Share

Helm tengkorak

Author: R. Aliyah
last update Last Updated: 2022-06-08 16:08:38

Dengan perasaan kesal Claudya percepat langkahnya ke tempat yang dimaksud.

"Enaknya yang lagi makan bakso ... mana belanjaan di tinggal gitu saja. Aku cari ke mana-mana malah enak-enakan makan di sini." Claudya datang dengan bertolak pinggang.

"Ehm, sini-sini kita makan bakso dulu. Ini enak banget, loh!" ucap Jona yang masih mengunyah bakso di dalam mulutnya.

"Begini, ya mas Jonathan, kamu tidak lihat itu sudah mendung, sebentar lagi mau hujan. Bisa basah semua nanti belanjaan kita terutama beras."

"Astaghfirullah, iya bener. Ayo Zal kita pulang. Kamu ke sana duluan, aku mau bayar baksonya dulu." mereka beranjak dari tempat duduknya.

Jona setengah berlari untuk mengambil mobil. Setelah semua masuk ke mobil, hujan mulai turun dengan derasnya.

"Tuh, bener kan hujan hampir aja basah semua."

"Maaf, Nyonya kita gak sadar kalau mau hujan. Jangan manyun gitu dong nanti kusut lagi kayak pakaian. Oops!" Jona pura-pura keceplosan.

"Iya, Mbak, tadi kami lapar. Makanya sambil nunggu kami makan bakso." Rizal tersenyum lebar menunjukkan gigi gingsulnya.

"Ya sudah, ayo cepet kita pulang, pelan-pelan saja jalannya licin." ucap Claudya sambil melipat tangannya di dada.

"Siap, Bos!" Jona meletakkan tangannya memberi tanda hormat.

Mobil pun melaju dengan sangat hati-hati. Hujan turun dengan lebat siang itu membuat jarak pandang menjadi terbatas. Tak lupa doa mereka panjatkan sepanjang perjalanan pulang.

"Ya Allah, Alhamdulillah kalian udah pulang...kalian tidak apa-apa kan? Kok baru pulang to ndok ...!" ucap Umi Nissa begitu melihat Claudya turun dari mobil.

Hujan belum juga reda. Awan hitam masih menggelayut manja di atas sana. Angin berhembus membuat siapapun ingin meringkuk di bawah selimut.

"Maaf Umi, kami baru pulang. Tadi di pasar ada kejadian di luar dugaan." ujar Claudya setelah memasuki rumah.

"Iya Umi tadi kami hampir saja tidak bisa belanja." potong Rizal.

"Astagfirullah, memang ada apa? Ada kejadian apa? Apa ada yang terluka?" tanya nya beruntun.

Tenang Umi, Satu-satu nanya nya. Begini, waktu kita sampai pasar, dompet Claudya dicopet. Mas Jona yang lihat itu langsung mengejar pencopet. Alhamdulillah bisa balik lagi dompetnya. Begitu mau pulang malah hujan." jelas Claudya.

"Alhamdulillah, makasih nak Jo sudah menolong anak Umi."

"Umi tidak perlu berterima kasih itu sudah kewajiban saya."

Karena kejadian itu Umi Nissa sedikit menambah kepercayaannya pada Jona untuk mengajar bela diri pada para santri.

Beberapa hari kemudian ada kecelakaan di depan pondok pesantren. Sebuah sepeda motor menabrak pagar pesantren. Menurut warga ada yang melihat pengendara motor hendak menyalip becak yang ada di depannya tapi ada sebuah lubang besar. Untuk menghindari becak tersebut agar tidak tertabrak, ia banting setir ke kanan lalu menabrak pagar.

Para santri keluar untuk melihat apa yang terjadi. Beruntung pengendara motor hanya mengalami luka ringan hanya motornya yang rusak parah.

"Mas, mas tidak apa-apa? Apa ada yang luka?" tanya ustaz Yusuf sambil membantunya berdiri.

