Tuan Damian yang baru saja menyelesaikan perjalanan bisnisnya menyusuri Cina Selatan akhirnya tiba di Las Vegas. Salju yang lebat menyambutnya pagi ini. Edward yang merupakan orang kepercayaan keluarga Keller segera menyambut majikannya itu.
Edward sedikit membungkukan badan dan tersenyum saat Tuan Damian sudah turun dari mobil. Tuan Damian tersenyum kecut memandangi Edward.
“William di mana? Apakah dia bersama istri mandulnya itu?” gerutu Tuan Damian secara sarkas.
“Tuan William dan nona Maya ada di dalam, sedang sarapan dengan nona Aurora,” jelas Edward. Alis Tuan Damian berkerut. Dia membulatkan matanya saat mendengarkan nama Aurora. Selama ini, di dalam keluarga mereka. Orang asing tidak boleh ikut makan bersama. Sebuah peraturan kuno dari keluarga Keller yang kaya raya.
Tuan Damian berjalan masuk ke dalam rumah. Edward mengikuti majikannya itu dari belakang. Tuan Damian menatap William dan istrinya sedang duduk di meja makan dan seorang gadis berada di depan mereka.
Langkah kaki Tuan Damian yang jelas terdengar membuat William spontan menoleh ke sumber suara.
“Ayah?”
“Bagaimana perjalananya dari Cina Selatan?” tanya William antusias. Tuan Damian menghela napas panjang. Dia fokus menatap seorang perempuan muda yang sedang menunduk ke bawah. Tidak berani memandanginya.
Maya spontan berdiri di samping William dan menatap ayah mertuanya itu.
“Siapa dia?”
“Kau tahu kan, keluarga Keller tidak boleh sembarangan dengan orang asing?” sahut Tuan Damian sambil menunjuk Aurora. William menatap Aurora yang terlihat ketakutan. Tangan perempuan itu bergetar.
“Dia adalah Aurora.”
Aurora menonggakan wajahnya. Bola matanya bertemu dengan tatapan tajam dari Tuan Damian. Tubuh Tuan Damian yang tinggi dengan rambut beruban serta bola mata yang tajam membuatnya terlihat benar-benar menyeramkan.
Syal hitam begitu setia melilit di lehernya. Tuan Damian berjalan ke arah Aurora dan menatap secara dekat wajah perempuan itu.
“Siapa dia, William?”
“Kau seharunya tidak mengundang orang asing di dalam rumah ini!”
Aurora menundukan wajahnya. Aroma citrus begitu menyeruak dari tubuh lelaki itu. Saat Tuan Damian memandanginya dengan tatapan penuh intimidasi, Aurora menelan salivanya. Tengorokannya benar-benar kering.
“Dia Aurora, dia adalah perempuan yang akan melahirkan anakku!”
“Dia istri keduaku,” ucap William segera. Sebenarnya dia ingin menutupi hal ini kepada ayahnya. Namun William tidak bisa berbohong.
Bola mata Tuan Damian membulat sempurna. Dia menatap putranya dengan ekspresi tidak percaya. Tidak mungkin putranya itu menikah dengan perempuan asing tanpa sepengetahuannya.
“Kau~”
“Dia yang akan melahirkan anak kami!” sahut Maya secepat mungkin. Aurora hanya bisa menunduk ke bawah lalu mendengarkan pertengkaran ketiga manusia itu. Tangan Aurora bergetar, dia ketakutan saat ini.
“Jadi, sejak kapan kau sudah menikah dengannya?” tanya Tuan Damian segera. Dia kini duduk di antara Aurora dan Maya. Dia memandangi kedua perempuan itu. William menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.
“Kemarin, aku sudah resmi menjadi suaminya,” ucap Wiliam sambil terus menatap Aurora yang tidak berani memandanginya.
“Ayah tenang saja, mengenai penerus keluarga Keller, aku dan Maya sudah memikirkan hal itu!” ucap William kemudian. Tuan Damian menatap Aurora. Bola mata perempuan itu berkabut. Tuan Damian tidak mengerti tatapan penuh tekanan dari gadis itu.
“Oke, ayah hanya ingin kau segera memiliki penerus!” ucap Tuan Damian lalu lelaki paruh baya itu pergi meninggalkan William dan Maya di meja makan.
