"Ayo, kamu harus ikut aku ke RS gadis kecil! Kalau kamu sakit bisa repot aku. Tidak ada yang membantuku mengurus rumahku yang besar itu." ajak tuan Adam lagi.
"Sudah kubilang tidak perlu tuan. Aku tidak perlu ke RS. Aku hanya perlu tidur dan mungkin juga harus menjauh dari tuan untuk sementara." sahut Kirana malas.
"Menjauh dariku? Kenapa? Memangnya aku yang menularkan penyakit padamu?" tanya tuan Adam semakin bingung.
"Bukan! Bukan tuan yang menyebabkan aku sakit. Tapi, perasaanku yang terlalu besar pada tuan. Aku sungguh tidak tahan lagi dengan perasaan ini. Aku merana tuan. Karena rasa cinta ini." ucap Kirana panjang.
Kirana memberanikan dirinya untuk mengatakan yang sebenarnya pada tuan Adam. Kirana sungguh tidak tahan lagi pada perasaannya.
"Jadi, kau sakit karena kau memendam rasa c
"Maksudmu, majikanku kenapa?" tanya Kirana bingung. "Maksudku...," Alice memutus ucapannya sesaat karena terdengar suara ketukan lagi di pintu depan rumah tuan Adam. Tok! Tok! "Gadis kecil! Itu ada siapa lagi. Cepat kau buka pintunya!" teriak tuan Adam dari dalam ruangan. "Baik, tuan. Akan aku bukakan pintunya. Tunggu, sebentar ya, Alice. Aku buka pintu dulu. Aduh, siapa lagi sih yang datang?" keluh Kirana jengkel. Klik! "Esti? Dan kau Rima bukan? Kenapa kalian semua malah datang ke sini? Aku jadi tak mengerti. Sebenarnya, siapa yang mengundang kalian semua?" tanya Kirana heran. "Sudah kubilang majikanmu." ujar Alice tenang. "Oh, ternyata kalian semua sudah datang
"Aduh, gimana ini? Kalo hitam begini aku kan, jadi malu kalo bertemu orang." jerit Kirana panik. "Kirana, tenang lah! Cara terbaik untuk menghilangkan hitam itu adalah tidur." saran tuan Adam. "Aduh, tuan bagaimana sih? Aku sedang panik karena warna hitam ini. Tuan malah menyuruh ku tidur." ujar Kirana jengkel. "Benar, Kirana percayalah padaku. Untuk menghilangkan warna hitam tidur adalah yang terbaik. Lebih baik, kau tidur sana!" perintah tuan Adam pada Kirana. "Baiklah, tuan aku akan tidur saja." sahut Kirana sambil berbalik masuk ke dalam kamarnya. Kirana menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidurnya. "Ayah, aku harus bagaimana ya? Apa tuan Adam tidak akan berubah? Kirana takut kalau tuan Adam beruba
"Apa tuan akan menikah? Dengan siapa? Tapi, kenapa tuan meminta aku untuk membaca ini?" tanya Kirana bingung. "Tentu saja, aku akan menikah. Tapi, tidak sekarang. Nanti. Dan, bukan dengan orang lain. Tapi, denganmu. Maka dari itu kau kuminta untuk membaca dulu syarat-syaratnya itu. Kalau ada yang tidak kau mengerti kau bisa tanyakan padaku. Aku dengan senang hati akan menjelaskannya padamu. " ucap tuan Adam yang membuat Kirana terheran-heran. " Menikah? Denganku? Bagaimana mungkin? Apa tuan Adam tidak salah bicara? " batin Kirana dalam hati. "Bagaimana? Apa kau akan mempelajari dulu syarat-syarat tersebut?" tanya tuan Adam lagi. "Baiklah, tuan. Aku akan mempelajarinya lebih dahulu." sahut Kirana sambil membawa selembar kertas itu keluar dari ruang kerja tuan Adam. 
