Share

Bab 5

Author: Montano
Raut wajah Merry sangat muram. Dia berjongkok untuk mengambil sendok dengan kepala tertunduk.

Johannes menjawab, "Wira, jangan bercanda lagi. Dia nggak hamil, cuma sakit."

Merry kembali ke meja dan raut wajahnya terlihat jauh lebih baik.

Aku tiba-tiba berujar, "Kami memang mau punya anak, makanya ini lagi coba program bayi tabung."

Johannes tidak menyangka aku akan tiba-tiba mengungkapkan kebenarannya. Baginya, aku yang tidak bisa melahirkan anak membuatnya merasa malu.

Ekspresi semua orang berbeda-beda. Bagaimanapun juga, situasi ini berarti ada masalah dengan salah satu dari kami.

Hanya Merry yang menunduk dan makan dalam diam.

Baru saja hidangan udang diputar ke hadapanku dan sebelum aku sempat mengatakan apa-apa, Johannes sudah mengambilnya dan hendak mengupasnya untukku. Aku pun tidak lagi berkomentar. Johannes telah mengupas udang untukku selama sepuluh tahun. Dia tahu aku hanya makan udang dari berbagai jenis makanan laut.

"Nih."

Kemudian, dia menusuk udang itu dengan garpu dan menyuapinya ke arah Merry yang duduk di sebelahnya.

Setelah menyadari tatapanku, raut wajah Johannes seketika berubah dan dia mulai menegur, "Memangnya kamu nggak punya tangan? Sudah takut udang, tapi kamu selalu mau memakannya. Memangnya kamu anggap bos itu budakmu?"

"Bos, aku nggak akan berani melakukannya lagi lain kali."

Hal ini ditutupi dengan lelucon dan semua orang pun tertawa.

Merry membuka mulut untuk menerima udang itu sambil bermanja-manja, lalu mengunyahnya dengan lahap dan puas.

Kemudian, Johannes langsung mengupas seekor udang lagi dan menggunakan garpu yang dia gunakan untuk menyuapi Merry tadi untuk menyuapiku.

"Nggak usah."

Aku mundur selangkah dan memasang tampang jijik. Setelah ditolak, dia baru menyadari bahwa garpu itu sudah terkena air liur Merry. Dia pun terlihat agak malu.

"Maaf, Silvia. Aku yang lalai."

Johannes segera mengganti garpunya dengan yang baru, lalu menghabiskan sisa malam itu dengan mengupas udang untukku. Dia juga meniupi supku hingga hangat dan mengambilkan lauk untukku.

Dia memperhatikan setiap detailnya dan bersikap sangat perhatian. Menjelang akhir acara, dia bahkan memesankan sebuket bunga untukku untuk menghiburku.

Rasa antusias dan kegembiraan Merry di awal sudah sirna sejak awal dan digantikan oleh kesedihan.

Orang yang duduk di sebelahnya bertanya dengan penuh perhatian, "Merry, ada apa? Kenapa kamu menangis?"

"Nggak apa-apa. Pacarku menindasku."

Dia menyeka air matanya dan menunduk. Namun, Johannes tidak bereaksi.

Setelah acara berakhir, aku duduk diam di kursi penumpang depan. Johannes terus mengoceh dan menjelaskan tindakannya hari ini. Sementara itu, pikiranku dipenuhi sosok Merry yang telanjang dan berbaring di kursi ini.

Aku menunduk. Sesuai dugaan, aku melihat sedikit bercak putih.

"Itu bekas tumpahan minuman Wira. Aku harus potong gajinya," ujarnya dengan marah.

Kemudian, ponselnya yang terhubung dengan speaker mobil melalui bluetooth tiba-tiba berdering. Begitu mengangkat panggilan itu dan mendengar tangisan wanita, dia langsung memutuskan sambungan bluetooth dan menempelkan ponsel ke telinganya.

"Oke, aku mengerti."

Johannes menghentikan mobilnya dengan mendadak, lalu berujar, "Silvia, ada sesuatu yang terjadi di perusahaan dan aku harus kembali. Sebaiknya kamu pulang dulu naik taksi. Aku akan segera pulang."

Aku mengangguk tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Dia mencium keningku, lalu membantuku keluar dari mobil dan memanggil taksi sebelum pergi. Dia bahkan memperhatikanku melaju pergi.

Setelah mobil melewati titik buta, aku berkata pada sopir, "Pak, ikuti dia."

Sopir itu melirikku sejenak. Kemudian, tanpa banyak bicara, dia mengikuti mobil Johannes dengan menjaga jarak yang aman.

