Arka menyadari Kinara yang sedari tadi terbengong melihatnya dari ambang pintu, Arka hanya tersenyum tipis dan mengelengkan kepalanya.
"Kinara pasti terkejut melihat penampilanku yang sekarang," pikir Arka.Kinara merasa terhipnotis hingga tak menyadari Arka yang telah berdiri di depannya.Arka melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Kinara, berharap Kinara akan segera tersadar dari lamunannya."Oh, maaf-maaf."Kinara gelagapan, ia sangat malu dengan sikapnya kepada Arka saat ini.Arka yang menyadari sikap canggung Kinara padanya hanya tersenyum, jujur saja, ia masih belum siap untuk bertemu dengan Kinara saat ini, terlebih lagi, dulu Kinara yang selalu memblokir nomornya ketika Arka mencoba menghubunginya, masih ada sedikit kecanggungan di antara mereka."Si-silahkan masuk Ka!"Kinara yang salah tingkah melihat senyuman Arka pun mempersilakannya untuk masuk ke dalam rumah, ia tidak ingin orang lain melihat Arka yang berada di rumahnya, Kinara takut semua itu akan menjadi fitnah untuknya."Oke."Arka mencoba bersikap sesantai mungkin untuk menghilangkan kecanggungan di antara mereka.Kinara mempersilakan Arka untuk duduk di sofa ruang tamunya, sedangkan ia bergegas menuju dapur untuk sekedar menyajikan minuman.Melihat Nathan yang sedang bermain sendirian dengan puzzle mainannya di samping Arka, membuat Arka ingin menawarkan diri untuk bermain dengannya."Sini! Om bantu susun puzzlenya."Kinara melihat Nathan dan Arka yang sedang asyik bermain ketika ia kembali dari dapur, Kinara terdiam sejenak, melihat Nathan yang terlihat sangat bahagia, jujur saja, ia tak pernah sekali pun melihat Nathan sebahagia ini ketika bersama Bayu, sedangkan Nathan adalah anak yang begitu pemalu, ia tak gampang akrab dengan orang baru, namun ketika bertemu Arka kenapa Nathan terlihat sangat berbeda, pikir Kinara."Mama!"Nathan memanggil Kinara dengan suara khas bayinya, ia menyadari Kinara yang sedari tadi memperhatikannya dari balik pintu dapur.Kinara kembali salah tingkah ketika menyadari Arka yang sedang melihat ke arahnya.Kinara menghampiri Arka dan menaruh segelas teh hangat di atas meja, Kinara merasa sedikit minder dengan penampilannya, melihat penampilan Arka yang mengenakan setelan jas hitam, sedangkan dirinya yang hanya mengenakan daster kucel yang warnanya telah memudar, tanpa riasan wajah sedikit pun."Oh, tunggu sebentar, aku akan ambil laptop di mobil."Arka bangkit dari tempat duduknya dan bergegas menuju mobil yang terparkir di halaman rumah Kinara.Arka terkejut bukan main, melihat Risa yang tengah berdiri di samping mobilnya dengan tatapan penuh tanda tanya."Pak Arka?"Risa tak kalah terkejutnya dengan Arka, sebenarnya Risa yang sedang menyapu halaman rumahnya melihat sebuah mobil putih terparkir di halaman rumah Kinara, ia tahu betul itu bukan mobil Bayu, tapi plat mobil itu juga terasa tidak asing baginya, jadi Risa memutuskan untuk mencari tahu dengan bertanya pada Kinara, namun baru juga ia sampai di samping mobil, ia di kejutkan dengan kehadiran Arka yang merupakan atasannya di perusahaan tempatnya bekerja, keluar dari dalam rumah Kinara."Ssstttttt!"Arka menaruh telunjuknya di depan bibir, menyuruh Risa untuk diam, ia tidak ingin Kinara mengetahui jika dia yang selama ini membantu Kinara, Arka sesekali melihat ke arah pintu, ia takut tiba-tiba Kinara muncul dari dalam rumah."Kenapa kamu di sini?"Arka berbicara dengan pelan, takut jika Kinara mendengar obrolan mereka."Rumah saya memang di sini Pak."Arka menepuk jidat mendengar