Share

04. Pertemuan tak terduga

Gadis bermata coklat pekat dan berambut pendek sebahu itu berjalan menyusuri jalan raya menuju pertokoan. Hari itu ia pergi tanpa Joe, karena ia tidak ingin rencana yang sudah ia susun dengan rapi terbongkar. Sebenarnya Joe menawarkan diri untuk mengantarnya setelah rapat senat selasai, tapi Jinny menolak dengan halus dengan alasan ia harus membeli sesuatu yang berhubungan dengan privasi wanita, dan laki-laki tidak boleh tahu akan hal itu.

Jinny sudah berada di toko serba guna, dan ia membeli beberapa barang seperti kertas lipat, lilin ulang tahun dan keperluan lainnya yang ia perlukan untuk melancarkan rencana kejutan ulang tahun untuk Joe Fernandez yang ke 21 tahun.

"Sepertinya sudah cukup" gumamnya setelah barang yang ia perlukan terkumpul di dalam ranjang.

Well, hanya satu yang sangat penting dan harus ia beli 'kue tart' jinny melenggang ke luar toko setelah membayar belanjaannya dan memasukkannya ke dalam kantok plastik. Toko kue yang ingin ia kunjungi berada dua kilo meter dari pusat pertokoan, tempat itu berada di pusat jajanan kuliner yang cukup terkenal.

Sudah pukul enam sore, langit sudah gelap mengingat bulan desember merupakan musim dingin dan waktu matahari terbenampun sangat cepat di bandingkan dengan musim panas. Ia sudah hafal dengan jalan itu, ia cukup melewati jalan pintas berupa gang kecil untuk menuju halte bus. Gang yang tidak begitu lebar itu hanya di terangi oleh pencahayaan lampu yang minim. Dengan bantuan sinar rembulan Jinny bisa melihat jalan dan memperlebar langkahnya agar cepat sampai halte.

Langkahnya terhenti ketika dua orang pria mabuk sedang beradu mulut dengan temannya yang juga mabuk. Ia mengembuskan nafasnya keras, tangannya menggenggam erat kantong belanjaannya. Ia berdoa dalam hati agar dua orang mabuk itu tidak menyadari keberadaannya dan bisa aman saat melintasi mereka. Nafasnya mulai tercekat ketika salah satu di antara mereka menyadari keberadaanya.

"Hai, Nona cantik, apakah kau mau melayani kami?"

Langkah kaki Jinny terhenti saat ia sedikit lagi berhasil melewati pria-pria mabuk itu. Matanya terpejam, jantungnya berdetak tak karuan, rasa takut menyelimutinya. Ia hendak meneruskan langkahnya dan mengacuhkan dua orang pemabuk itu ketika pria mabuk yang berambut klimis menghadang langkahnya.

Wajah kedua pria itu tidak terlihat dengan jelas mengingat pencahayaan yang minim. Jinny tidak membuka mulut sedikitpun, ia berusaha menghindari dengan mengambil jalur kiri namun orang itu menghalanginya lagi, begitupun saat Jinny akan mengambil jalur kanan pria itu juga menghalangi jalannya.

"Mau kemana? Jangan buru-buru nona cantik, kami tidak akan melukaimu"

Salah satu pria yang berdiri di belakang Jinny bersuara.

Jinny semakin takut, dan ia menoleh ke belakang bahu. Pria itu berada hanya lima langkah darinya.

"Kenapa kau takut dengan kami? Kami tidak akan memakanmu, nona" dengan nada khas pemabuk. Pria itu menggoyangkan tangannya yang sedang memegang botol minuman keras.

Aroma alkohol dari nafas kedua pria itu menusuk hidung Jinny. Ia sedikit memundurkan tubuhnya "Maaf saya harus cepat pergi" kata Jinny dengan nada bergetar.

"Ayolah nona, kau tidak perlu takut pada kami" suara serak pria yang ada di hadapannya mencengkram bahu Jinny. Gadis itu melotot, ia berusaha melepaskan cengkramannya.

Mendengar Jinny meminta tolong untuk membiarkannya pergi, kedua pria mabuk itu tertawa sambil berusaha menyeret Jinny ke sebuah gang kecil yang ada di sana. Gadis itu meronta hingga kantong belanjaannya terjatuh.

Tenaga kedua pria itu lebih kuat darinya, ia menangis dan berteriak minta tolong namun keadaanya gang yang begitu sepi mustahil orang lain akan mendengarnya.

Jinny terhempas dan pungungnya menghantam tembok saat pria mabuk berambut klimis mendorongnya kuat. Gadis itu mengerang kesakitan.

"Tolong lepaskan saya!"

Kedua pria itu hanya tertawa terbahak-bahak, baru saja mereka akan mendekati Jinny dan menyentuhnya seseorang berteriak dari ujung jalan.

"HEI, LEPASKAN GADIS ITU, TIKUS-TIKUS KOTOR!"

***

Julian menutup sambungan telepon dari ibunya. Hari ini ia libur part time dan diminta ibunya untuk membantunya di toko karena Banny—asisten Nancy—tidak masuk kerja karena ia harus mengantar istrinya ke rumah sakit. Ia berjalan menuju sebuah gang yang merupakan jalan pintas menuju halte bus.

Seperti biasa ia menyalakan senter dari ponselnya ketika harus melewati gang itu, karena cukup gelap meski cahaya bulan cukup membantu menerangi jalan , namun itu tidak cukup baginya, karena ia takut saat melintas nanti ada seekor tikus lewat di hadapannya. Itu membuatnya merinding jika membayangkannya.

