Share

BAB 4 DOUBLE KILL

Penulis: sugi ria
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-08 12:21:30

Livi pikir kapan hari buruknya akan berakhir. Segala yang terjadi hari ini membuatnya kehabisan tenaga. Dia bahkan belum makan sejak tadi siang.

Dia aslinya sudah lemas, ingin rubuh kalau memungkinkan. Tapi rupanya dia masih punya keluarga suaminya yang perlu dia hadapi.

Sorot mata penuh penghakiman, serta penilaian terarah pada Livi sejak dia turun dari mobil. Satu tangan menggulung ekor kebaya yang lumayan panjang. Sementara yang lain, berusaha mencari pegangan.

Livi sangat membutuhkannya saat ini. Waktu gadis itu kebingungan, mendadak satu tangan terulur padanya.

"Jika tidak keberatan," ucap si pemilik tangan.

Sejenak Livi ragu, meski setelah momen krusial itu dia menyambutnya. Ada hangat yang mengalir ketika tangan mereka bersentuhan untuk kedua kali.

Livi sejenak terpaku. Apa penyuka sesama jenis bisa berlaku semanis ini. Livi tidak tahu, tapi yang jelas, dia merasa terlindungi saat Arch membimbingnya menaiki beberapa undakan untuk kemudian sampai di hadapan keluarganya.

"Akhirnya kalian sampai juga. Sat, kamu ajak mereka muter kota dulu ya. Selamat datang, Livi. Namamu Livi kan. Cantik sekali. Om, tidak pernah menyangka kalau kamu bakal tumbuh jadi gadis secantik ini."

Livi melongo. Itu tadi yang bicara ayah mertuanya. Kenapa wajah sama ucapannya beda jauh. Muka lempeng seperti tembok tapi kalimat yang terucap begitu hangat penuh perhatian.

"Bukannya Livi bisa manggil papa ya sekarang." Ceplos seorang pemuda yang tinggal memakai kaos putih, beskap-nya sudah dibuang entah ke mana.

"Eh, iya ya. Keturutan papa punya anak perempuan."

Satu pelukan Livi dapat dari pria berparas bule yang dia tebak adalah ayah Arch. Disusul oleh perempuan yang masih mengenakan kebaya.

"Selamat atas pernikahannya, Sayang. Semoga kalian bahagia," ucapnya.

Livi benar-benar terkejut. Jadi yang benar yang mana. Rumor itu atau fakta yang tengah dia hadapi. Keluarga De Leon terlihat sangat harmonis.

"Eitts, kalian gak boleh peluk. Bukan muhrim!" Tegas Arch menahan dua pria yang ingin memeluk Livi.

"Pelit lu, Arch!" Maki pemuda berkaos putih tadi. Pada akhirnya mereka hanya bersalaman, itu pun di bawah tatapan penuh intimidasi dari Arch.

"Cuma kenalan doang. Kagak berani gue ambil dia," seloroh pemuda yang wajahnya terlihat masih muda. Mungkin masih kuliah.

Sebuah dekapan kembali Livi dapat dari seorang perempuan yang muncul dari arah dalam.

"Selamat datang dan selamat atas pernikahannya. Aku Cassie, sepupu suamimu."

Cassie melirik Arch yang seketika melengos, seolah tidak ingin melihat Cassie.

"Te-terima kasih," kata Livi setengah terbata, setengah tidak percaya.

Rumor keluarga tidak harmonis itu tidak benar sama sekali. Keluarga Arch sangat hangat dan ramah.

"Masuklah, anggap seperti rumah sendiri." Kata mama Arch yang pria itu bisikkan bernama Melanie.

"Livi, Nak mau makan dulu?"

Livi sejatinya ingin mengangguk, tapi rasa malunya berhasil mengambil alih. Baru juga sampai masak langsung minta makan. Tidak etis.

Akhirnya Livi sekuat tenaga menahan lapar di perutnya. Dia duduk di ruang keluarga sambil minum teh yang lumayan menghangatkan lambung.

Dari perbincangan yang lebih banyak didominasi para pria. Livi tahu kalau lelaki berkaos putih tadi namanya Caleb. Sementara yang lebih muda namanya Mattias.

Berada di sini, Livi seperti bersama keluarganya sendiri. Suasananya tak jauh beda. Livi yang belum terlalu akrab, hanya bisa menggulung senyum beberapa kali.

Caleb dan Mattias benar-benar rame. Hanya Cassie yang tampak lebih pendiam. Livi menggelengkan kepala, mungkin karakter perempuan itu memang demikian.

Apapun itu, Livi bisa menghela napas lega. Satu beban terasa jadi ringan untuknya. Ternyata rumor keluarga tidak akur itu salah. Keluarga Arch sangat menyenangkan.

....

"Ini kamarku."

Livi menegang ketika Arch membawanya masuk ke sebuah kamar yang bernuansa abu-abu dan putih.

Kamarnya luas dengan jendela kaca menjadi dinding separuh ruangan. Tempat itu mendapat cahaya matahari dengan baik, di waktu pagi maupun sore.

