Share

Chapter 2

"Ini Apartemenku! Kau salah masuk Apartemen!" tegas Afsheen lagi dengan menurunkan sedikit nada bicaranya.

Elisa terdiam, ia nyaris tak berkedip saat melihat mata biru Afsheen seakan bersinar, indah sekali, berpadu dengan bentuk wajah oval yang memesona, sudah barang tentu Elisa yakin pria didepannya ini adalah keturunan asli warga Eropa bercampur darah Timur Tengah. 

Merasa diacuhkan, Afsheen mengibaskan tangan didepan wajah Elisa, 

"Hei, kau dengar aku?" lanjutnya lagi. 

Elisa terksesiap, ia berkedip dan tersadar bahwa dia memang salah masuk apartemen. 

Di garuk kepalanya yang tidak gatal seraya berkata,

"Maafkan aku, tapi bolehkah aku menumpang disini sebentar? Aku janji tidak akan merepotkan." pinta Elisa setengah memohon. 

Afsheen langsung mengerutkan dahinya, 

"Menumpang? Kau? Oh tidak, tidak! Aku tidak akan membiarkan orang asing menumpang di kediaman ku." balas Afsheen sambil menggeleng. 

Elisa berpaling lagi dari sisi Afsheen menuju interkom di samping pintu masuk. Tiga orang pria yang mengejarnya tadi masih berada di sana.

"Oh Tuhan… kapan mereka pergi." gerutunya. 

Afsheen mendekat. 

"Kenapa? Apa perlu ku bakakan pintu untukmu?" lanjut Afsheen lagi dengan nada bicara yang masih menyebalkan. 

Elisa berbalik menatap Afsheen. 

"Kau lihat tiga orang di interkom itu? Ku mohon please, aku menumpang disini sebentar, setidaknya sampai mereka semua pergi." pinta Elisa sedikit memohon. 

Afsheen sedikit mengerutkan kening dan melihat ke arah intercom. Gadis itu benar, ada tiga orang pria yang berjaga disana. 

"Apa hubungannya mereka denganmu? Atau jangan-jangan, kau memang seorang buronan?!" balasnya. 

"Tidak! Aku berani bersumpah, aku bukanlah buronan, aku bahkan tidak tahu mengapa mereka mengejarku, please tolonglah aku, sebentar saja aku di sini, aku tidak mungkin keluar, mereka bisa menangkap ku saat itu juga." Elisa membela diri. 

Afsheen menghembuskan nafas pelan. 

"Tunggulah disini, aku ke dalam pakai baju, ingat jangan mengacaukan apapun!" seru Afsheen. 

Dengan terpaksa Elisa mengangguk. 

Afsheen berbalik dari hadapan Elisa, ia bergegas menuju kamar di lantai dua apartemennya. 

Hawa dingin masuk melalui celah - celah Apartemen, membuat Afsheen merasa sedikit kedinginan. 

Unit apartemen milik Afsheen ini unik. Ia merenovasi sendiri setiap ruangan lantaran model-model

lain terlalu klasik. Sebagian dinding di Apartemennya dibangun dengan kaca tebal yang saling sambung menyambung, gorden merah bata yang menawan menutupi tiap dinding kaca itu.

Afsheen terdiam di depan dinding kaca dekat kamarnya, pemandangan kota Cordoba yang indah nyata di kedua pelupuk matanya, dari dinding kaca itupula, sungai Guadalquivir, sungai terpanjang di Spanyol terlihat jelas.  Hatinya berdesir kuat tatkala memandang sebuah bangunan megah di seberang sungai Guadalquivir, bangunan dengan bata-bata tinggi dan hanya terlihat atasnya saja dari tempat ia berada, di sanalah masjid agung Cordoba dibangun, yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Katedral Mezquita. Masjid terbesar yang pernah dibangun pada tahun 787 M. Ketika Islam berhasil menyalakan cahayanya di negeri ini. Tahun ternyata berganti sangat cepat. Dalam setiap pergantian tahun itu pula ia menyadari “Sesuatu yang sama tidak akan terjadi dua kali.”

Lima belas menit setelah ia selesai memakai pakaian, ia kembali lagi ketempat dimana gadis itu berada.

“Dari mana kau dapat akses masuk ke Apartemenku?” ucap Afsheen lagi begitu berdiri di belakang Elisa. 

Elisa terkejut. Ia berbalik. 

"Oh Astaga! Kenapa kau selalu muncul tiba-tiba dan membuatku kaget!" protesnya kesal. 

Afsheen menghela nafasnya lagi, sambil mengancingkan kancing kemeja terakhir di tubuhnya ia kembali berkata, 

"Aku tanya, bagaimana caramu masuk ke apartemenku?"

“Pin Apartemen mu sama dengan Pin Apartemen ku, aku tadi sedang panik makanya tidak sempat memastikan ini Apartemen ku atau bukan,” jelas Elisa. 

“Sama?” Afsheen nampak heran dan setengah tak percaya, "Bagaimana mungkin bisa sama?" lanjutnya lagi. 

“Aku selalu menggunakan tanggal lahir untuk semua kode milikku, termasuk pin Apartemen, dan hei… mungkinkah tanggal lahir kita sama?” Elisa tersenyum ringan.

Afsheen melipat tangan ke depan dada seraya berkata, “Aku tidak ingin membahasnya, sampai kapan kau akan menumpang disini? Aku tak bisa membiarkanmu berlama-lama!” seru Afsheen nampak acuh. Ia menyapu anak rambut yang sedikit menyentuh wajahnya.

Elisa berbalik, melihat kembali intercom masih ada 3 orang pria berjaga di luar sana, ah ini benar-benar membuatnya gila, ia bahkan tidak tahu apa kesalahannya hingga dikepung banyak orang begini.

"Sampai mereka semua pergi, setelah itu aku berjanji akan pergi dari sini." pinta Elisa 

Afsheen berdecak, ia memejamkan mata dan menghirup udara dalam-dalam. 

"Tidak mungkin mereka mengejarmu tanpa alasan yang jelas, kau mencuri? Atau perbuatan kriminal lainnya? Kalau gitu aku tak bisa membiarkanmu disini!" tegas Afsheen. 

“Tidak! Aku bukan pencuri, aku berani bersumpah!" Elisa membela diri. 

“Bukan aku tidak ingin menolongmu tapi pertama, aku laki-laki dan kau perempuan, kau pikir apa yang terjadi saat sepasang manusia tinggal di tempat yang sama? Jangan sampai aku terlibat fitnah denganmu!”

Elisa tiba-tiba berlutut didepan Afsheen dan menangkupkan kedua tangannya didepan dada.

“Please...kumohon, Aku paham permasalahan itu karena akupun seorang muslim, tapi ini mendesak, aku tidak mungkin keluar dalam situasi seperti ini." pintanya.

“Baiklah, hanya sampai ketiga orang itu pergi.” Afsheen akhirnya mengalah. Elisa pun tersenyum senang.

“Masuklah, dan kau tidak boleh menyentuh apapun di Apartemen ini, aku mau sholat duha dulu.” jelas Afsheen.

Gadis itu mengangguk, meletakkan tangan diatas kepala dan memberikan hormat. “Oke Sir.” Ucapnya.

Afsheen menggeleng begitu ia berbalik dari hadapan Elisa, ia bahkan tidak kenal siapa gadis di depan intercom itu, ia yakin sekali gadis itu bukan keturunan orang eropa.

“Aish… ini benar-benar menyebalkan!” gerutunya

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status