ucapan Risa."Kenapa kamu tidak pernah bilang kalau Kamu itu tetangganya Kinara?"Arka terkejut bukan main, selama ini memang dirinya hanya mengetahui jika rumah Risa tak jauh dari rumah Kinara, tetapi ia tak pernah mengetahui kalau ternyata rumah Risa bersebelahan dengan Kinara."Pak Arka tidak pernah tanya."Astaga, selucu inikah bawahan Arka? Arka benar-benar tak habis fikir dengan ucapan Risa.Tak berselang lama, Kinara muncul dari dalam rumah."Eh, Mbak Risa, ada apa Mbak?" tanya Kinara dengan senyum sumringahnya, bagaimana pun Risa telah membantunya tadi malam, Kinara merasa sangat berterimakasih."Eh, itu, anu."Risa nampak gelagapan menjawab pertanyaan Kinara, ia tidak bisa berpikir secepat ini, bagaimana dia harus membuat alasan.Arka yang tak kalah terkejutnya dari Risa pun mencoba mengatur nafas, ia dengan cepat memikirkan sebuah alasan."Eh, itu, Mbak ini tadi meminjam korek api buat bakar sampah."Kinara terdiam sejenak mendengar penjelasan Arka, entah apa yang ada di pikirannya, membuat Arka menjadi salah tingkah."Itu sampahnya udah di bakar, iya kan Mbak?"Arka menunjuk sampah yang baru saja di bakar Risa, mengedip-kedipkan matanya pada Risa seakan memberikan sebuah kode."Iya Mbak."Risa yang mengerti maksud Arka pun dengan cepat membenarkannya."Kamu bawa korek buat apa? Bukannya Kamu gak merokok?"Mendengar pertanyaan Kinara, Risa dengan cepat melihat ke arahnya.Kenapa Mbak Kinara bisa tahu kalau Pak Arka tidak merokok? sebenarnya apa hubungan Mereka? pikir Risa, berbagai tanda tanya terus terlintas di pikirannya.Kinara gelagapan ketika menyadari ucapannya, kalimat itu terlontar begitu saja dari mulutnya, jangan-jangan setelah ini Arka akan merasa kalau Kinara perhatian terhadapnya."Oh itu, aku hanya membawanya untuk berjaga-jaga saja, aku tidak merokok," ucap Arka.Arka juga tidak sadar dengan ucapannya sendiri, dulu saat masih pacaran Kinara memang sering memarahi Arka jika ia ketahuan merokok, itulah sebabnya ketika Kinara bertanya, Arka langsung berdalih.Arka mulai salah tingkah ketika ia menyadari Risa yang semakin ingin tahu tentang hubungan mereka, Arka mengayun-ayunkan tangannya ke arah Risa, seakan menyuruh Risa untuk segera pergi dari sana."Kalau begitu saya permisi dulu ya Mbak?"Risa yang menyadari maksud dari Arka dengan cepat berpamitan pada Kinara."Apa kamu kenal dengan Risa?" tanya Kinara pada Arka, Kinara menyadari sikap aneh Arka saat ini, sebelumnya Arka tidak pernah begitu akrab dengan seorang perempuan kecuali dirinya."Tidak."Arka dengan cepat berdalih, ia tidak mungkin memberitahukan pada Kinara, kalau Risa sebenarnya adalah salah seorang bawahannya."Sudah-sudah, ayo cepat! aku sudah ambil laptopnya," lanjutnya.Arka bergegas mendorong punggung Kinara agar segera memasuki rumah.Arka mulai membuka laptopnya, ia bertanya beberapa hal pada Kinara tentang suaminya, mulai dari tanggal lahir, nama lengkap, dan lain sebagainya, entah apa yang akan Arka lakukan dengan semua itu.Tak lama, di layar laptop milik Arka, muncul sebuah foto dan data dari seorang wanita bernama Intan.Kinara nampak takjub dengan semua itu, ia memang tidak pernah mengerti tentang laptop sedikit pun, dulu ketika masih pacaran, Arka akan mengajaknya ke warnet untuk mengajarkannya cara meretas, namun belum secanggih saat ini.Kinara mempertegas wajah wanita dalam layar, ia merasa tidak asing dengan wanita itu, Kinara terdiam cukup lama, ia berusaha mengingat-ingat di mana dia pernah bertemu wanita itu?'Ini bukannya mantan pacar Mas Bayu?'