***
Aurora membaringkan tubuhnya di atas ranjang sambil memijit kepalanya yang terasa sakit. Beberapa hari ini, perjalananya kembali ke Las Vegas benar-benar membuatnya lelah. Antoni sampai sekarang belum membalas pesannya.
Aurora mengambil ponsel yang disembunyikan di bawah kasur. Dia menatap layar benda persegi itu.
“Antoni, kemana kamu?” sahut Aurora segera. Dia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Aurora mencoba menghubungi Antoni namun telepon lelaki itu sama sekali tidak tersambung. Seharusnya Antoni sudah berada di Las Vegas dan menjemputnya di rumah Robert.
Aurora meletakkan ponselnya kembali.
Klek~
Pintu terbuka, Aurora segera menatap William yang sedang berjalan ke arahnya. Lelaki itu sangat dingin. Aurora merasa beku jika berada di samping William.
“Jangan pernah menatapku dengan sangat lama,” sahutnya segera. Kening Aurora berkerut. Dia tidak pernah mengerti perkataan William.
“Aku tidak menatapmu dengan sangat lama, aku tidak melakukan itu!” balas Aurora tidak terima. Dia berdiri di depan William yang sedang berkacak pingang.
“Aku tidak menyukaimu, jangan selalu mengira aku memandangimu!” gerutu Aurora. Bola matanya membulat sempurna.
“Tentu saja, di hubungi kita ini, kau tidak perlu menyukaiku!”
“Cukup lahirkan anak untukku, jangan buat Maya cemburu dengan kau memandangiku seperti itu!”
Aurora menghela napas panjang.
“Kau harus tahu, Aurora. Aku sangat mencintai Maya dan aku melakukan ini karena aku tidak ingin kehilangan dirinya!”
Setelah mengatakan itu, William segera pergi dari kamar Aurora. Dia membalikan badan sejenak sebelum tangannya menutup pintu.
“Buat dirimu bahagia agar pembuahan itu cepat terjadi,” sambungnya.
Brak!
Pintu tertutup dengan rapat. Aurora mengusap dadanya yang terasa sesak. Aurora benar-benar ingin mencabik mulut William.
“Jika bukan Robert, aku benar-benar akan membunuhnya!” ucap Aurora dalam hati.
Dring!
Ponsel bergetar. Aurora segera mengambil benda persegi itu dan berharap Antoni yang sedang menghubunginya pagi ini. Aurora benar-benar ingin berbicara dengan kekasihnya. Ada perasaan bersalah di hati Aurora. Tapi dia berharap Antoni bisa menerima dirinya.
“Halo Aurora?” sahut suara itu. Senyum terbingkai di wajah cantik Aurora. Dia berharap Antoni segera menjemputnya. Serasa ada angin segar yang menghampirinya saat ini.
“Antoni, sayang, aku di Las Vegas sekarang. Kau di mana?”
“Antoni, tolong aku! Aku dalam kesulitan, Antoni kamu …,”
“Aurora!” potong Antoni segera. Aurora sedikit cemas. Suara Antoni terdengar lirih. Apa yang terjadi? sepertinya Antoni sudah sangat berbeda saat ini.
“Antoni, ada apa?” tanya Aurora kemudian.
“Aurora, jangan hubungi aku lagi!”
Bagai tersambar petir, tubuh Aurora lemas. Darahnya berdesir. Aurora tidak mengerti mengapa Antoni mengatakan seperti itu kepadanya.
“Antoni, mengapa kau …,”
“Kita sudah selesai, Aurora. Saat aku menunggumu dari Manchester, aku putus asa dan akhirnya aku sudah menikah,” ucap Antoni kemudian. Bola mata Aurora tiba-tiba memanas. Butiran bening menetes membasahi pipinya saat ini.
“Menikah?”
“Kau menghianatiku, Antoni?”
“Mengapa seperti ini?”
“Antoni, saat ini aku membutuhkanmu. Kamu sudah berjanji akan selalu bersamaku,” ucap Aurora kemudian. Isak tangisannya jelas terdengar melalui sambungan telepon.
