"Untuk sekarang saya masih tidak bisa memberitahu tentang itu, yang pasti Mbak Kinara suatu saat pasti bertemu dengannya."
Atasan Risa melarangnya untuk memberi tahu Kinara tentang identitasnya, Risa juga tidak mengetahui alasan si bos yang suka bermain tebak-tebakan dengannya."Menurut Mbak Kinara, siapa orangnya?"Risa mengajak Kinara untuk sekedar berbasa-basi, untuk menghilangkan kecanggungan di antara mereka."Apa itu Ibuku?" ucap kinara dengan memaksakan senyum kecutnya."Kenapa Mbak Kinara menganggap Ibu Mbak yang melakukan ini?"Risa penasaran, ketika ia menanyakan hal itu, kenapa Kinara spontan menjawab bahwa itu semua perbuatan ibunya?"Karena Dia adalah satu-satunya orang yang selalu peduli padaku, tapi sayangnya Ibu sudah meninggal, jadi pasti bukan Ibu orangnya."Kinara kembali memaksakan senyumnya, dengan air mata yang kembali mengalir dari pelupuk mata.Risa yang menyadari itu hanya bisa menghela nafas, kenapa ia malah bertanya pertanyaan bodoh seperti itu, itu semakin membuat Kinara merasa sedih."Kalau Mbak Risa jadi saya, apa yang akan Mbak Risa lakukan?"Kinara menanyakan perihal masalahnya, ia berharap bisa mendapatkan solusi dari Risa, mengingat Kinara sekarang yang hidup seorang diri tanpa keluarga, ia tak tau, kemana lagi harus mengadu."Tinggalkan saja lah Mbak! buat apa pelihara Suami seperti itu? yang ada hanya akan makan hati setiap hari."Risa spontan menjawab pertanyaan Kinara, ia merasa geram dengan kelakuan suaminya, menurut Risa, Kinara adalah orang yang cukup sabar, karena kalau dia yang di perlakukan seperti itu oleh suaminya, paling-paling suaminya sudah pindah alam karena di racun oleh Risa."Tapi kalau bercerai, aku harus ke mana? Anakku mau makan apa?"Kinara memikirkan kehidupannya ketika telah bercerai nanti, tidak ada tempat yang bisa ia tinggali, terlebih lagi, Kinara bukan wanita yang bekerja, dengan apa ia harus mencukupi kebutuhan sehari-harinya bersama sang anak."Di situlah letak harga diri seorang wanita, menjadi wanita itu harus mandiri, agar suatu saat ketika Suami selingkuh atau meninggal, kita masih bisa menghidupi diri sendiri."Pesan dari Risa itu sangat menusuk di hati Kinara, ia mengakui bahwa selama ini harga dirinya selalu di injak-injak oleh sang suami, ia selalu mendapat sindiran ketika meminta uang untuk keperluan sehari-hari, Bayu selalu membanding-bandingkannya dengan wanita pekerja yang bisa memenuhi kebutuhan pribadinya tanpa mengemis pada suami."Jadi, mulai sekarang Mbak Kinara harus mencari pekerjaan, Mbak Kinara harus belajar mandiri mulai sekarang."Kinara mengangguk pelan mendengar ucapan Risa, kini Kinara merasa semakin yakin, ia bisa melewati semua ini."Semua orang yang telah menyakitiku, harus membayar semua penderitaan yang ku alami," batin Kinara, tekadnya untuk berpisah dengan Bayu semakin membara karena ucapan Risa.***Suara deru mobil membangunkan Kinara dari tidurnya, ia baru saja terlelap setelah membuatkan susu untuk sang anak."Lagi-lagi Mas Bayu pulang larut malam, pasti habis bertemu dengan selingkuhannya"Kinara hanya bergumam, dan memutuskan untuk kembali tidur.Tak seperti biasanya, setiap pulang dari bekerja, Kinara selalu menyambut Bayu di depan pintu dengan senyum manisnya, namun kali ini ia memilih untuk lebih tidak mempedulikan apapun tentang Bayu.Bayu berjalan memasuki kamar tidur, ia melihat Kinara dan Nathan yang sudah tertidur nyenyak di atas kasur."Apa Kinara ketiduran?" gumam Bayu dalam hati, ia merasa sedikit tidak terbiasa dengan keadaan ini, biasanya setiap pulang kerja, Kinara akan menyambutnya di depan pintu, melayaninya untuk mandi, dan menawarinya untuk makan malam, mungkin Kinara masih marah dengan