"Alhamdulillah saya tidak apa-apa, Ustaz."

"Kok, seperti saya kenal suaranya." lirih ustaz Yusuf.

"Bayu, tolong ambilkan segelas air, ya!" ustaz Yusuf menyuruh salah satu santri.

"Ini mas minum dulu!" ustaz Yusuf menyodorkan segelas air putih.

Si pengendara itu pun membuka helmnya dan mengucapkan terima kasih pada ustaz Yusuf yang sudah menolongnya. Semua santri kaget begitupun dengan Claudya. Ternyata dibalik helm itu adalah Jona. Bukan hanya itu Claudya juga mengenali helm yang dikenakan Jona.

Claudya ingat betul helm bercorak tengkorak itu. Ingatannya kembali ke peristiwa di mana sang Ayah terbunuh. Rekaman CCTV yang berada di rumahnya menjadi bukti jelas kalo pemilik helm itulah pelakunya.

Tubuh Claudya gemetar, dadanya berdegub kencang. Wajahnya pias bak tak teraliri darah. Ia pun tak sadarkan diri.

Melihat hal itu Jona dengan spontan mengangkat Claudya ke rumah Umi Nissa. Ustaz Yusuf pun dibuatnya cemas.

"Astaghfirullah, Claudya kenapa, Bi? Sini-sini baringkan di sini," ucap Umi Nissa pada Jona untuk membaringkan Claudya di sofa ruang tamu.

"Abi, juga gak tahu, Umi. Tiba-tiba Claudya pingsan."

Peluh membanjiri kening Claudya. Umi Nissa mengoleskan minyak kayu putih di hidung dan kening Claudya.

"E-e-e pembunuh itu ada di sini ...." racau Claudya dalam tidurnya.

"Sayang, anak Umi. Sadar nak sadar, istighfar." Umi Nissa menepuk-nepuk pipi Claudya dengan lembut.

"Umi, pembunuh itu ada di sini. Claudya harus bagaimana ...." dengan nafas tersengal-sengal Claudya mengucapkan nya.

"Istighfar nak istighfar." Umi Nissa memeluk Claudya dengan belir bening jatuh di pipinya.

"Sudahlah, Umi, biarkan dia tenang dulu. Bawa Claudya ke kamar." perintah ustaz Yusuf yang di balas anggukan kepala oleh istrinya itu.

Umi Nissa menenangkan Claudya yang terus meracau. Ia memapahnya menuju kamar. Agar Claudya lebih tenang. Di dalam Claudya menceritakan semuanya dari awal bagaimana kejadian itu. Dan tadi ia melihat helm yang di kenakan Jona sama dengan helm si pembunuh itu.

Umi Nissa tak mengatakan sepatah katapun. Ia hanya memeluk Claudya dengan erat. Ia tidak ingin di hati Claudya timbul lagi perasaan dendamnya. Umi sangat mengkhawatirkan Claudya oleh karena itu ia berniat menemui Jona dan menanyakan masalah itu.

"Abi, Claudya sudah menceritakan semua. Dan bagaimana bisa Jona memiliki helm yang sama dengan pembunuh ayah Claudya, Bi. Dari mana ia mendapatkan helm itu?" seru umi Nissa dengan mengerutkan keningnya.

"Abi juga tidak tahu, Umi. Sewaktu Jona mendaftar ia mengaku baru pulang dari luar negeri menjadi TKI. Terus sekarang bagaimana keadaan Claudya?"

"Dia masih syok dan beristirahat di kamarnya. Umi berniat ingin menemuinya dan menanyakan kebenaran pada Jona langsung, Bi?"

"Umi, harus bisa tenang agar ia tidak tersinggung dengan apa yang akan Umi bicarakan, atau Abi saja yang menemuinya."

"Umi juga mau dengar langsung kebenarannya, Bi!"

"Ya, sudah nanti panggil Jona untuk menemui kita."