Tawa itu seketika menghilang, menyisakan kesunyian yang begitu mencekam. Raut wajah panik menyoroti seorang pria yang tengah terdiam, masih duduk di atas tempat tidur pasiennya. Sorot mata tajam itu terasa begitu mengiris, menatap lekat lantai rumah sakit yang berada di bawah tubuhnya."Sayang, ikutlah denganku besok, aku hanya ingin Nathan melihat wajah Ayah kandungnya untuk yang terakhir kali. Tidak ada maksud lain," ucap Kinara. Dirinya berusaha meyakinkan sang Suami yang masih meragukan kesetiaannya.Arka seketika mendongak. Menatap Kinara dengan wajah tak percaya. Mulut itu terasa kaku untuk sesaat, sampai akhirnya memutuskan sesuatu yang tidak dipercayai oleh semua orang. "Baiklah, besok kita pergi ke sana."Saking tidak percayanya, kedua Pengawal dan Risa saling bertukar pandang. Dengan tatapan penuh kebingungan.***Keesokan harinya. Setelah keluar dari rumah sakit. Arka dan Kinara segera berangkat menuju rumah sakit jiwa yang sebelumnya merawat Bayu. Mereka meninggalkan buah
Kinara berharap cemas, ketika mendengar suara langkah kaki beriringan yang semakin mendekati ruangannya. Tubuhnya terasa kaku untuk sekedar berdiri meminta pertolongan. Jahitan di bawah perut masih terasa begitu nyeri hingga menusuk tulang."Mbak Risa, tolong segera panggil Dokter. Arka pingsan," ucapnya dengan suara serak ketika mendapati seorang wanita yang ia kenal baru memasuki ruangan. Nampak seorang wanita cantik yang tengah menggendong anak laki-laki berusia dua tahun. Dua pria bertubuh besar di belakangnya pun ikut panik. Mereka berlari keluar ruangan untuk mencari bantuan dari tenaga medis yang bertugas di sana.Selang beberapa menit, ketiga orang itu kembali dengan seorang Dokter pria yang tengah mengekor di belakang mereka."Tolong bantu baringkan Pasien di tempat tidur, untuk memudahkan saya dalam memeriksa," ujar sang Dokter dengan nada panik.Kedua Pengawal Arka segera membaringkan tubuh atasannya di atas tempat tidur rumah sakit di samping Kinara. Setelahnya mereka berd
Arka membelalak. Risa tidak tahu bagaimana perasaan atasannya saat ini. Dengan kekhawatiran bercampur rasa takut yang amat sangat, bagaimana mungkin dirinya akan pulang meninggalkan sang Istri dan buah hatinya untuk sekedar beristirahat di rumah."Apa ada masalah, Pak?" tanya Risa khawatir saat melihat raut kebingungan dari wajah atasannya."Bisakah kamu menutup mulut? Lebih baik kamu pergi jemput Nathan dan bawa kemari," ucap Arka seraya memegangi kepalanya.Pria tampan dengan kemeja putih yang terlihat lusuh kini melangkah pasti menuju salah satu ruangan rawat di rumah sakit itu.Risa masih membeku di tempat, menatap iba pada punggung lebar sang atasan yang semakin menghilang dari pandangan matanya. Sorot mata penat terlihat begitu jelas dari sana.Wanita yang kini telah mendapatkan kembali kesadarannya, terlentang di atas ranjang rumah sakit dengan membuang muka ketika sang Suami datang menghampiri. Rasa sesak masih terasa memenuhi dada. Setelah pernikahan pertamanya yang kandas ak