kejadian kemarin malam, pikir Bayu.Setelah menaruh tas kerjanya di atas meja dekat tempat tidur, Bayu bergegas untuk membersihkan diri.setelah bermain adegan yang cukup panas dengan Intan, Bayu merasa seluruh badan yang terasa lengket akibat keringat yang terus mengucur.Intan benar-benar bagai candu untuknya, bahkan hanya beberapa menit berpisah, Bayu sudah mulai merindukannya lagi.Dertttt dertttt.Hp Bayu bergetar di atas meja, Kinara yang berada di samping meja pun memutuskan untuk mengambilnya, terdapat beberapa notifikasi pesan w******p yang di terima, namun ketika Kinara mencoba membuka pesan itu, muncul sebuah pola sandi yang tidak di ketahuinya.Kinara hanya menyeringai dan meletakkan kembali hp Bayu di atas meja, benar saja, setelah perselingkuhannya terkuak, Bayu telah mengunci hp nya dengan pola sandi, berharap Kinara tak bisa melihat isi dari hpnya."Dasar orang bodoh!" gumam Kinara sembari menampilkan seringai di bibirnya, Bayu tak pernah mengetahui, kalau sebenarnya Kinara sangat ahli dalam hal meretas, jangankan pola kunci, cctv pun bisa dengan mudah dia retas.Kinara menyadari akan sesuatu, kenapa dia tidak mencari tahu identitas selingkuhan Bayu dengan meretas saja, mungkin itu bisa mengumpulkan bukti-bukti perselingkuhan Bayu untuk persidangan cerainya nanti.***"Kamu belum masak?"Bayu membuka tudung saji yang kosong."Mau masak apa? uang buat beli beras saja tidak ada"Bayu sedikit tertegun dengan sikap Kinara yang tiba-tiba berubah, sebelumnya Kinara tidak pernah berani untuk membantah setiap ucapannya.Bayu hanya mendengus kesal, dan memutuskan untuk berangkat ke kantor tanpa sarapan.Setelah menyadari mobil Bayu yang telah menghilang dari halaman, Kinara bergegas mengambil hpnya, ia berbaring di samping Nathan yang sedang bermain dengan mainan puzzelnya."Kok gak bisa sih?"Gumam Kinara sembari terus mengutak atik hp miliknya.Kinara yang memang sudah lama melupakan dunia retas meretasnya, mulai kebingungan karena sudah lama ia tidak melakukan hal semacam itu, ia terus berfikir, bagaimana caranya agar ia bisa melakukan hal itu lagi.Di tengah kebingungannya ia mulai mengingat Arka, mantan pacar yang dulu mengajarinya cara meretas, tapi Kinara sedikit bimbang, mengingat sudah beberapa kali Kinara memblokir nomor Arka yang mencoba menghubunginya, tapi kali ini benar-benar keadaan darurat, ia harus membuang jauh-jauh rasa gengsinya untuk menghubungi Arka.Kinara mencari nomor Arka yang terakhir kali ia blokir, dan mengetik sebuah pesan w******p di sana.[Hey Arka.]Kinara mencoba mengirim pesan singkat, ingin mengetahui nomornya masih aktif atau tidak.[Iya.]Di luar dugaan, Arka dengan cepat membalas pesan Kinara.[Gimana kabarnya?]Kinara masih mencoba sedikit berbasa-basi, tidak mungkin ia langsung to the point meminta bantuan Arka untuk meretas hp suaminya.[Baik, kamu sendiri gimana kabarnya?]Terlihat notifikasi pesan w******p dari Arka di layar hp Kinara.[Baik, aku boleh minta tolong sesuatu ngak?]Nampaknya Kinara tak cukup pandai untuk sekedar berbasa-basi, ia ingin cepat meminta bantuan dari Arka.[Minta tolong apa?]Melihat balasan pesan w******p dari Arka membuat Kinara memutuskan untuk berbicara lewat telepon saja.Setelah menjelaskan semua situasinya kepada Arka, Kinara memutuskan untuk menutup telfonnya.Tak berselang lama, Kinara di kejutkan dengan suara deru mobil yang berhenti di halaman rumahnya.Sesosok pria tampan, berperawakan tinggi terlihat turun dari mobil, Kinara benar-benar hampir tak mengenali mantannya itu, Arka benar-benar berubah sekarang, dia yang dulunya dekil dan kumuh berubah menjadi sangat tampan, bak seorang pangeran di negeri dongeng.'Di-dia--Bagaimana mungkin?!'
