Share

Cinta yang Disadari Usai Bercerai
Cinta yang Disadari Usai Bercerai
Author: Rina Novita

Bab 1. Sejuta Rasa

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2022-12-20 21:55:34

Sebuah gedung perkantoran di kota Jakarta. Tepat di lantai dua puluh lima, seorang pria tampan dengan wajah tegas berwibawa, menggeser tombol hijau dengan jari telunjuknya yang kokoh, saat mendengar nada panggilan pada ponselnya.

"Farhan, Istrimu akan melahirkan!'

Tubuh pria bernama Farhan itu menegang mendengar kabar yang baru saja dia dengar. Ponsel di tangannya nyaris jatuh saat mendengar suara ibu mertuanya dari seberang sana.

"Iy-iyaa, Bu. Farhan segera pulang. Dira dibawa ke rumah sakit mana, Bu?"

"Rumah sakit Kasih Bunda, Nak."

Setelah menutup panggilan telphon dari Bu Ani-mertuanya, Farhan bergegas mengambil kunci mobil di laci meja kerja, meraih jas di sandaran kursi, kemudian melesat keluar dari ruangannya dan setengah berlari hendak memasuki lift khusus yang menuju lobby.

"Tunda semua jadwalku hari ini! Istriku melahirkan."

Sang sekretaris tak sempat menjawab, hanya bisa ternganga melihat atasannya, Farhan Adiguna, melangkah sangat cepat dan berlalu begitu saja di depannya.

Setengah berlari, Farhan menghampiri mobilnya di area parkir khusus direksi yang berada tak jauh dari lobby utama. Pria berdarah Minang campur Jerman itu bergegas masuk dan melajukan mobilnya.

Sepanjang jalan tak henti-hentinya dia berdoa untuk keselamatan istri dan anaknya. Entah kenapa dia merasa aneh dengan perasaannya saat ini. Kenapa dia sangat mencemaskan Dira? Wanita yang terpaksa dia nikahi tanpa cinta sejak setahun yang lalu. Waktu itu Farhan hanya tak ingin mengecewakan bundanya yang sudah tua, hingga dia terpaksa menerima perjodohan ini. Dia tak pernah menyangka Bundanya telah melamar Dira pada Bu Ani di kampung tanpa sepengetahuannya.

Setelah melewati kemacetan dan perjalanan yang cukup melelahkan, Farhan tiba di area parkir Rumah Sakit bersalin Kasih Bunda. Sesuai petunjuk dari ibu mertuanya, Farhan langsung menuju ruang bersalin yang bersebelahan dengan Unit Gawat Darurat (UGD).

Farhan semakin mempercepat langkahnya ketika melihat ruangan bertuliskan 'Kamar Bersalin' dari kejauhan. Bu Ani yang sudah menunggunya sejak tadi telah berdiri di depan pintu masuk Kamar bersalin.

"Masuklah, Nak. Adzankan anakmu!" Wajah wanita paruh baya itu nampak sangat bahagia saat menantunya mencium tangannya.

Farhan hanya mengangguk dan bergegas masuk melewati pintu kaca ruang khusus bersalin ini.

Setetes embun menetes dari sudut netra tajam milik laki-laki berahang kokoh itu ketika melihat Nadira terbaring lemah. Di sampingnya seorang bayi merah nan mungil menggeliat seraya menggerak-gerakkan tangannya.

"Anakku ..." lirihnya dengan suara bergetar.

Nadira mengangguk lemah namun dia berusaha untuk tetap tersenyum memperlihatkan lesung pipitnya.

"Anak kita perempuan, Uda." Suara Nadira sangat lemah. Namun aura kebahagiaan terpancar di wajah ovalnya yang cantik.

"Andai saja Bunda masih hidup, pasti beliau senang. Bunda sangat ingin sekali cucu perempuan," lanjut wanita berkulit kuning langsat itu.

Kali ini bulir bening mengalir dari mata Nadira. Seorang wanita Minang yang dengan ikhlas menerima perjodohan dari orang tuanya setahun yang lalu. Walaupun dia tahu Farhan tidak pernah mencintainya, hingga hari ini.

