Dia, selalu menjadi pelita dalam gelapnya kehidupan. Ia tetap laksana pahlawan yang menyelamatkan dari kubangan ketidakadilan. Pria itu tetap bertahta di dalam lubuk hati paling dalam. Pesonanya masih akan terus menggetarkan jiwa. Senyum menawan itu tetap akan jadi pengobat setiap kesakitan. Kata manisnya akan menjadi kenangan, sebagai selimut kerinduan. Oh, Joshua MacFillain. Kau selayak bintang yang tak mampu dia genggam. Hadirmu seperti fatamorgana yang tak bisa menjadi nyata. Bibir ini akan tetap menjadi marshmallow favoritnya. Madu yang menyembuhkan juga meracuninya. Kecapan ini akan selalu dia jadikan musik riang kala hati gamang. Tatu membuka mata, melepaskan tautan bibir ranumnya pada bibir merekah milik pria perebut jiwa juga raga. Menatap
Dia ada karena ia terlalu lena, pada apa yang disebut hasrat semata. Tapi ia juga tak bisa abai, pada keberadaannya yang juga karena ia terlalu percaya pada manusia. Sementara sang penentu hanyalah Tuhan sang penguasa jagat raya. Pertanyaan Mak Sini, membuat Tatu beku. Rasa dingin tiba-tiba menusuk hingga ke tulang. Apa dia boleh mempersembahkan itu untuk buah cinta dari hasil zina? Tatu gamang, hatinya pun bimbang. Dia yang terbuang dan tak pernah mengenal ayah kandungnya. Apakah akan berlaku sama seperti sang Ibu? Yang entah pernah mendoakan atau menghujatnya sejak kandungan? Dia raba dadanya, apakah masih ada naluri yang tak berduri di dalam hati? Doa, yang sering ia pinta dalam sujud sebelum kewarasannya terenggut pada dia yang disebut gelora. “A-apa boleh Mak?” gagap Tatu menatap pada wanita baya itu sendu. Ia tak ingin semakin malu, jika memang boleh di mana? Dan siapa ustaz yang bersedia mendoakan calon anaknya? “Loh, kenapa ngga to, boleh saja. Kan yang didoakan itu makh
Tak ada yang bisa mencegahnya mengambil keputusan yang sangat menantang itu, rela menjadi seperti ibunya dulu. Walau yang berbeda adalah, ia tahu siapa ayah kandung bayi dalam perutnya. Tatu sadar keegoisan Josh tak bisa lagi ia tolerir, ia juga egois. Mereka sama-sama pasangan keras kepala. Jadi biarkan dia tetap pada keputusannya. "Kamu yakin Ta?" Pertanyaan yang Lara lontarkan tak membuat Tatu gamang, dia sudah haqul yakin. "Yakin!" angguknya mantap. Lalu pelukan dengan linangan air mata kembali ia dapatkan. Ah Lara, ia saja dalam masalah yang besar, tapi masih memikirkan Tatu. Tak ada yang berarti, berminggu telah berlalu. Dia tak memblokir Josh pun sebaliknya, tapi tak ada komunikasi berarti. Juga kabar dari pria itu. Tatu sedang bersama seorang agen properti. Ia tak bisa lagi terus berada di kos itu, morning sickness telat yang kadang datang sangat menyiksa. Dan dia tak bisa mengabaikan tetangga yang curiga. "Gimana nih, Ta. Lo mau milih yang mana?" Dia adalah Reina san
Yang Tatu dengar dari Lara, beberapa hari setelah keputusan mereka untuk break up. Josh datang demi masalah sang sahabat juga beberapa bukti tapi pertengkaran besar terjadi. Melibatkan dia di dalamnya, tak suka dengan Garry yang menyalahkannya. Josh untuk tak peduli lagi dengan kasus sahabat yang sudah ia kenal bertahun lalu. Josh memilih pulang ke negaranya Irlandia.Bagaimana perasaan Tatu? Pedih, tikaman yang menyayat masih sangat ia rasakan. Tapi ia bisa apa? Bahkan Josh tak mengabarinya pun mengirimkan pesan.Baiklah jika itu yang dia mau. Tatu akan benar-benar mengubur nama juga kenangan dengan pria itu.Saat ini dia berada di kediaman Lara, sementara wanita itu menemani sang suami menuju British Council. Masalah mereka sudah memasuki babak baru. Dan hanya di tempat itu Garry bisa mendapatkan perlindungan hukum. Pamannya Mr. Wright salah satu pemilik pabrik berjanji akan menolong, karena ia tahu keponakannya tak akan melakukan hal buruk seperti itu. Apalagi penggelapan dan penc