Pagi hari para santri disibukkan dengan aktivitas belajar umum sedangkan Jona sibuk mengajar ilmu bela diri pada santri yang baru dimulai hari ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta sang Mantan Napi   Nasib Claudia.

    “Kurung dia di atas, dan awasi jangan ia kabur.” titah Erlangga pada anak buahnya yang membawa Claudya.Hahahahaha …!!! tawanya membahana di seluruh rumah.Ia tertawa puas setelah berhasil menangkap dan melukai suaminya. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Pikiran liar terus menari di kepalanya.Pria itu melucuti semua pakaiannya dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sebelum itu ia sudah memerintahkan kepada ART nya untuk membersihkan Claudya.Senyum tak lepas dari bibir Erlangga. Ia masih membayangkan ia akan bergumul dengan Claudya sebentar lagi. Ia berendam dengan air hangat untuk bisa menaikkannya gairahnya.Lima belas menit kemudian ia keluar hanya menggunakan handuk. Dada bidangnya ia biarkan terekspos. Ia berjalan ke kamar di mana Claudya berada dengan menggenggam sebuah pil. Sebelum masuk Erlangga sudah meminta segelas air dan memasukkan pil tersebut.“Air … air … ,” lirih Claudya yang masih belum membuka kedua matanya.Tanpa pikir panjang Erlangga menuangkan se

  • Cinta sang Mantan Napi   Reza

    Sementara itu di rumah sakit. Rey segera dilarikan ke ruang operasi karena mengalami luka yang cukup serius di kepalanya. Riana mondar mandir di depan bersama Candra. Pandangannya selalu melihat ke arah lampu indikator ruang operasi menunggu dokter ke luar dari sana.“Siapa yang berani berbuat sekeji ini?” gumam Riana. Candra yang mendengar itu pun mendekati Riana.“Ri, sebenarnya sebelum kejadian ini tadi malam, Rey sudah cerita. Jika keluarganya sedang dalam bahaya. Teror selalu menghantui mereka setiap saat. Bahkan kemarin Claudya sempat hampir kehilangan nyawa jika tak di tolong oleh pengawalnya.”“Ya ampun, kenapa mereka tidak menceritakan hal seserius ini padaku.”“Mungkin mereka tidak mau membuatmu cemas, Ri.”“Jadi siapa yang melakukan hal serendah ini?” “Dari keterangan Rey, mereka adalah Erick dan Erlangga. Mantan kekasih dan lawan bisnis Claudya.”“Sudah ku duga, di dunia ini tidak ada yang sekeji Erick.”Setelah beberapa jam menunggu akhirnya lampu indikator pun padam. Se

  • Cinta sang Mantan Napi   pria bertopeng

    Mendengar kegaduhan dari dalam kamarnya. Jona berteriak memanggil semua pengawalnya. Tapi, nihil tak satu orang pun yang datang dan mendengar teriakannya. Rey pun bergegas mendorong kursi rodanya secepat yang ia bisa menuju ke arah kamarnya dan Claudya.Di sana terlihat beberapa orang tengah menyeret Claudya. Mereka semua bertopeng dan menggunakan pakaian serba hitam. Rey yang melihat itu tak tinggal diam.Walaupun dengan kekurangannya ia dengan sigap menarik baju salah satu orang bertopeng itu dari belakang. Lalu secara spontan melayangkan bogem mentah ke dagu pria itu hingga ia tersungkur. Sementara Claudya masih di bawa oleh pria bertopeng lainnya. Melewati halaman rumah untuk menuju mobil yang sudah terparkir di depan pagar rumah megah itu. Claudya hanya bisa berteriak histeris dan meronta minta di lepaskanDia hanya bisa menangis mengingat tubuhnya masih lemah karena kejadian yang menimpanya kemarin. Jona segera menyusul mereka, dan …BUUUK!!! Seseorang memukul kepala Jona dar