“Maafkan aku Aurora, lupakan aku!” ucap Antoni lirih. Beberapa menit kemudian, lelaki itu segera mematikan sambungan teleponnya.
Tit!
“Antoni!”
“Antoni, kau tidak bisa melakukan ini kepadaku!” teriak Aurora segera. Tangisannya pecah. Aurora mengengam erat ponselnya itu lalu melemparnya sambil berteriak.
“Brengsek kau Antoni,” sahutnya lirih. Aurora membaringkan tubuhnya lalu menutup wajahnya dengan bantal. Dia menumpahkan segala kesedihannya. Aurora menjerit dan berteriak di dalam kamar.
“Mengapa melakukan hal ini kepadaku?”
“Aku salah apa kepadamu?” sahut Aurora dengan isak tangisannya. Dadanya benar-benar sesak dan dia tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Lelaki itu adalah harapannya untuk terlepas dari semua masalah ini. Namun, Antoni begitu tega menghianatinya.
“Antoni, aku benar-benar membencimu!” batin Aurora dalam hati.
Bersambung …
“Apa kamu serius akan meninggalkan semua ini?”“Aku yakin, prof. John akan menunggumu. Dia lelaki setia. Dia tidak mudah menyerah!”“Jadi, kamu harus menikmati hidupmu selama lima tahun di Prancis ini dan kembalilah bersamanya nanti. Apa kamu tegas melihatnya bersedih seperti itu?” gumam bibi Madame. Aurora tersenyum.“Ya, aku akan menjadi Aurora yang baru dan layak untuk dicintainya. Jika aku tetap di Nevada maka aku tidak akan bisa membahagiakannya. Aku dan melukaianya dan aku akan terbayang dengan masa lalu yang menyakitkan! Aku tidak ingin itu terjadi,” sahut Aurora sambil memandangi Madame. Perempuan paruh baya itu setuju.“Ya, aku setuju dengan keputusanmu, kamu berhak memiliki waktu sendiri. Buatlah dirimu bahagia dan perhatikan Peter dengan baik,” serunya. Aurora menghela napas lega.Selama di Prancis, dia akan membuat banyak hal. Aurora akan terjun di dunia bisnis pakaian dan juga akan melanjutkan hobinya untuk menulis novel. Bibi Madame menemainya selama setahun. Rupanya per
“Dia pantas mendapatkan itu!”“Dia sangat pantas mendapatkan itu!” sahut Cicilia lirih. Para pengawal menahannya. Para pengawal berusaha mengurungnya di ruangan khusus. Alex hanya bisa menenangkan Cicilia. Memberikan peringatakan dengan apa yang baru saja dilakukannya.“Kamu akan mendapatkan hukuman dengan apa yang kamu lakukan hari ini!”“Aku tidak peduli!” teriak Cicilia segera.“Kamu pikir aku peduli itu, Alex? Aku sama sekali tidak peduli. Aku menyesal, bukan Aurora yang terkenal pistolku melainkan William!”“Sial!” gerutunya. Alex menghela napas panjang. Cicilia benar-benar keras kepala. Seharusnya perempuan itu menyesal. Apa dia sudah gila? Pikir Alex.“Kamu gila, Cicilia!”“Kamu benar-benar gila!” gerutunya kemudian. Cicilia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Dia tertawa terbahak-bahak dan membuat Alex ketakutan setengah mati.“Aku memang gila, aku gila karena John!”“Aku gila kerena John!” sahutnya lagi. Para pengawal akhirnya membawah Cicilia ke kantor
“Cicilia?” sahut prof. John tidak menyangka. Perempuan itu ada di depannya secara tiba-tiba. Kapan Cicilia datang? Bagaimana bisa dia tahu di mana dirinya berada.“Kau membohongiku, prof. John!” gumamnya. Satu butir air mata menetes di pipinya. Cicilia mengarahkan pistol itu ke arah Aurora. Prof. John segera menarik tangan Aurora mendekat ke arahnya.“Apa yang kau lakukan?”“Apa yang kau lakukan, Cicilia? Hentikan dan simpan pistolmu!” perintahnya. Aurora menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Tubuhnya bergetar hebat karena ketakutan.“Kau membohongiku John, apa seperti ini caramu?” Cicilia semakin mendekat. Dia menatap Aurora dengan pandangan tajam.“Aku sudah katakan, jika aku tidak bisa memilikimu, maka Aurora tidak bisa memiliki siapapun itu!” gumamnya lagi. William secepat mungkin berdiri di samping Aurora. Kedua lelaki itu berdiri dan menghadang Cicilia.“Kau berjanji akan menikahiku, John!”“Apa seperti ini yang kau janjikan kepadaku? Kau membohongiku, kau m
