Share

Chapter 4

“Apa kau baik-baik saja?” tanya Elisa saat menyadari Afsheen tiba-tiba diam.

“Tidak,aku tidak apa-apa,” Jawab Afsheen pelan sambil menggeleng pelan kepalanya. Ia juga merasa heran mengapa bayangan buram itu tiba-tiba mengganggu pikirannya. "Alku mengizinkanmu tinggal, namun peraturanku masih berlaku, kau tidak boleh menyentuh apapun, entender? ”

Etender, sir” Jawab Elisa sumringah. 

Tanpa menghiraukan, Afsheen berbalik, melanjutkan langkahnya keluar dari Apartemen.

Saat tiba di luar Apartemen dan melihat langsung ketiga orang yang sebelumnya hanya terlihat dari layar Intercom, ia kemudian berlalu. Bisa saja ia menyuruh mereka pergi dan mengancam akan melaporkan kepihak berwenang dengan dalih mengganggu kenyamanan penghuni Apartemen jika ketiganya menolak. Namun lagi-lagi itu bukan urusannya. Ia tidak ingin terlibat satu masalah apapun dengan orang asing. Sekitar dua puluh menit lalu ketika Ia masih berdiam di kamar, seorang editor dari kantor penerbitan Espiel Press menghubungi, memintanya segera datang ke lokasi, untuk satu alasan yang ini, ia tidak bisa menolak. 

Karena terburu-buru ia lupa mengecek suhu udara dari thermometer di Apartemen, beruntung saja ia menggunakan mantel tebal hingga hawa dingin tidak terlalu terasa ke tubuhnya. Orang-orang juga hilir mudik di sepanjang jalan trotoar, bermantalkan pakaian musim dingin dan topi topi tebal di kepala. Musim dingin tidak pernah menyurutkan antusiasme masyarakat beraktivitas, meski udara belakangan ini turun drastis, masih banyak toko-toko yang buka dan menjalankan bisnis.

Afsheen harus berjalan sekitar 200 meter lagi menuju halte bis Avda Cadiz. Hanya halte bis itulah yang paling dekat dari gedung Apartemennya. Kepulan asap putih keluar dari hidung setiap kali ia menghembuskan nafas. Membuat Hidung putih dan mancungnya memerah. 

Setelah berjalan kurang lebih 20 menit, ia tiba di halte bis. Ada tiga orang yang menunggu Bis disana juga, satu orang wanita tua, satu orang wanita muda dan satu orang lagi laki-laki. Ia tidak peduli, yang ia pikirkan sekarang hanyalah kedatangan bis,

Kedua kakinya bisa membeku jika berdiri lama-lama ditempat terbuka.

Beberapa detik kemudian, sebuah bis putih datang dari kejauhan. Semakin lama  laju bis itu melambat memasuki halte. Afsheen dan ketiga orang tadi langsung naik setelah bis berhenti. Setelah menempelkan kartu bis di tempatnya sebagai alat pembayaran, ia segera mencari kursi kosong. Sayang, bis sedang penuh, ia dan ketiga penumpang tadi termasuk sang wanita paruh baya terpaksa berdiri. 

Bis melaju santai membelah hiruk pikuk kota Cordoba. Para penumpang yang tidak kebagian tempat duduk berdiri bergelayutan memegang pegangan pelastik didalam bis. Ketika bis berbelok tajam melewati bundaran air mancur, penumpang yang beridiri ikut bergoyang menjaga keseimbangan bobot tubuh dengan laju bis. Bulir-bulir air mancur membeku seperti batu-batu kristal. Begitu apik dan menawan. Ini hanya sebagian kecil bahkan setitik kuasa milik Tuhan.

“Lihatlah semua kemajuan kota ini, Desain Air mancur yang indah, bangunan-bangunan megah, ditambah lagi alat transportasi ramah lingkungan seperti ini. Ah... apa jadinya jika Cordoba terus di pimpin umat muslim. Tidak ada kemajuan semodern ini. Agama Primitif, di isi oleh orang-orang barbar!” Bisik seorang laki-laki di samping telinga perempuan. Kedua orang itulah yang naik bis bersama Afsheen tadi. Entah mengapa pendengarannya meningkat dua kali lebih tajam saat agamanya di hina meski laki-laki itu berkata sangat pelan. 

“Ya, beruntung islam hanya beberapa abad memimpin negeri ini. Jika tidak apalah jadinya kita, mau berbuat ini-itu tidak boleh, makan seenaknya tidak boleh, yang jelas Cordoba bisa lebih maju tanpa adanya islam!” jawab wanita itu dengan tone suara sama rendahnya.

Afsheen hanya tersenyum sinis, sungguh dua orang bodoh disampingnya berbicara tanpa pengetahuan luas. Siapa bilang Cordoba akan lebih baik tanpa islam. Justru sebelum datangnya islam ke negeri ini, Cordoba, Spanyol benar-benar berada disisi gelap. Perkembangan ilmu teknologinya sangat tertinggal. Lalu islam datang dengan tangan terbuka, memimpin Spanyol hingga memasuki era kejayaan yang paling termahsyur diantara negara-negara lain pada saat itu. Di saat Amerika tengah memperdebatkan masalah matahari berputar mengelilingi bumi atau bumi berputar mengelilingi matahari, umat muslim di Cordoba sudah bisa membuat kincir air sendiri, kompas untuk menentukan arah, mesin tenun benang dan lain-lain.

Afsheen merambat dari satu pegangan ke pegangan lain guna mendekati kedua orang itu. Mendengar secara gamblang fitnah apalagi yang mereka tebar demi menjelek jelekkan agamanya. 

“Kita harus berterimakasih pada Raja Ferdinand dan Ratu Isabella yang telah mengusir islam dari tanah ini!” lanjut laki-laki itu lagi. Telinga Afsheen makin panas. Ia mendekat lalu berbisik di telinga laki-laki itu.

“Sepertinya kau harus membaca sejarah lagi tentang negeri ini bung! Jika pengetahuanmu hanya sebatas itu, lebih baik kalian diam!”

Laki-laki dan wanita itu langsung menoleh pada Afsheen. Belum sempat mereka protes bis sudah berhenti di halte Miraflose Afsheen langsung turun tanpa menghiraukan mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status