Arch berjalan ke sebuah sofa, melempar jas pengantin ke sembarang arah. Hanya mengenakam kemeja putih, tampilan Arch terlihat lebih santai.

Sorot matanya tajam tertuju pada Livi. Aura dingin penuh dominasi tak tersentuh kembali menguar.

"Kamu istriku, bukan pembantuku." Ucapan nyelekit bin pedas itu terucap ketika Livi memungut jas yang tadi dibuang Arch.

"Hanya mengambil jas, bukan berarti aku bertingkah layaknya pembantu benar tidak?"

Sudut bibir Arch tertarik meski cuma sedikit. "Lain kali jangan lakukan," kata Arch.

"Kalau begitu lain kali jangan lakukan lagi."

Dua orang itu saling pandang. Livi berani mengembalikan perkataan Arch, utuh. Kali ini bibir Arch sampai melengkung meski hanya sebentar. "Ini menarik."

"Tunggulah sebentar. Satria sedang mencarikanmu baju ganti."

"Bisa tidak setelah ini aku balik apart dulu."

Sorot mata Arch lebih intens dibanding tadi.

"Tidak patuh?"

"Bukan begitu. Ada beberapa hal yang harus aku selesaikan."

"Mau balikan?"

Tubuh Livi menegang begitu sosok Axel disinggung oleh Arch.

"Barang yang sudah kubuang tidak mungkin kupungut ulang."

"Wah, kamu ternyata kejam juga."

"Aku kembalikan apa yang mereka lakukan padaku."

Tatapan Arch kian dalam pada Livi. Dia tahu, dirinya kemungkinan sedang dimanfaatkan Livi untuk membalas dendam pada Axel.

Namun entah kenapa dia tidak keberatan sama sekali. Hanya saja dia juga tidak mau dirugikan dalam hal ini.

"Oke, jika itu yang kamu inginkan. Ada lagi?"

Kepalan tangan Livi melonggar. Giliran dirinya yang memandang sosok Arch. Pria yang duduk tenang bak seorang raja di atas singgasananya. Penuh percaya diri, tanpa ada yang bisa membantah andai pria itu memberi perintah.

"Aku ingin mengajukan kontrak pernikahan denganmu."

Gerakan tangan Arch yang ingin mengirim pesan terhenti. "Kontrak pernikahan?"

"Benar, aku pikir pernikahan kita hanya sekedar ... untuk saling menyelamatkan reputasi. Kita bisa mengakhirinya setelah jangka waktu tertentu. Bagaimana?"

Untuk sejenak Arch terdiam, walau begitu tatapannya tak beralih sedikitpun dari wajah cantik Livi.

"Kamu pikir aku main-main saat menikahimu di depan papamu dan para saksi?"

Balasan Arch membuat Livi terkejut.

"Maksudmu?"

"Tidak ada kontrak pernikahan. Kita akan menjalani pernikahan ini seperti pasangan suami istri pada umumnya."

Livi menelan ludah. "Apa ini termasuk aku harus ...."

"Tentu saja. Baik kamu maupun aku akan menjalankan kewajiban suami istri termasuk urusan ranjang."

Mati aku! Livi seketika mengumpat dirinya sendiri.

"Satu lagi. Dalam kamusku tidak ada kata perceraian."

Double kill! Livi mematung mendengar kalimat tidak ada perceraian. Apa sebenarnya yang orang ini inginkan. Bukannya dia menikah hanya untuk menutupi rumor.

Dan tunggu dulu. Bukannya Arch ini penyuka sesama jenis. Memangnya dia bisa memberinya nafkah batin?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DALAM JERATAN OBSESI PENGUASA TAMPAN   BBAB 107 PIMPINAN BARU

    Hari Livi tidak dimulai dengan baik. Dia mendapati kejutan luar biasa dari Stacy di pertengahan waktu. Dia sempat menangis, histeris bahkan sakit hati sekali.Namun siapa sangka jika endingny tidak seburuk yang Livi sangka. Kemunculan tiga saudaranya mampu memupus kesedihan di hati Livi. Ditambah obrolan absurd dari si maknae biang rusuh membuat suasana hati Livi membaik lebih cepat.Serta rencana pulang akhir bulan yang langsung disetujui Arch, kian menghempas kejadian buruk mengenai Stacy tadi.Hingga ketika mereka berpisah jalan, Livi bisa tersenyum lebar sambil melambaikan tangan. "Suruh Mama masak rendang," pinta Livi."Idih, siapa Mbak nyuruh Mama masak rendang.""Nakajima Kenzie!""Kabur, Ar!"Ken dan Arion ngibrit masuk mobil. Disusul Lio yang hanya mengangguk sambil lalu. Dia mengambil alih kemudi, menghidupkan mesinnya. Lantas melaju meninggalkan Livi dan Arch yang juga menuju mobil mereka.Mood Livi yang sudah membaik, membuat Arch menggulung senyum sebelum membawa kendaraa