  • Cinta sang Mantan Napi   Kaki palsu

    Keadaan Claudya tidak sedang baik-baik saja. Wanita itu pingsan sesaat mereka masuk ke dalam mobil. Setelah terbebas dari para penyerang itu sinyal komunikasi kembali normal. Alex pun segera menghubungi Jona.pria sangat panik begitu mendengar kabar Alex. Ia segera menghubungi dokter untuk segera datang ke rumah. Jona tak ingin mengambil resiko jika membawa Claudya ke rumah sakit umum.Sesampainya di rumah, dengan sigap menyuruh anak buahnya untuk segera membawa Claudya ke dalam kamar yang sudah di tunggu oleh dokter.Alisha yang mendengar jika sang Ibu sudah pulang segera berlari menghampiri Claudya. Tapi, Jona mencegahnya untuk menemui Claudya. Ia tak ingin anaknya melihat keadaan ibunya yang tidak baik-baik saja itu.“Alisha sayang, malam ini Alisha tidur sama papa, ya! Mama sedang tidak enak badan. Biarkan mama istirahat dulu, ya!” ucap Jona seraya mengusap lembut kepala Alisha yang berada di pangkuannya.“Tapi, Pa ….” Alisha ingin protes sebelum Jona mendaratkan ciumannya di pipi

  • Cinta sang Mantan Napi   Penyerangan

    Di ruang rapat mereka semua berwajah tegang, pucat nan pias. Para dewan direksi sudah duduk di kursi mereka masing-masing. Dan Claudya memimpin jalannya rapat.“Bagaimana ini bisa terjadi, bu Claudya?” ucap salah satunya.“Saya sedang berusaha mencari tahu dan menyelesaikan masala ini secepatnya.” Jawab Claudya dengan tenang. “Jika kau tak becus mengurus perusahaan ini silahkan mundur dari jabatanmu dari sekarang.” Suasana begitu riuh di ruang rapat. Mereka saling berbisik-bisik. Sebenarnya ini baru pertama kalinya dalam kemimpinan Claudya mengalami hal seperti ini.“Aku berjanji jika masalah ini akan cepat teratasi. Dan perusahaan tidak akan mengalami kerugian. Rapat selesai. Permisi!”Claudya pulang bersama dua pengawalnya. Ia duduk di belakang supir. Claudya mengotak-atik ponselnya guna mencari makanan yang enak untuk dibawa pulang.“Hmm … , sebelum kita pulang mampir dulu ke --,” BRAAAK!Ucapan Claudya terpotong saat mobil mereka dihantam dengan keras dari belakang. Tubuh Claud

  • Cinta sang Mantan Napi   surat ancaman

    “Brengsek, kau Erlangga!” hardik Claudya sambil mengepalkan kedua tangannya.“Ia salah memilih orang, jika ingin bermain-main. Dia belum tahu siapa Claudya sebenarnya.” imbuhnya.“Tenang Claudya sayang, jangan mengotori tanganmu dengan hal yang membahayakan dirimu. Biar mas yang membereskan semuanya.” Jona menenangkan Claudya dengan memegang kedua pipinya.“Tapi, Mas,” protes Claudya“A … ,” belum sempat Claudya angkat bicara Jona lebih dulu melumat bibir Claudya agar ia berhenti protes.Ulah pria itu membuat Claudya sulit bernapas. Ia melepas pagutannya pada Claudya dan menatapnya dengan lekat. Jaraknya hanya beberapa inci saja sehingga Claudya bisa merasakan nafas Jona dan penciumannya mencium aroma maskulin suaminya itu.Mereka saling pandang dalam beberapa menit. Claudya mendorong kursi roda Jona menuju singgasana pembaringan. Claudya mengerti apa yang diinginkan suaminya itu.Mereka duduk di tepi ranjang. Melanjutkan aktivitas yang tertunda. Perlahan Jona membaringkan Claudya, ia