Dengan hati-hati Farhan menggendong bayi mungil itu dan mengadzankannya dengan berlinang air mata. Kemudian setelahnya, kembali meletakkan bayi cantik itu tepat di samping Nadira.

"Dia akan tetap menjadi anakmu, Uda Farhan. Sampai kapanpun dia adalah anakmu. Kamulah nanti yang akan menjadi walinya ketika dia menikah kelak."

Farhan mengernyitkan dahi tak mengerti apa maksud perkataan Nadira barusan.

"Apa maksudmu, Dira? Kenapa kamu berkata begitu?"

"Uda Farhan tak perlu khawatir. Aku tidak akan melanggar perjanjian yang telah kita sepakati. Aku ikhlas menerima perjanjian itu." Parau suara Dira, tubuhnya bergetar. Sungguh sebenarnya terasa begitu berat mengucapkan apa yang baru saja dia katakan.

Sontak Farhan terdiam. Napasnya tiba-tiba sesak. Mengingat perjanjian yang telah dia buat sendiri delapan bulan yang lalu, persis beberapa hari setelah kepergian Bunda untuk selama-lamanya. Ketika itu, dia memaksa Nadira untuk menandatangani surat perjanjian itu.

Kini, entah kenapa Farhan justru hampir lupa dengan surat itu.

"Nantilah kita bicarakan itu. Tunggulah sampai anak kita berumur tiga bulan." Ucapan itu terlontar begitu saja dari mulut Farhan. Entah kenapa saat ini dia tak ingin membahasnya. Padahal dulu hampir setiap hari Farhan mengingatkan tentang isi surat itu pada Nadira.

"Tidak usah repot-repot mengurusku. Kamu tidak akan mengerti kebutuhanku yang sudah terbiasa tinggal di kota. Aku sudah biasa mengurus diriku sendiri. Jangan bikin Aku tergantung denganmu, akan repot jadinya jika Kita telah bercerai nanti."

"Uruslah dirimu sendiri, tak usah hiraukan Aku. Pernikahan kita ini hanya sementara. Jangan sampai ada perasaan apapun diantara kita."

Kata-kata Farhan itu yang selalu memenuhi kepala Nadira setiap hari. Hingga mau tak mau wanita itu mulai mempersiapkan hati dan jiwanya jika kelak Farhan menceraikannya.

Namun, walau selalu dilarang, Nadira tetap menjalankan kewajibannya mengurus dan melayani suaminya setiap hari. Karena itu yang diajarkan oleh ibunya.

"Tak perlu Uda menunggu sampai tiga bulan. Bukankah Uda sudah menanti waktu itu cukup lama? Aku tidak pernah keberatan jika sewaktu-waktu uda datang menengok anak kita."

Sesak sudah napas Farhan mendengar penuturan Nadira. Entah kenapa sekarang justru hatinya terasa nyeri mendengar Nadira membahas tentang perjanjian itu.

Farhan bergeming.

Tiba-tiba ponselnya bergetar. Ada sebuah pesan masuk dari nomor yang sudah tak asing lagi baginya.

[ Sayang, kamu di mana? Aku kangen. Bisa ketemu di tempat biasa?)

Farhan hanya membaca pesan itu, kemudian menutupnya kembali. Entah mengapa, rasanya enggan untuk membalas. Ada apa dengan dirinya? Seharusnya dia bahagia ketika mendapat pesan dari Erika, wanita yang sejak lama menjadi kekasihnya, jauh sebelum menikah dengan Nadira.

"Jika Uda harus kembali ke kantor, silakan!' ucap Nadira dengan merasakan nyeri di dadanya, lalu membuang pandangannya ke langit-langit kamar bersalin ini.

Kedua kaki Farhan seakan berat untuk melangkah. Seakan terpaku, dia tetap berdiri di samping ranjang Nadira. Menatap wajah wanita yang sekarang telah menjadi ibu dari anaknya.

Baru kali ini Farhan menatap wajah Dira dengan sejuta rasa yang dia sendiri tak paham. Entah kenapa kali ini enggan rasanya berpaling dari wajah cantik bermata teduh yang nampak kelelahan itu.

Sementara Nadira merasakan keanehan yang terjadi pada suaminya. Hingga membuatnya tak berani bertemu mata dengan Farhan.