"Hahahaha, kau tidak usah takut, nona cantik"

"Tolong lepaskan saya!"

Langkahnya terhenti ketika mendengar suara minta tolong dan suara pria yang tertawa keras. Julian menyipitkan matanya dan mengarahkan senter ponselnya ke ujung gang. Ia melihat dua orang pria mabuk memaksa seorang gadis untuk melucuti pakaiannya.

"Apakah hidupku hanya berurusan dengan sampah-sampah seperti itu?" gumamnya.

Mendengar isakan tangis gadis itu membuat Julian tidak bisa mengabaikannya, seperti ia selalu mengabaikan hal-hal tidak penting seperti urusan negara dan gosip yang beredar di kampus.

"HEI, LEPASKAN GADIS ITU, TIKUS-TIKUS KOTOR!"

Setelah Julian meneriaki mereka. Kedua pria mabuk itu menoleh kearahnya.

Julian berjalan menuju kedua pemabuk yang sedang memaksa Jinny untuk melayani nafsu bejat mereka.

"Apa urusanmu anak muda?" tanya pria berambut klimis itu kesal karena Julian mengganggu acaranya.

"Lebih baik kau pulang karena ibumu menunggumu di rumah" pria yang satunya menimpali.

Julian mendecakkan lidah "Lepaskan gadis itu, karena sebentar lagi polisi akan datang kemari dan menjeblokan kalian ke penjara" Julian mengancam.

Jinny dengan cepat berdiri dan mengatur nafasnya yang tersengal. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Ia lega seseorang datang menyelamatkannya.

"Apa kau berusaha mengancam kami, anak muda?"

"Baiklah, jika kalian tidak percaya aku akan menelepon polisi agar cepat datang kemari dan memberikan rekaman video pelecehan yang kalian lakukan pada gadis itu" tegas Julian dan mengacungkan ponselnya pada kedua pria itu.

Kedua pria mabuk itu mulai panik mendengar suara sirine mobil polisi yang terdengar dari ujung jalan raya. Tidak ingin mereka masuk penjara, keduanya lari terbirit-birit meninggalkan tempat itu.

Julian terkekeh, sepertinya ancamannya berhasil. Ia sangat pandai dalam hal mengelabui.

Laki-laki itu merendahkan tubuhnya mengambil kantong belanjaan yang tergeletak di tanah. Sementara Jinny menghapus keringatnya dan mengusap air matanya. Ia berusaha membuka suara ketika Julian menyerahkan kantong belanjaan miliknya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Julian dengan nada tenang.

Jinny berusaha membuka mulut namun hanya suara kosong yang terdengar. Ia begitu syok dengan kejadian yang baru saja menimpanya.

"Te..terima kasih" balas Jinny pada akhirnya dan mengambil kantong belanjaan dari tangan Julian.

Julian mengangakat alisnya ketika wajah gadis itu kini tampak jelas karena sinar lampu tempel yang ada di atas Jinny tiba-tiba menyala meskipun tidak begitu terang.

"Jinny Wilson?" tanya Julian memastikan.

Jinny pun tertegun melihat wajah laki-laki itu. Orang yang menabraknya di kantin waktu lalu. Dia masih ingat namun ia tidak tahu namanya.

"I, iya..." gumamnya "Apakah kau yang menabrakku di kantin waktu itu?"

Julian tersenyum kecil "Kau tidak perlu mempertegasnya, karena aku tidak sengaja menabrakmu"

"Namaku Julian Wheeler, kau bisa memanggilku Julian"

"Aku Jinny Wilson..."

"Ya, aku sudah tahu"

Jinny menatap Julian heran. Kenapa dia bisa tahu namanya sementara mereka baru saja berkenalan hari ini. Seoalah tahu apa yang ada di pikiran gadis itu, Julian mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.

"Ini milikmu, bukan?"

Jinny mengangkat alis saat Julian memperlihatkan kartu mahasiswa miliknya. Ia bahkan tidak sadar jika benda itu tidak ada dalam tasnya. Apakah ia menjatuhnya di suatu tempat?

"Kenapa kartu ini ada padamu?"

"Aku menemukannya di minimarket, mungkin kau tidak sadar menjatuhkannya saat bebelanja"

Jinny menerima kartu itu dan menatap Julian dengan mata berbinar. Ia sangat tertolong dengan kehadiran laki-laki itu. Jika tidak mungkin ia sudah menjadi santapan liar para pemabuk tadi.

"Kau maukemana?"

"Aku ingin membeli kue untuk temanku di La Vien cake"

"Bagus, kebetulan aku juga akan mengunjungi tempat itu," tukas Julian "Kita bisa pergi bersama"

Cukup mengejutkan, meskipun agak canggung, ia menerima ajakan Julian untuk pergi bersama ke toko itu. Dengan adanya laki-laki itu bersamanya, setidaknya ia bisa merasa aman dan tidak perlu takut jika ia bertemu dengan orang aneh lagi nantinya. Mungkin saja, bukan.

Baru saja akan melangkahkan kakinya ketika Julian mengulurkan tangan padanya sambil tersenyum "Senang berkenalan denganmu, Jinny"

Jinny tertegun. Meskipun sedikit ragu ia menerima uluran tangan Julian dan menjabatnya.

"Aku juga..sekali lagi terima kasih kau telah membantuku, Julian"

Gadis itu tersenyum lebar. Kilatan matanya menyiratkan jika ia baru saja mendapatkan teman baru selain Joe. Dan itu membuatnya sangat senang. Yep, dia berharap mereka bisa menjadi teman baik nantinya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status