Tak ada mampu melawan takdir, begitu pula Tatu juga Lara. Saat sahabatnya itu harus melepas sang suami yang harus menerima pil pahit atas kasus yang tak pernah dia lakukan. Mengganti untuk barang yang telah dihilangkan dalam nominal yang besar, tapi tetap harus mau dipulangkan ke negara asalnya Inggris juga mendekam di penjara negara kerajaan itu. Beruntung Lara tidak dipecat, walau dia harus menebalkan muka untuk semua tatapan juga hinaan yang sering ia dapatkan walau tak secara langsung. Tatu sebagai sahabat hanya bisa memberi dukungan moral juga memilih tinggal di rumah besar itu untuk sementara waktu. Dan itu sudah sebulan lamanya, hari ini Tatu berniat pulang ke rumahnya. “Ta, makasih ya, sudah menemani Lara selama ini.” Anita menggenggam tangan wanita h
Sore itu, Tatu was-was. Dia sudah berada di rumah barunya, beberapa kali melihat ke halaman yang masih belum ia pasang pagar. Sembari mengelus perutnya pelan, ia mengintip dari gorden yang belum ia tutup. Jujur, Tatu takut Arga yang seorang lelaki konglomerat Surabaya itu punya kuasa untuk menyebarkan anak buahnya demi mencari keberadaannya. Jika di lihat dari penampilannya, pasti orang tak akan percaya jika pria itu adalah anak orang berada dan mempunyai bisnis receh di mana-mana. Tatu memutuskan ke dalam kamarnya saja, segera menutup gorden juga hendak mengunci pintu. Saat deru suara mobil berhenti tepat di depan rumah berukuran 54 itu. Jantungnya berdebar riuh, ternyata Arga memang selalu menepati kata-katanya. Tatu ke belakang mencuci mukanya di wastafel dapur bersih yang menyatu dengan ruang keluarga. Kegugupan jelas melandanya, kini dia sudah bebas. Tak mempunyai hubungan apapun dengan laki-laki manapun. Dan kesadaran jika pria di luar sana menawarkan sebuah hubungan yang sang
Tatu tak bisa berbuat apa-apa, dia sekarang menyamakan dirinya dengan sang ibu. Ck, rela ditiduri oleh pria yang sudah menghancurkan harapannya, pun malah menikmati percintaan panas tadi. Mengusap wajahnya kasar, ia membiarkan Josh menciumi perutnya yang sudah terlihat membesar. Gerakan-gerakan kecil dari dalam rahimnya, seperti tanda jika anaknya juga menerima kehadiran ayah bayi itu. Tatu merutuki kebodohannya yang masih saja menerima dan luluh terhadap pria di sampingnya, yang seakan sedang memuja sang putra. “Apa dia sehat?” tanya lelaki itu mendongak, tapi tangannya masih setia mengelus perut telanjang Tatu. “Menurut kamu?” ketus Tatu enggan melihat pria yang masih sama polos seperti dirinya. Melirik ke arah dress yang dia pakai tadi, yang sudah menjadi potongan kain tak berguna sekarang. “Kau harus mengganti baju yang sudah kau rusak!” serunya masih dengan nada sinis. “Apapun pasti akan aku kabulkan,” kerling Josh. “Dasar penipu!” geram Tatu, ia benar-benar marah saat ini.
Dia bukan jenderal perang yang setiap kemenangan akan mendapatkan penghargaan. Dia juga bukan ksatria dengan kuda hitam yang berwibawa. Pria itu hanya pecundang yang datang atas nama kerinduan. Namun sayang, sang jelita tak ingin melihatnya, pun memberikan penghargaan atas apa yang sduah pria itu menangkan. “Enyah kau Josh, aku tak mau melihatmu lagi!” seru Tatu. Menarik pundak pria yang sedang duduk di atas perut pria lainnya. “Kalau kau masih memukulnya, aku akan memanggil polisi!” geramnya. Tatu tak ingin mengundang para tetangga untuk menonton drama yang sudah mantan kekasihnya itu buat. Josh bangkit, dengan napas tersengal, menatap Tatu dengan pandangan tak terbaca. Dia marah, Tatu dengan mudah melupakannya. Mengganti kehadirannya dengan pria lain. Tentu saja ia tak terima, harga dirinya seperti terinjak dengan paksa. Pengorbanannya untuk segera terbang setelah semua urusannya selesai, ternyata dihadiahi dengan fakta yang membuatnya nyaris mati berdiri Wanita itu menolaknya, di