  • Cinta sang Mantan Napi   Ulah Erlangga

    Semua orang terdiam. Mereka merasa bersalah. Dalam hal ini Hanah lah yang paling merasakan itu.“Sudahlah, sayang. Di acara bahagia ini kita gak usah bersedih-sedih. Lihat semua orang jadi bersedih dan merasa bersalah. Dan lihat juga itu Riana.” bisik Jona membesarkan hati istrinya. Ia mencoba membujuk Claudya sambil menunjuk Riana dengan dagunya.“Apa kamu juga tahu? Jika Riana juga menyukai Furqon? Berbesar hatilah, sayang. Mas tahu kalo kamu wanita yang tangguh.”Claudya memandangi wajah suaminya. Dan memandangi semua orang satu persatu. Ia juga jadi merasa bersalah membuat orang-orang yang menyayanginya ikut bersedih.Claudya menghembuskan napasnya dengan kasar. Ia mencoba mengontrol emosinya yang labil akhir-akhir ini.“Jadi Furqon, apa kamu udah mempersiapkan cincinnya?” tanya Claudya pada Furqon guna mencairkan suasana.Semua orang terpana dengan pertanyaan yang di lontarkan Claudya pada Furqon. Senyum menghiasi wajah-wajah mereka yang tadinya sendu.Furqon mengangkat wajahnya

  • Cinta sang Mantan Napi   Lamaran Riana

    Rapat berjalan cukup panas dan alot. Namun, pada akhirnya tender jatuh ke tangan Claudya. Erlangga murka pada Claudya. Ia tak terima jika harus kalah oleh seorang wanita. Ia akan membalas kekalahannya pada Claudya apapun resikonya."Ingat, ini belum berakhir, kamu jangan senang dulu," ujar Erlangga sesaat sebelum meninggalkan ruang rapat."Apa maksudnya itu, Bu?" tanya Lisa setelah Erlangga menghilang di balik pintu."Entahlah, udah gak perlu dipikirin. Ayo, kita pulang," ajak Claudya seraya melangkah menuju parkiran hotel.Dalam perjalanan menuju kantor Claudya menghubungi Jona untuk memastikan jika Alisha tiba di rumah dengan selamat."Hallo, assalamualaikum, Mas," salam Claudya sesaat setelah Jona mengangkat teleponnya."Wa'alaikum salam, sayang," jawab Jonq singkat."Mas, apa Alisha udah pulang? Di mana dia sekarang?" cerca Claudya yang tak sabar ingin mendengar suara anaknya."Tenang, sayang. Alisha lagi main-main, tuh di taman belakang sama Bi Sum.""Syukur kalo gitu. Oya, Mas k

  • Cinta sang Mantan Napi   Nyaris celaka

    “ya, kalo kamu memang yakin. Tapi, Mas mau tetap rumah kita dijaga oleh beberapa bodygard walaupun bukan dari pihak kepolisian. Mas gak mau ambil resiko. Mas gak mau peristiwa penculikan kamu itu terulang lagi. Terlebih lagi sekarang kita punya Alisha.” “Ok, nanti biar ku cari jasa pengamanan yang cukup mumpuni, Mas. Udah dulu ya, Assalamu’alaikum.” Claudya memutus sambungan telponnya.“Bun, itu sekolah Alisha udah keliatan,” celetuk Alisha sembari menunjuk ke depan dengan jari mungilnya.“Eh, anak Bunda pinter, udah tau letak sekolahnya.” puji Claudya seraya tangan kirinya membelai lembut pipi Alisha yang gembul.Mobil parkir tepat di depan sekolah PAUD ANNISA tempat Alisha bersekolah. Claudya dan Alisha turun dari mobil secara bersamaan. Pasangan Ibu dan anak itu berjalan beriringan dengan bergandeng tangan melangkah menuju ruang kelas bersama dengan para orang tua lainnya.Mobil yang membuntuti Claudya sejak ke luar rumahpun ikut berhenti. Ia mengabadikan setiap momen Claudya di s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status