Tatapan sendu bercampur dengan kekhawatiran yang terpancar dari wajah lelah itu, membuat Dokter sedikit merasa iba, hingga mengizinkan Arka untuk menemani sang istri yang tengah berjuang antara hidup dan mati ketika berusaha melahirkan buah hati mereka di meja operasi.Dengan pakaian serba hijau dan jaring penutup kepala, Arka berdiri di samping meja operasi. Menatap nanar wajah yang kini tengah terpejam erat. Emosi yang baru saja meledak-ledak mengakibatkan tekanan darah meningkat hingga terjadi eklamsia pada Kinara. Kondisi darurat di mana ibu hamil kehilangan kesadaran hingga mengalami kejang.Memori Arka seketika berputar mundur, mengingat penjelasan sang Dokter mengenai kondisi kesehatan sang Istri yang kini terbaring lemah di meja operasi. Eklamsia bisa membahayakan nyawa ibu dan bayi dalam waktu bersamaan.Arka berlutut menghadap kepala sang Istri, memegangi tangan Kinara yang tengah terlentang dengan erat."Kinara, bangunlah." Satu kalimat itu berulang kali ia ucapkan dengan l
"Tidak! Lepaskan aku! Aku membencimu!" Kinara berteriak kencang seraya memberontak. Ia tidak bisa mengendalikan diri akibat emosi yang membara dalam hati. Rasa nyeri akibat luka lama yang kembali terbuka mengalahkan rasa sakit pada kontraksi pertamanya. Masih terlintas jelas memori otaknya ketika mendapati Arka bermain api di belakang."Aku tidak akan melepaskanmu. Setelah ini aku janji akan menyelesaikan kesalah pahamanmu padaku."Meski kualahan dengan sang Istri yang terus meminta turun dari gendongannya, Arka tidak menyerah, kaki jenjangnya melangkah cepat menuju mobil yang terparkir di halaman perusahaan miliknya. Dengan nafas menderu, ia merasa acuh tak acuh pada beberapa karyawan yang menatapnya terheran-heran.Salah satu sorot mata, nampaknya mampu menerka hal yang begitu membuat sang atasan merasa panik. Hingga ia memutuskan untuk mengekor dengan langkah cepat dari belakang."Pak Arka, apakah Mbak Kinara akan melahirkan?" Terdengar suara panik dari seorang wanita yang dengan c
Drrttt ... Drrttt ....Suara getaran ponsel menghentikan aktivitas mereka. Arka dengan cepat menyambar ponsel yang tengah bergetar di atas meja kerjanya."Pak, Anda harus cepat pergi ke kantor, ada salah satu Klien yang meminta Anda untuk membahas masalah saham perusahaan secepatnya." Terdengar suara panik dari seorang pria dari seberang telepon.Arka dan Kinara terlihat saling bertukar pandang untuk sesaat."Baiklah, saya akan segera pergi ke sana," jawab Arka dengan perasaan gusar sebelum menutup sambungan telepon."Ada apa, Sayang?""Belakangan ini saham perusahaan tiba-tiba turun secara misterius. Banyak Investor yang meminta penjelasan. Aku harus segera pergi," jelas Arka dengan raut wajah panik. Pria itu dengan cepat bangkit dan menyambar kasar jas hitam yang tergantung di senderan meja kerjanya."Tapi kamu bahkan belum beristirahat semenit pun." Kinara menatap khawatir pada tubuh pria yang terlihat panik di depannya.Arka perlahan mendekatkan tubuhnya. Kedua tangannya memegangi