"Permisi, Bu Nadira. Bayinya saya bawa ke ruang bayi dulu, agar ibunya bisa dipindahkan ke ruang rawat." Seorang perawat tiba-tiba masuk dan membawa bayi Nadira keluar.

Keduanya mengangguk. beberapa saat kemudian mereka kembali canggung dan tak banyak bicara.

Selama ini Farhan memang sangat jarang berbincang dengan Nadira. Dari sejak awal menikah, mereka bicara hanya seperlunya saja.

Hingga ingatannya kembali pada kejadian setahun yang lalu. Saat dirinya terpaksa menikah dengan wanita yang kini berada di hadapannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kayak orang syiah aja pake perjanjian kontrak nikah. hanya orang syiah yg diputus berapa lama pernikahan itu akan berlangsung
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
terpaksa menikahi dan ga cinta tapi kok hamil
goodnovel comment avatar
Aniek Oktari Keman
akhirnya yg di tunggu2 dateng jg ni cerita .........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 112. Kejutan

    "Aku ingin kita menikah." Erika yang sedang duduk santai di sofa terkejut saat Boyka tiba-tiba datang menghampirinya. Ia menatap pria itu dengan mata membesar."A-apa?"Boyka duduk di hadapan Erika dengan raut wajah tenang. Menghela napas panjang. Memandang wajah Erika sesaat, lalu kembali bicara."Aku ingin kita menikah setelah anak kita lahir." Ia mencondongkan tubuhnya, lalu menyentuh wajah Erika dengan lembut. Rasa hangat mengalir pada keduanya saat mereka bersentuhan.Erika berdebar, ia menggigit bibirnya, pikirannya masih penuh dengan keraguan. " Tapi, aku nggak yakin ...""Kenapa?" Boyka menatapnya serius. Ia meraih jemari Erika dan menggenggamnya erat. "Aku sudah membuktikan bahwa aku selalu ada di sini untukmu. Aku sudah menyelamatkanmu dari penjara. Aku sudah berjanji akan menjagamu dan anak kita." Perlahan satu tangan kekar Boyka mengelus perut Erika.Erika menunduk. Dalam beberapa minggu terakhir, ia melihat sisi lain dari Boyka. Pria itu memang kasar dan keras kepala,

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 111. Akhir Kekacauan

    "Erika?" Suara Tiara bergetar. Tubuhnya sedikit mundur ketika melihat Erika berdiri di hadapannya dengan senyum penuh arti. Ia ingin berteriak, tapi tenggorokannya seakan tercekat. Padahal saat ini ia hanya dipisahkan oleh layar yang berada di belakang pelaminan. Erika berjalan mendekat dengan santai, tangannya menggenggam clutch bag kecil berwarna perak. "Kamu tampak cantik sekali, Tiara," katanya dengan nada lembut yang mencurigakan. Tiara menelan ludah. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Erika tertawa kecil. "Kenapa? Aku hanya ingin mengucapkan selamat. Bagaimanapun juga, aku pernah menjadi bagian dari hidup Neil, kan?" Tiara mengamati wanita di hadapannya dengan hati-hati. Ada sesuatu yang tidak beres. Erika tidak mungkin datang hanya untuk memberikan ucapan selamat. "Erika, kalau kamu datang hanya untuk membuat masalah, lebih baik kamu pergi." Erika mengangkat bahu. "Aku? Membuat masalah? Tentu saja tidak." Ia merogoh clutch bag-nya dan sesuatu berkilat keluar dari dalamny

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 110. Resepsi Menegangkan

    "Semuanya sudah siap, Pak. Hotel sudah mengatur dekorasi sesuai permintaan, tamu undangan juga sudah konfirmasi kehadiran." Asisten Neil melaporkan persiapan pernikahan dengan detail. Sambil berjalan memasuki kantornya, Neil mengangguk puas. "Bagus. Pastikan semuanya berjalan lancar. Aku tidak mau ada kendala sedikit pun." Asistennya mengangguk, lalu keluar dari ruangan. Neil menghela napas dan bersandar di kursinya. Besok adalah hari yang sangat penting dalam hidupnya. Pernikahan resminya dengan Tiara, sesuatu yang sudah lama ia inginkan. Meski ini resepsi pernikahan keduanya, tapi rasanya seperti yang pertama baginya Namun, ada perasaan tidak nyaman yang mengganjal di hatinya. Entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Mungkin karena banyak kejadian menegangkan belakangan ini, hingga Neil merasa khawatir.Di rumah mewah keluarga Neil, Helda duduk di ruang tamu sambil menyesap teh hangatnya. Josh baru saja masuk setelah berbicara dengan panitia pernikahan di hotel.