Alex hanya menunduk. Alex tidak berani menatap tuan Adam. "Maaf, tuan. Saya hanya mengatakannya pada satu orang. Saya tidak tahu bagaimana bisa menyebar ke semua para wanita itu?" ucap Alex merasa bersalah. "Alex! Saya tunggu kamu di ruangan kerja saya. Dan, kamu urus para wanita itu. Saya gak mau tahu bagaimana caranya terserah padamu. Pokoknya, saya mau kamu bubarkan kerumunan itu. Terserah kamu bagaimana caranya?" perintah tuan Adam kesal. Tuan Adam hanya memijat pelipisnya. Pusing. " Sudah! Sudah! Bubar sana! Berita itu tidak benar. Lebih baik, kalian bubar. Sebelum tuan Adam memanggil polisi. "hardik Alex pada kerumunan wanita itu. "Ya, siapa sih yang menyebarkan rumor itu? Berita tidak benar saja di sebarin." ujar salah satu wanita itu m
"Besok-besok, kalo kamu mau pergi belanja. Jangan dengan Alex. Tapi, ajak aku saja. Aku mau kok, menemanimu belanja." ujar tuan Adam. "Baiklah, tuan. Kalau besok, aku mau ke pasar aku akan mengajak tuan untuk menemaniku."sahut Kirana pelan. Diam-diam Kirana merasa senang. Karena tuan Adam yang cemburu melihat Kirana pergi hanya berdua dengan Alex. Itu berarti, tuan Adam menyukainya. "Aku mau ke kamar dulu, tuan. Aku mau menaruh barang-barang ku ini dulu." pamit Kirana sambil beranjak menuju kamarnya. Dan, tuan Adam sendiri berbalik kembali menuju ruang kerjanya. Tuan Adam harus segera menyelesaikannya. Karena sebentar lagi tuan Adam akan kedatangan tamu seorang pejabat dari kota sebelah yang masih muda dan tampan. Juga, tak kalah kaya darinya. &nb
"Hah? Apa tuan bilang tadi? Papa mertua?" tanya Alex heran sekaligus geli. "Apa kamu bilang tadi? Kamu panggil apa tadi?" tanya ayah Kirana kesal. "Papa mertua,"ucap tuan Adam pelan. "Apa papa mertua? Memangnya kamu menantu saya? Seenaknya saja, kamu memanggil saya dengan sebutan papa mertua." sembur ayah Kirana kesal. "Hahaha...," tawa Alex meledak. "Diam atau kupecat kau!" ancam tuan Adam yang di sertai pelototan tuan Adam. Alex, sontak menutup mulutnya. Karena takut di pecat. "Maaf, pak. Tapi, apa saya bisa bertemu dengan Kirana?" tanya tuan Adam sekali lagi. "Mana Kirana, bu?" tanya Ayah Kirana jengkel.&n
"Tentu saja, ayah akan pergi dari rumahmu. Kalau kamu takut ayah membuatmu kesulitan. Ayah akan tinggal di tempat lain yang tenang. Dan, yang pasti yang tidak akan membuatmu kesulitan." ujar ayah tuan Adam kesal. "Terserah ayah saja. Aku sudah tidak peduli. Aku hanya bertanya tapi ayah malah salah paham. Aku lelah." sahut tuan Adam pelan. "Ayah pergi. Jaga dirimu." ucap ayah tuan Adam pelan. "Iya, ayah juga. Jaga diri ayah" sahut tuan Adam lemas. Ayah pun mendorong koper ya entah kemana. Ayah tuan Adam sungguh tak punya tujuan. Ayah tuan Adam alias om Frangky pun di usir dari rumah anaknya Toni, yang tak lain adalah kakak tuan Adam. Hutang judi ayah tuan Adam sangat banyak. Dan, Toni tidak mau membantu membayarnya lagi. Toni ingin sang ayah jera dan
"Baiklah, ayah akan aku panggilkan ibu dulu. Ayah tunggu sebentar di sini." ujar Kirana lalu kembali masuk ke dalam rumah tuan Adam. "Ibu! Ibu! Ada ayah datang di luar. Katanya, ingin menjemput ibu pulang ke rumah." kata Kirana pada sang ibu. "Apa ayah datang katamu?" tanya ibu tak percaya. "Iya, bu Ayah datang katanya ingin menjemput ibu. Coba, ibu temui ayah di luar." ujar Kirana pelan. "Baiklah, Kirana akan ibu temui ayahmu di luar." sahut ibu pelan. "Ayah? Ada apa datang mencari ibu?" tanya ibu heran. "Ibu, pulanglah bersama ayah ke rumah. Ayah minta maaf karena ayah salah. Telah berbuat kasar pada ibu. Ayah khilaf. Maafkan ayah, ya bu. Sekarang pulanglah bersama ayah." mohon ayah dengan wajah memelas. &n