Share

Copeeet!!!

"Claudya, kamu tahu tidak persamaan kamu sama pakaian?"

Claudya bergeming, ia tak menghiraukan pertanyaan Jona yang konyol. Pandangannya lurus ke depan sedangkan Rizal seperti nyamuk yang menggangu mereka berdua.

"Kamu Tahu tidak, Zal?" Jona melirik ke spion tengah melihat penumpang yang ada di belakangnya.

"Tidak Tahu, Mas. Emang apa jawabannya?"

"Jawabannya sama-sama kusut. Hahahah ..." tawa Jona menggema.

"Sama sekali tidak lucu Tahu!" pekik Claudya.

Hal itu makin membuat Jona tertawa melihat wajah Claudya yang cemberut.

'15 menit kemudian'

"Zal, di mana pasarnya? Masih jauh?"

"Gak, Mas itu di depan pasarnya!" Rizal menunjuk ke arah depan.

"Kalian masuk duluan, ya! Aku mau parkir dulu," ucap Jona sebelum Rizal dan Claudya turun.

Ternyata tempat parkir mobil agak jauh dari pintu masuk pasar. Dan Jona harus memutar untuk bisa masuk ke area parkir mobil.

Tadi sebelum turun Rizal memperingatkan kalo pasar ini rawan pencopetan. Jadi harus ekstra hati-hati.

Dari kejauhan Jona melihat seorang pria yang mendekati Claudya. Dari gerak geriknya sungguh mencurigakan. Bergegas Jona menghampiri Claudya. Ia tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Tapi sayang, sebelum Jona sampai dompet Claudya sudah berpindah tangan. Claudya tidak menyadari itu.

"Copeeet...!" teriak Jona lantang sambil berlari. Hal itu mengundang perhatian warga dan membuat suasana pasar menjadi ricuh.

Pencopet panik karna aksinya diketahui. Ditambah massa yang begitu banyak. Ia berlari ke arah belakang pasar. Dengan sigap Jona pun mengejarnya. Warga pun tak mau kalah mereka membawa alat yang dapat melumpuhkan pencopet.

"Heh, copet ... mau kemana kamu? berhenti jangan lari."

Sekilas Jona melihat ada mangga yang tergeletak di bawah pohon mangga. Secara spontan ia melemparkan mangga itu tepat mengenai punggung si pencopet.

"Argh" ia mengerang kesakitan dan jatuh tersungkur ke tanah.

"Kurang ajar, berani-beraninya mencopet di tengah keramaian begini. Terlebih lagi kau mencopet orang yang salah." Jona berhasil menangkapnya dan menghadiahi satu kali pukulan.

Tak berselang lama para warga berdatangan. Mereka beramai-ramai menghajar pria itu. Warga sangat kesal karena ia sangat meresahkan masyarakat. Ia babak belur dihajar massa.

"Stop ... stop bapak-bapak sudah cukup bisa mati, nih orang!" Jona menenangkan para warga yang emosi.

"Biar saja, Mas, sudah sangat meresahkan warga kampung sini dia!" teriak salah satu warga.

"Kita tidak boleh main hakim sendiri bapak-bapak. Kita serahkan pada pihak berwajib aja. Dan polisi akan mengusut kasus ini dan bisa menangkap komplotan pencopet lainnya."

"Ya sudah, kalau gitu kita seret ramai-ramai ke kantor polisi." pekik yang lain.

Pencopet itu diseret ramai-ramai ke kantor polisi terdekat. Sedangkan Jona kembali ke pasar dengan membawa dompet Claudya yang sebelumnya sudah di poto sebagai bukti di kantor polisi.

Di pasar Claudya dan Rizal menunggu dengan cemas. Mereka tidak menyangka akan jadi korban pencopetan.

"Gimana ini, Mbak? Apa saya harus nelpon Umi saja kalau kita habis kecopetan."

"Jangan dulu, kita tunggu mas Jo sebentar lagi. Semoga dia berhasil mengambil dompet mbak lagi. Kasian Umi nanti malah khawatir."

"Insya Allah, ya, Mbak."

"Nah, itu mas Jona udah balik, Mbak!" Rizal menunjuk di mana Jona berada.

"Mana, Zal? Mbak tidak lihat!" Claudya celingak celinguk mencari keberadaan Jona.

"Itu yang di belakang pohon mangga yang lagi jalan ke sini."

"O iya, Alhamdulillah ...."