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 109. Saat Keluarga Tiara Datang

    "Neil!" Helda berteriak marah melihat putranya masuk ke mobil. Neil tidak peduli dengan ancamannya. Rahangnya mengatup keras, dan tangannya mengepal. Josh yang sejak tadi memperhatikan dari tangga depan akhirnya melangkah mendekat. Ia melihat emosi Helda makin memuncak. "Cukup, Helda," ujar Josh tenang. Helda menoleh tajam. "Kamu lihat sendiri kan? Anakmu membantahku demi keluarga perempuan itu!" Josh menghela napas. "Kamu yang memaksanya untuk memilih." "Aku hanya ingin yang terbaik untuknya, Josh!" Helda membalas cepat. Josh menatap istrinya dalam. "Helda, aku tahu kamu keras kepala. Tapi sejujurnya, aku memang tidak setuju dengan acara besar ini sejak awal. Aku khawatir hal seperti ini akan terjadi." Helda melipat tangan di dada. "Jadi, kamu pikir aku yang salah?" Josh mengangguk pelan. "Bukan hanya kamu. Aku juga sempat meragukan keluarga Tiara. Tapi, aku sudah menyelidiki mereka sejak awal." Helda mengernyit. "Apa maksudmu?" Josh menarik napas dalam sebelum menjelaska

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 108. Menjelang Hari Penting

    "Tidak perlu!" Suara Helda terdengar ketus, membuat Tiara yang berdiri di balik pintu ruang tengah menahan napas. Hatinya mencelos seketika. "Mami, mereka adalah keluarganya. Mereka harus ada di acara ini." Neil mencoba berbicara lebih pelan, tapi nada suaranya tetap tegas. Tiara tahu suaminya tidak suka berdebat soal hal seperti ini. "Mami tidak mau tamu-tamu kita nanti tahu kalau istrimu itu berasal dari kampung." Tiara membekap mulutnya. Kata-kata Helda terasa seperti pukulan keras di dadanya. "Mami! Tolong jangan bicara begitu. Apa hubungannya dengan tamu-tamu kita?" "Neil, dengarkan Mami!" suara Helda terdengar lebih tegas. "Kamu adalah pengusaha besar, CEO perusahaan besar. Bagaimana jika orang-orang tahu kalau istrimu hanyalah anak dari keluarga biasa yang tinggal di desa? Itu bisa merusak reputasimu!" "Astaga! Mami masih memikirkan gengsi? Ini pernikahan, bukan acara bisnis!" Neil terdengar semakin kesal. "Mami tidak mau tahu! Pokoknya mereka tidak perlu datang!" Held

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 107. Surat Cerai

    "Selamat siang Bu Erika, saya ingin bertemu. Apa ibu bisa siang ini?" Suara pengacara Neil yang ia kenali terdengar di ujung telepon. Erika mengernyit. Kira-kira ada apa tiba-tiba pengacara Neil menghubunginya dan meminta bertemu. "Untuk apa?" tanyanya dengan nada waspada. "Ada sesuatu yang harus saya serahkan pada Ibu. Apa kita bisa bertemu di kafe dekat kantor?" Erika berpikir sejenak. Ada rasa penasaran dalam hatinya. "Baiklah, aku akan datang," sahutnya singkat. Setelah menutup telepon, ia menoleh ke arah Boyka yang duduk di sofa yang sedang memainkan ponselnya dengan santai. "Aku mau pergi sebentar," ujar Erika sambil mengambil tasnya. Boyka meliriknya sekilas. "Mau ke mana?" "Bukan urusanmu." Boyka terkekeh. "Oke, oke, tapi jangan lama-lama, nanti aku rindu." Erika tidak menanggapi dan segera pergi. Namun, tanpa ia sadari, Boyka menatap punggungnya penuh curiga, lalu dengan santai memasukkan ponselnya ke dalam saku dan lantas berdiri. Dengan naik taksi online Erika m