Roy menatap Joanna yang tampak manis malam ini. Besok, perempuan itu akan resmi menjadi miliknya. Roy sudah menunggu hal itu jauh-jauh hari. Dia sangat ingin Joanna menjadi miliknya.“Apa kamu menyukainya?” bisik Roy lembut. Makan malam istimewa ini sebagai kado spesial. Dia mencintai Joanna setulus hatinya dan memberikan apapun yang diinginkan perempuan itu.“Apa kamu menyukainya?” tanyanya lagi. Joanna menganggukan kepala. Dia sedikit malu dengan sentuhan Roy yang sangat memabukan.“Aku sedih,” bisik Joanna. Mereka berdua duduk di taman yang indah. Saling bertatapan dan saling menebar kasih.“Apa yang kamu pusingkan sayang?”“Apa ada yang menganggumu?” Joanna menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.“Aurora, aku kasihan kepadanya. Besok adalah hari bahagia untukku, tapi untuk Aurora, aku rasa dia akan sedih dengan rumah tangganya.”Roy tersenyum. Hal yang sangat disukai dari Joanna adalah ketulusan hatinya. Joanna cantik dan memiliki hati yang tulus. Selain itu, di
Cicilia duduk sambil menunduk ke bawah. Air matanya terus mengalir. Dadanya terasa sesak. Dia sesekali memandangi prof. John yang sedang berdiri di depannya. Alex keluar dan membiarkan prof. John berbicara dengan serius kepada Cicilia. Perempuan itu akan mendengarkannya dengan baik.“Jadi, kamu berencana untuk mengakhiri hidupmu? Apa kamu tidak pernah pikirkan hal ini lebih jauh?” gumamnya. Prof. John memandangi Cicilia yang terus terisak menangis.Prof. John menyentuh tangan perempuan itu. Memberikan ketenangan kepadanya.“Aku yakin, kamu bisa melewati semua ini, Cicilia. Aku yakin kamu bisa menghapus segala sakit hatimu itu.” Prof. John mencondongkan wajahnya. Dia meraba pipi perempuan itu dan menyeka air matanya.“Kamu sudah berjanji akan menikahiku!” Cicilia menatap prof. John dengan bola mata berkabut.“Aku tidak bisa menguasai diriku sendiri, aku tidak bisa,” bisiknya lagi. Cicilia segera berdiri dan spontan memeluk prof. John. Dia tidak ingin melepaskan lelaki itu. Dia sudah gi
“Aurora, aku serius mengatakan hal ini, tidak mungkin prof. John melakukan hal yang membuatmu terluka. Dia tidak akan melakukan itu, aku serius!” jelas Joanna penuh keyakinan. Dia menunjukan seluruh bukti dan rekaman Alex. Lelaki itu menjelaskan bahwa dirinya dan Cicilia memiliki hubungan tersembunyi.Jika Cicilia sedang frustasi, perempuan itu akan menghampirinya. Mengadu dan bahkan mereka selalu bermesraan. Cicilia memanfaatkannya sebagai tempat untuk meluapkan seluruh emosi. Alex paham, namun rasa sayangnya kepada Cicilia benar-benar sangat besar. Dia tidak ingin perempuan itu sendiri dalam keterpurukan. Maka dari itu, Alex berusaha bersamanya dan mengejarnya hingga ke Nevada.Aurora memandangi seluruh bukti yang ditunjukan Joanna dan Roy secara serius.“Prof. John lelaki baik, dia tidak akan melakukan hal seperti itu. Makanya, aku jelaskan kepadamu seperti ini agar kamu paham!” sambung Joanna.Aurora menghela napas panjang.“Aku harus pulang, Roy dan aku harus mengurus beberapa ke