"Maaf ya nunggu lama. Nih, dompetnya coba di cek dulu masih utuh tidak isinya." Jona memberikan dompet Claudya pada pemiliknya.

"Alhamdulillah masih utuh isinya. Makasih ya mas Jo sudah bisa balikin dompet ku."

"Sama-sama, ya sudah ayo belanja nanti kita terlambat pulang. Jangan buat Umi khawatir."

"Lah mas, terus pencopetnya gimana?" tanya Rizal penasaran.

"Tenang, dia udah diamankan ke kantor polisi sama warga setempat."

"Ehm, gimana kalau kita bagi-bagi tugas aja? Takut kelamaan kita nanti di pasar. Udah siang ini." Claudya mengusulkan saran.

"Boleh tuh, jadi apa tugas kita?" Jona menerima usulan Claudya.

"Rizal beli telur 5 kg, minyak goreng 5 bungkus ukuran 2 liter, sama gula putih 7 kg. Dan ini uangnya. Trus mas Jona beli beras 2 karung ukuran 30 kg sama buah-buahan aja. Ini uangnya. Sedangkan aku beli sayur mayur, ikan dan bumbu-bumbu. Setelah semua siap kita ngumpul lagi di sini. Ok?" Claudya membagi-bagi tugas.

"Ok!" mereka semua berpencar untuk tugas masing-masing.

"Semoga Umi tidak marah dan khawatir karena kami terlambat pulang," gumam Claudya.

Selang tiga puluh menit Rizal dan Jona sudah kembali ke titik temu dengan membawa belanjaan masing-masing. Mereka masih menunggu kedatangan Claudya.

'Krukuuuk'

"Zal, kamu lapar tidak? Mas lapar nih!. Apalagi tadi habis Olah raga lari jadi perut keroncong minta diisi." Jona mengelus-elus perutnya.

"Iya, nih mas, tadi juga belum sempat sarapan di pondok."

"Gimana kalau sambil nunggu si nyonya balik kita makan bakso. Tuh!" Jona menunjuk warung bakso yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri dengan dagunya.

'Di warung bakso'

"Mas pesan bakso dua mangkok sama es teh manis dua gelas, ya!" pesan Jona pada penjual bakso.

Jam dinding di rumah Umi Nissa sudah menunjukkan pukul 10.00. Tapi Claudya dan yang lain belum juga pulang. Tidak ada satu pun dari mereka yang membawa ponsel. Hal itu membuat Umi Nissa khawatir.

"Ya Allah, mereka kok yo belum pada pulang to. Dari jam enam tadi sampai sekarang belum pulang. Udah empat jam mereka belanja. Semoga tidak terjadi apa-apa."

Umi Nissa begitu nampak sekali khawatir. Ia menunggu di teras rumahnya. Bolak balik menunggu dengan cemas.

"Umi kenapa kok gelisah begini? Dari tadi gak bisa duduk dengan tenang. Apa gak capek mondar mandir?" ustaz Yusuf bertanya pada istrinya.

"Umi khawatir, Bi. Claudya dan yang lain sampai sekarang belum pulang dari pasar. Seharusnya mereka gak selama ini kalo ke pasar."

"Insya Allah mereka akan baik-baik saja. Mungkin jalan macet."

"Memang Jakarta ada macet di mana-mana. Ini kan di kampung, Bi. Mana ada macet."

"Kita berdoa saja. Semoga mereka pulang dengan selamat tidak kurang satu pun."

Sedangkan di pasar Claudya sibuk mencari Jona dan Rizal. Ia hanya menemukan belanjaan mereka di titik temu.

Semilir angin yang sejuk, awan hitam yang bergelayut di langit menandakan akan turun hujan. Claudya bergegas mencari dua pria itu.

"Kemana, sih mereka, belanjaan ditinggal gitu aja di sini. Mana mau hujan lagi. Harus cepet ini bisa basah semua nanti." gumam Claudya.

"Maaf mas mau nanya, lihat orang yang berdiri di sini tadi gak? Yang bawa semua belanjaan ini?" Claudya bertanya pada tukang parkir motor.

"Oh, mas-mas yang ngejar pencopet tadi, ya?"

"Iya bener yang itu, kemana, ya?"

"Tadi saya lihat mereka masuk ke warung bakso itu." pria itu menunjuk warung bakso yang tak jauh dari sana.

"Makasih," jawab Claudya singkat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status