Mobilnya berhenti di pintu masuk hotel tempat kami baru saja makan malam. Johannes segera keluar dan meninju rekan pria yang sedang mencengkeram lengan Merry. Wajah pria itu langsung memucat dan dia jatuh ke lantai.

"Sialan! Coba saja kalau kamu berani main tangan lagi!"

Merry berdiri di samping dengan mata berkaca-kaca.

Aku tidak sengaja mendengar diskusi para rekan kerja lainnya.

"Dari tadi, Denny memang nggak berhenti gangguin Merry untuk minta nomornya. Dia bahkan paksa Merry untuk minum dua gelas alkohol. Pak Johannes memang sudah nggak tahan sama kelakuannya."

Ternyata, Johannes bergegas datang untuk membela Merry.

Rekan kerja pria yang baru mulai bekerja itu langsung terkejut, lalu meminta maaf dan buru-buru pergi. Yang lain juga berangsur-angsur pergi dengan sadar diri.

Ternyata, seluruh perusahaan tahu tentang hubungan mereka. Hari ini, mereka hanya memperlakukanku seperti orang bodoh. Kedua orang yang tersisa itu berciuman di jalanan tanpa malu.

Merry menyeka air matanya sambil berkata, "Aku hampir ditindasnya. Andaikan kamu datang sedikit lebih lambat lagi."

"Sudah, jangan khawatir. Aku ada di sini."

Pada saat ini, aku merasa seperti dikurung dalam gudang es. Perutku yang berat tiba-tiba terasa sakit dan aku memuntahkan darah sebelum jatuh ke lantai.

Johannes berdiri tidak jauh dariku, tetapi dia bahkan tidak melirikku.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta yang Luruh Bersama Cahaya Terakhir   Bab 11

    Johannes barulah orang yang memiliki masalah kesuburan. Dalam kasusnya, tanpa menjalani program bayi tabung, dia tidak akan pernah punya anak. Namun, Merry sama sekali tidak menjalani program bayi tabung. Setelah hamil sepuluh bulan, bayinya sudah lahir. Namun, pesan ini terasa bagaikan tulang ikan yang tersangkut di tenggorokan Johannes dan membuatnya tercekik.Bagaimana mungkin begitu? Selama sepuluh tahun ini, dia selalu percaya masalahnya terletak pada diriku. Dia tidak percaya. Hanya saja, ketika melihat Merry yang sedang menggendong anak, hatinya sangat bergejolak.Selama seminggu penuh, dia tidak bisa tidur. Kebahagiaan dari memiliki anak tidak mampu kegelisahan yang terus menghantuinya itu.Akhirnya, Johannes memutuskan untuk pergi memeriksakan diri. Dia diam-diam pergi ke kota lain sendiri. Saat hasilnya keluar, dia baru tahu bahwa air maninya sama sekali tidak mengandung sperma.Merry ternyata berselingkuh!Johannes sangat murka. Dia juga menggila dan langsung menabrakkan mo

  • Cinta yang Luruh Bersama Cahaya Terakhir   Bab 10

    Kakak sepupuku adalah seorang atlet wanita angkat besi dengan berat lebih dari 100 kg. Begitu mendengar ucapan itu, dia langsung menampar Merry. Wajah Merry langsung bengkak dan memerah. Ayah dan kakakku juga mendengar keributan ini. Mereka keluar dengan tampang masam dan menatapnya. Merry tidak mengenali mereka dan terlihat tidak takut."Silvia, bisa nggak kamu berhenti bersikap nggak tahu malu? Kamu pada dasarnya mandul. Memangnya kamu kira beberapa suntikan bisa membantu? Jangan-jangan, kamu bahkan nggak tahu kalau kamu sudah menopause?"Dia menatapku dengan penuh provokasi dan tampang ingin pamer.Aku menyeret pergi kakak dan ayahku yang hampir murka. Kakak sepupuku menyingsingkan lengan bajunya dan bergegas menghampiri Merry, lalu menamparnya dua kali lagi."Laki-laki nggak pukul perempuan. Aku akan gantikan mereka melakukannya!"Merry tidak menyangka kakak sepupuku akan bersikap sekejam ini. Dia langsung ketakutan dan jatuh terduduk di lantai sambil meratap.Mobil Johannes berde

