan murung. Elisa membuka pintu kamar, ia keluar lalu berdiri di Balkon, di tatapnya langit yang sudah berganti gelap, Aangin membabi buta bertiup, Ia menguap, matanya mengantuk namun tidak bisa tidur, hingga percakapannya dengan Afsheen siang itu tiba-tiba terngiang kembali di kepalanya.‘Seorang musisi tidak akan pernah meninggalkan panggung dan penontonnya begitu saja.'Tanpa berfikir panjang, Elisa bergegas, ia beranjak mengambil biola di atas meja dan beralih ke depan jendela. Semangat Elisa tiba-tiba membuncah setelah mengingat ucapan Afshe

  • Cinta di Bawah Langit Cordoba   Chapter 15

    Begitu melintas di Gang kecil itu, Afsheen terkesima, ternyata gang kecil itu adalah penghubung antara jalan dengan pemukiman, ia mematung di ujung gang, melihat barisan rumah-rumah, tiang-tiang lampu jalan, pohon-pohon besar menjulang dan tentunya air mancur di pertengahan jalan, airnya membeku membentuk tetesan-tetesan indah ibarat kristal bening berkilauan, tanah berlapis salju seperti sengaja dihamparkan tanpa satu sudut pun terlupa.Ia melangkah pelan-pelan, mengamati dengan seksama, hatinya takjub luar biasa, keindahan yang tidak pernah ia lihat di semenanjung kota Cordoba, sejenak ia merasa seperti berada di negeri dongeng, tempat itu sederhana, tidak ada apartemen, gedung bertingkat, ruko-ruko tapi sangat indah dan rapi, ditambah lagi tetesan salju yang turun membuat suasana menjadi lebih dingin dan lebih menakjubkan, tiba-tiba Afsheen berhenti melangkah ketika melihat masjid di tengah tengah rumah warga, pemisahnya hanya jalan kecil untuk masuk ke bagian belakang pemukiman,

  • Cinta di Bawah Langit Cordoba   Chapter 14

    Sejak runtuhnya masa kekhalifahan Umayyah di Cordoba pada 1031, Andalusia terpecah menjadi taifah-taifah yang setengah merdeka maupun merdeka penuh dengan dibawah pimpinan raja-raja golongan, Cordoba, Granada, Sevilla, Toledo dan berbagai kota lainnya. Puncaknya dibawah kepemimpinan Al-Ma’mun, Toledo berhasil menjadi kota yang berkilau dan cemerlang, Al-Ma’mun selalu berusaha mengarahkan Toledo menjadi pengganti pusat kepemimpinan islam diwilayah semenanjung Andalusia setelah runtuhnya Pemerintahan di Cordoba. Dan Sevilla muncul sebagai saingan utama Toledo dibawah kepemimpinan orang-orang kuat dari Disanti Abaddiyah, Sevilla menjadi surga baru bagi perkembangan Syair dan Puisi di Andalusia. Dalam beberapa tahun berikutnya, Al-Ma’mun berhasil mendapatkan Cordoba meski pada akhirnya kembali jatuh ketangan pesaingnya di Sevilla yakni Dinasti Abaddiyah. Memasuki pertengahan abad ke – 11, konflik saudara di antara kaum muslim semakin parah. Ditahun 1065, Kota Barbastro berhasil di rebut

  • Cinta di Bawah Langit Cordoba   Chapter 13

    Hatinya mendung, sama persis seperti keadaan langit bertumpuk awan gelap diatas sana. Butir-butir salju berjatuhan, membuat udara semakin dingin, Elisa menghela nafas begitu berdiri dan bergabung dengan sesama musisi jalan didepan jembatan Puente Romano, sekitar setengah jam yang lalu ia datang ke tempat madam Ceillane untuk melanjutkan latihan biola, namun ia tidak bisa berkata apa-apa ketika madam menanyakan perihal pendaftaran pementasan yang hanya tinggal menghitung hari. Pementasan biola itu biasanya diadakan sekitar dua tahun sekali untuk menguji kemampuan para siswa madam Ceillane, tak tanggung-tanggung, karena pentas itupula, banyak musisi handal spanyol yang pasti akan mengajak sang Violinis untuk bergabung dengan grup musik mereka dan membuat album bersama, Elisa mengidamkan hal itu, mengadakan konser tunggal sendiri, membuat album musik sendiri dan tentunya ia tidak akan mengamen di tempat ini lagi. Namun, sepertinya ia yang terlalu mengawang awang tinggi, hal seperti itu m

  • Cinta di Bawah Langit Cordoba   Chapter 12

    Salju turun tipis-tipis, Rheina masih berdiri di balkon apartemen sambil melihat kilauan butir es itu yang jatuh ke permukaan bumi, tepat disaat yang bersamaan Afsheen membuka pintu dan keluar dari Apartemennya. Rheina menoleh, senyumnya mengembang tatkala melihat pria tampan berdiri tak jauh dari posisinya, ia langsung mendekat, matanya berbinar-binar menatap wajah Afsheen yang telah berhasil menggetarkan hatinya, “Good Morning sir." ucap Rheina menyapa Afsheen, dalam sekejap ia sudah berdiri di samping Afsheen Afsheen hanya menoleh sebentar pada Rheina, dan berlalu begitu saja tanpa menghiraukan. Rheina tak menyerah, ia langsung menyusul Afsheen dan berdiri di depannya.“Hai, My name is Rheina and you?” Ucap Rheina sambil mengulurkan tangan. Afsheen masih diam memperhatikan uluran tangan Rheina."Maaf, apa saya mengenal anda?" Jawab Afsheen nampak acuh, Ia mengabaikan Rheina dan melintas begitu saja dari hadapannya.Rheina kesal, selama di Australia, tidak seorang pria pun mampu

  • Cinta di Bawah Langit Cordoba   Chapter 11

    Berita di televisi sudah ramai sejak pukul 05.00, hampir seluruh channel menyiarkan berita yang sama, Afsheen duduk santai sambil menenggak teh hangat di depan televisi, dugaanya memang tepat semalam sekitar jam 02.00 dini hari badai salju terjadi, angin berhembus amat dahsyat, salju turun lebat tanpa henti, beberapa rumah di berbagai kota di Spanyol rusak ringan sampai rusak parah, pohon-pohon banyak yang tumbang dan dari berita tadi juga ia melihat mobil yang parkir di pinggir jalan penuh tertutup salju, nyaris tidak terlihat lagi. Ruas-ruas jalan lumpuh, kendaraan terjebak, ia sudah bisa membayangkan betapa kacau keadaan di luar, untung ia sudah antisipasi lebih dulu.Afsheen menghela nafas sambil menyeruput secangkir coklat panas hingga tiba-tiba ia mendengar suara seseorang berkata,“Apa kau yang membawaku semalam?” Afsheen langsung menoleh, dilihatnya Elisa tengah berdiri tak jauh darinya."Kau sudah sadar rupanya," balas Afsheen datar. Elisa terdiam, seketika matanya tak senga

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status