Tawa itu seketika menghilang, menyisakan kesunyian yang begitu mencekam. Raut wajah panik menyoroti seorang pria yang tengah terdiam, masih duduk di atas tempat tidur pasiennya. Sorot mata tajam itu terasa begitu mengiris, menatap lekat lantai rumah sakit yang berada di bawah tubuhnya."Sayang, ikutlah denganku besok, aku hanya ingin Nathan melihat wajah Ayah kandungnya untuk yang terakhir kali. Tidak ada maksud lain," ucap Kinara. Dirinya berusaha meyakinkan sang Suami yang masih meragukan kesetiaannya.Arka seketika mendongak. Menatap Kinara dengan wajah tak percaya. Mulut itu terasa kaku untuk sesaat, sampai akhirnya memutuskan sesuatu yang tidak dipercayai oleh semua orang. "Baiklah, besok kita pergi ke sana."Saking tidak percayanya, kedua Pengawal dan Risa saling bertukar pandang. Dengan tatapan penuh kebingungan.***Keesokan harinya. Setelah keluar dari rumah sakit. Arka dan Kinara segera berangkat menuju rumah sakit jiwa yang sebelumnya merawat Bayu. Mereka meninggalkan buah
Kinara berharap cemas, ketika mendengar suara langkah kaki beriringan yang semakin mendekati ruangannya. Tubuhnya terasa kaku untuk sekedar berdiri meminta pertolongan. Jahitan di bawah perut masih terasa begitu nyeri hingga menusuk tulang."Mbak Risa, tolong segera panggil Dokter. Arka pingsan," ucapnya dengan suara serak ketika mendapati seorang wanita yang ia kenal baru memasuki ruangan. Nampak seorang wanita cantik yang tengah menggendong anak laki-laki berusia dua tahun. Dua pria bertubuh besar di belakangnya pun ikut panik. Mereka berlari keluar ruangan untuk mencari bantuan dari tenaga medis yang bertugas di sana.Selang beberapa menit, ketiga orang itu kembali dengan seorang Dokter pria yang tengah mengekor di belakang mereka."Tolong bantu baringkan Pasien di tempat tidur, untuk memudahkan saya dalam memeriksa," ujar sang Dokter dengan nada panik.Kedua Pengawal Arka segera membaringkan tubuh atasannya di atas tempat tidur rumah sakit di samping Kinara. Setelahnya mereka berd
Arka membelalak. Risa tidak tahu bagaimana perasaan atasannya saat ini. Dengan kekhawatiran bercampur rasa takut yang amat sangat, bagaimana mungkin dirinya akan pulang meninggalkan sang Istri dan buah hatinya untuk sekedar beristirahat di rumah."Apa ada masalah, Pak?" tanya Risa khawatir saat melihat raut kebingungan dari wajah atasannya."Bisakah kamu menutup mulut? Lebih baik kamu pergi jemput Nathan dan bawa kemari," ucap Arka seraya memegangi kepalanya.Pria tampan dengan kemeja putih yang terlihat lusuh kini melangkah pasti menuju salah satu ruangan rawat di rumah sakit itu.Risa masih membeku di tempat, menatap iba pada punggung lebar sang atasan yang semakin menghilang dari pandangan matanya. Sorot mata penat terlihat begitu jelas dari sana.Wanita yang kini telah mendapatkan kembali kesadarannya, terlentang di atas ranjang rumah sakit dengan membuang muka ketika sang Suami datang menghampiri. Rasa sesak masih terasa memenuhi dada. Setelah pernikahan pertamanya yang kandas ak