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 106. Pengumuman yang mengejutkan

    "Apa-apaan ini?" Suara Neil terdengar berat dan penuh amarah. Tatapannya tajam menusuk ke arah Joe yang masih berdiri terlalu dekat dengan Tiara. Rahangnya mengeras, dadanya naik turun menahan emosi. Tiara langsung menepis tangan Joe yang menghalanginya, lalu melangkah maju mendekati Neil. Kini ia berdiri di antara Neil dan Joe, khawatir jika terjadi keributan diantara dua lelaki itu. "Pak, jangan ..." bisik Tiara pelan, tangannya menggenggam lengan Neil agar pria itu tidak mendekat. Joe menelan ludah, tubuhnya sedikit mundur saat melihat ekspresi Neil yang sangat marah. Wajah atasannya itu menggelap dengan tatapan berkilat-kilat ke arah dirinya. " M-maaf, Pak Neil," ujar Joe akhirnya. "S-saya hanya ... mengajak Tiara bicara." Suara Joe terdengar gemetar. Neil menyipitkan mata. "Bicara? Dengan mendesaknya ke dinding seperti tadi?" Kali ini suara Neil terdengar menggelegar, hingga terdengar keluar ruangan. Joe hendak membuka mulut untuk membela diri, tapi tidak ada kata-kat

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 105 . Ungkapan Cinta

    "Mami mau acara resepsi pernikahan kalian nanti adalah acara yang besar." Helda bicara dengan wajah berbinar di meja makan. Neil dan Tiara yang duduk di sisi kiri tersenyum saling pandang. "Kalau perlu undang semua orang yang kita kenal, agar siapapun tau siapa istri Neil sebenarnya." Suasana sarapan pagi ini terasa lebih hangat. Helda terus bicara tentang semua rencananya. Sementara Tiara hanya diam dengan senyum tipis yang terus tersungging di wajahnya. "Josh, kenapa diam saja? Kamu nggak mau kasih pendapat?" tanya Helda masih antusias. Josh meraih segelas air putih dan meneguknya sesaat. Setelah menghela napas panjang ia bicara serius. "Ini hanya pernikahan kedua. Cukup undang kerabat dekat dan keluarga saja," tegasnya dengan pelan. "Tidak! Mami nggak setuju." Helda menyahut tak kalah tegas. "Setelah acara resepsi nanti, Mami nggak mau dengar lagi gosip-gosip miring tentang kalian berdua." "Iya, Mi. Aku akan persiapkan semuanya," sahut Neil. "Terserah kalian sajalah!" Jo

  • Cinta yang Disadari Usai Bercerai   Bab 104. Kabar mengejutkan

    [Kau pikir bisa lari dariku, Erika? Aku akan menemukanmu.] Siapa yang mengirim pesan ini? Tangan Erika gemetar saat memegang ponselnya. Ia ingin sekali menceritakan hal ini pada Boyka, tapi gengsinya terlalu tinggi. Lagipula, ia masih membenci pria itu. Namun, di sisi lain, ia tidak bisa menepis rasa takutnya. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka. Boyka berdiri di ambang pintu dengan ekspresi santai. "Kau belum tidur?" Erika mendongak cepat, menyembunyikan ponselnya di balik punggung. "Bukan urusanmu." Boyka menyeringai. "Aku cuma tanya." Pria itu berjalan mendekat, menyandarkan satu tangan pada pintu. "Kamu tampak gelisah." "Aku baik-baik saja," potong Erika cepat. Boyka mengangkat alis. "Benar? Yakin? Tapi perasaanku bilang tidak." Erika mengalihkan pandangan, menghindari tatapan pria itu. "Aku bilang aku baik-baik saja!" suaranya meninggi. Boyka terkekeh pelan. "Terserah kalau kamu tidak mau cerita. Tapi kalau ada sesuatu yang mengganggumu, kamu bisa bicara padaku." Erika mend

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status