  • Cinta yang Luruh Bersama Cahaya Terakhir   Bab 9

    Aku tidak menunggu Johannes kembali, melainkan langsung check-out dari hotel dan pulang sendirian.Ayah dan kakakku sudah menungguku di pintu masuk vila. Tidak ada ekspresi di wajah mereka. Namun, makin seperti ini, badai yang melanda akan makin besar. Setelah menerima pesanku, Johannes membalas.[ Silvia, aku sangat sibuk dan harus lembur di perusahaan untuk beberapa hari terakhir. Tolong gantikan aku minta maaf sama Ayah. Aku pasti akan mengajaknya jalan-jalan seusai sibuk. ]Dia sebenarnya hanya tidak ingin menunduk padaku di hadapan keluargaku. Bahkan setelah terus-menerus menerima bantuan dan kebaikan mereka, dia tetap menolak untuk tunduk.Dulu, demi harga diri, aku selalu membelanya. Kali ini, aku diam saja.Dokter keluarga yang dibawa Ayah memeriksaku dan menulis laporan. Kakakku menatap memar di perutku dengan mata dipenuhi rasa sakit hati.Ayahku sangat marah. Dia mengabaikan upayaku untuk menghentikannya dan memeriksa rekaman CCTV. Setelah melihat ibu mertuaku menindasku, d

  • Cinta yang Luruh Bersama Cahaya Terakhir   Bab 8

    Johannes baru pulang di malam hari."Sayang, lihat apa yang kubawakan untukmu."Begitu masuk ke rumah, dia langsung dengan bangganya menunjukkan sebuah tas berwarna jingga. Itu adalah satu set piring Hermes."Bukannya kamu paling suka memasak? Aku juga suka masakanmu. Aku membelinya khusus untukmu."Aku berterima kasih sambil tersenyum, lalu berkata dengan sedih, "Itu terlalu mahal. Jangan beli lagi lain kali."Dia mengelus kepalaku dengan lembut. "Aku nggak peduli sama uang. Kamu sudah berkorban begitu banyak untukku. Wajar saja aku berikan yang terbaik untukmu."Untuk sesaat, aku hampir berpikir dia tulus. Meskipun dia jelas-jelas tidak mencintaiku lagi, tatapannya masih bisa dibuat seolah-olah penuh kasih sayang.Melihat aku tidak marah lagi, dia menghela napas lega, lalu mencium keningku sebelum pergi berganti pakaian.Melihat piring di depanku, aku merasa sangat mual. Ini hanyalah pelengkap tak penting yang dibeli demi memenuhi syarat untuk membeli tas Merry itu."Coba lihat apa i

  • Cinta yang Luruh Bersama Cahaya Terakhir   Bab 7

    "Sayang, tunggu kami ke sana. Kamu punya tempat menetap? Kalau nggak, Ayah akan belikan sebuah rumah untukmu."Ayahku mengancam akan menghancurkan Johannes. Sementara itu, kakakku yang berekspresi muram mulai mengatur urusan di perusahaan dan bertekad untuk membuat Johannes menyesali perbuatannya seumur hidup.Setelah dihibur oleh keluargaku, aku memutuskan sambungan telepon. Kemudian, aku kembali ke kamar rawat inapku, bersembunyi di balik selimut dengan tubuh gemetar, dan menangis sejadi-jadinya.Sebenarnya, ada alasan kenapa aku memperlakukan Johannes dengan begitu baik hingga bahkan mempertaruhkan kesehatanku untuk menjalani program bayi tabung.Pada tahun pertama kami bersama, ketika tidak sengaja bertemu dengan seorang preman dan preman itu hendak menyerangku, dia mengadang di depanku tanpa ragu dan menahan pisau itu dengan tangan kosong. Pisau tajam itu hampir memotong separuh tangannya, tetapi dia berhasil menyelamatkan nyawaku. Namun, setelah tidak mencintaiku lagi sekarang,

  • Cinta yang Luruh Bersama Cahaya Terakhir   Bab 6

    Ketika aku tersadar lagi, aku melihat ibu mertuaku yang sinis dan galak. Dia melipat tangannya dan menatap dingin ke arahku yang terbaring UGD.Dia mencibir, "Silvia, kalau kamu nggak bisa punya anak, bisa nggak kamu serahkan saja posisimu? Jangan sia-siakan masa muda putraku. Sebagai seorang wanita, kamu bahkan nggak bisa punya anak. Apa gunanya suntikan-suntikan itu? Kamu sudah habiskan banyak uang putraku! Dasar pembawa sial!""Kenapa kamu nggak ngaca dulu? Berani-beraninya kamu monopoli posisi sebagai istri Johannes. Kamu sudah tua dan jelek. Memangnya kamu layak?"Sekarang, aku berusia 30 tahun. Aku telah bersama Johannes selama sepuluh tahun dan mendampinginya dari nol hingga sukses. Aku merelakan aset ratusan triliun dan statusku sebagai putri orang kaya yang dimanja demi mendampinginya merintis usahanya. Ayah dan kakakku juga memberikan dukungan penuh kepada Johannes sehingga dia yang dulunya miskin memiliki kekayaan saat ini.Aku telah menempuh perjalanan jauh demi datang kem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status