Tatapan sendu bercampur dengan kekhawatiran yang terpancar dari wajah lelah itu, membuat Dokter sedikit merasa iba, hingga mengizinkan Arka untuk menemani sang istri yang tengah berjuang antara hidup dan mati ketika berusaha melahirkan buah hati mereka di meja operasi.Dengan pakaian serba hijau dan jaring penutup kepala, Arka berdiri di samping meja operasi. Menatap nanar wajah yang kini tengah terpejam erat. Emosi yang baru saja meledak-ledak mengakibatkan tekanan darah meningkat hingga terjadi eklamsia pada Kinara. Kondisi darurat di mana ibu hamil kehilangan kesadaran hingga mengalami kejang.Memori Arka seketika berputar mundur, mengingat penjelasan sang Dokter mengenai kondisi kesehatan sang Istri yang kini terbaring lemah di meja operasi. Eklamsia bisa membahayakan nyawa ibu dan bayi dalam waktu bersamaan.Arka berlutut menghadap kepala sang Istri, memegangi tangan Kinara yang tengah terlentang dengan erat."Kinara, bangunlah." Satu kalimat itu berulang kali ia ucapkan dengan l
"Tidak! Lepaskan aku! Aku membencimu!" Kinara berteriak kencang seraya memberontak. Ia tidak bisa mengendalikan diri akibat emosi yang membara dalam hati. Rasa nyeri akibat luka lama yang kembali terbuka mengalahkan rasa sakit pada kontraksi pertamanya. Masih terlintas jelas memori otaknya ketika mendapati Arka bermain api di belakang."Aku tidak akan melepaskanmu. Setelah ini aku janji akan menyelesaikan kesalah pahamanmu padaku."Meski kualahan dengan sang Istri yang terus meminta turun dari gendongannya, Arka tidak menyerah, kaki jenjangnya melangkah cepat menuju mobil yang terparkir di halaman perusahaan miliknya. Dengan nafas menderu, ia merasa acuh tak acuh pada beberapa karyawan yang menatapnya terheran-heran.Salah satu sorot mata, nampaknya mampu menerka hal yang begitu membuat sang atasan merasa panik. Hingga ia memutuskan untuk mengekor dengan langkah cepat dari belakang."Pak Arka, apakah Mbak Kinara akan melahirkan?" Terdengar suara panik dari seorang wanita yang dengan c
Drrttt ... Drrttt ....Suara getaran ponsel menghentikan aktivitas mereka. Arka dengan cepat menyambar ponsel yang tengah bergetar di atas meja kerjanya."Pak, Anda harus cepat pergi ke kantor, ada salah satu Klien yang meminta Anda untuk membahas masalah saham perusahaan secepatnya." Terdengar suara panik dari seorang pria dari seberang telepon.Arka dan Kinara terlihat saling bertukar pandang untuk sesaat."Baiklah, saya akan segera pergi ke sana," jawab Arka dengan perasaan gusar sebelum menutup sambungan telepon."Ada apa, Sayang?""Belakangan ini saham perusahaan tiba-tiba turun secara misterius. Banyak Investor yang meminta penjelasan. Aku harus segera pergi," jelas Arka dengan raut wajah panik. Pria itu dengan cepat bangkit dan menyambar kasar jas hitam yang tergantung di senderan meja kerjanya."Tapi kamu bahkan belum beristirahat semenit pun." Kinara menatap khawatir pada tubuh pria yang terlihat panik di depannya.Arka perlahan mendekatkan tubuhnya. Kedua tangannya memegangi