  • DALAM JERATAN OBSESI PENGUASA TAMPAN   BAB 106 PELIT EKSPRESI

    Dalam sekejap, meja tempat Livi duduk penuh sesak. Dia diapit tubuh bongsor Ken dan Arion. Sementara Lio duduk anteng di sebelah Arch."Kalian ngapain sih nyusul ke mari?" Semprot Livi kesal."Idih, siapa juga yang ngekorin Mbak. Kita cuma kebetulan jalan di sekitar sini. Kebetulan, Mbak. Dengar gak?" Balas Ken tak kalah sewot. Walau begitu tangannya gesit menyendok kwetiaw milik Livi yang baru setengah jalan di makan."Punyaku, Ken. Pesen sendiri sana."Ken berhenti berulah, giliran Arion yang maju. Dua pemuda itu benar-benar membuat Livi tambah pusing."Mau makan, pesan saja," tawaran Arch bak angin segar untuk dua anak muda yang memang sedang doyan makan, sekaligus doyan ngegym."Emang boleh?" Tanya Ken dengan wajah berbinar.Arch mengangguk, lalu menoleh pada Lio. "Mau makan apa? Kamu kurusan. Baru juga mulai sudah keok begini."Lio merengut. Tapi dia tidak marah, sebaliknya dia ikut pesan makanan. Tak berapa lama meja mereka penuh dengan makanan yang kesemuanya dibayar oleh Arch

  • DALAM JERATAN OBSESI PENGUASA TAMPAN   BAB 105 LAGI KENCAN

    "Makan dulu?'Livi mengusap air matanya, lalu mengangguk. Tapi setelahnya menggeleng."Maksudnya gimana coba?" Arch mengerutkan dahi melihat kelakuan istrinya.Mereka masih ada di depan gedung DL Grup. Belum beranjak meski malam kian larut. Hampir setengah jam Livi bersandar di bahu Arch sambil sesenggukan menangisi pertemanannya yang berakhir tragis. Setengah jam itu Arch cuma diam, cosplay jadi tembok mendengar segala keluh kesah, makian, cacian, umpatan juga semua unek-unek yang mengisi kepala Livi soal Stacy."Apa utangnya perlu aku tagih juga?" Tanya Livi di akhir tangisnya.Gadis itu mulai tenang tatkala air mata berhenti mengalir."Ngapain ditagih, kayak orang kurang duit aja. Berapa kamu minta aku kasih.""Sombong!"Arch tergelak melihat ekspresi Livi mulai kembali ke setelan semula. "Lagian ya aku kasih tahu, utang yang gak dibayar itu bisa ngurangin timbangan dosa kamu. Dosamu kan banyak tu, kamu kan banyak bantahnya waktu pacaran sama Sesel.""Idih, jangan diungkit ngapa!"

  • DALAM JERATAN OBSESI PENGUASA TAMPAN   BAB 104 PERTEMANAN END

    "Tunggu di sini sebentar. Satria baja hitam minta tanda tangan."Livi terbahak ketika Arch meninggalkannya di lobi DL Grup. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Tapi Arch masih harus setor satu tanda tangan pada sang asisten yang menunggu di meeting room lantai satu.Satu yang kembali membuat Livi ngap-ngapan adalah aksi Arch mencium keningnya sebelum beranjak. Sederhana tapi sangat bermakna. Selain itu Arch juga menyerahkan kunci Maybach yang sudah diambilkan satpam pada Livi.So di sinilah dia, memainkan kunci mobil sambil chattingan dengan adiknya. Gadis itu sempat menggulung senyum mendengar Ken curhat kalau dia tidak bakal dapat warisan kalau main cewek terus."Mbak, mereka yang nguber, bukan aku.""Tapi kamu kan tepe-tepe ke mereka. Siapa yang tidak salah paham. Dikiranya kamu kasih sinyal ke mereka. Anteng gitu bisa gak sih, Ken.""Aku petakilan saja mereka masih ngejar. Gimana kalau aku cosplay jadi Kak Lio. Bisa antri yang melamar ke rumah."Livi terbahak. Dia tahu maks

  • DALAM JERATAN OBSESI PENGUASA TAMPAN   BAB 103 BUKAN PRIORITAS

    "Lagian Vi. Kalau dia beneran menganggap kamu teman. Dia akan selalu membalas pesanmu. Kalau tidak saat itu, begitu ada peluang, pasti dibalas.""Kalau dia beralasan sibuk, itu basi. Pasalnya sibuk itu hanya dalih, yang terjadi sebenarnya adalah kamu bukan prioritas dalam hidupnya.""Kayak dia dong," sindir Livi."Aku meeting, habis meeting aku langsung ke tempatmu. Bukannya ketemu kamu aku malah melihat Axel, nyebelin!"Itu adalah rangkaian percakapan terakhir sebelum Livi terlelap dalam dekapan sang suami. Sama seperti Livi, kualitas tidur Arch juga membaik sejak beberapa waktu terakhir.Pria itu bahkan tidak perlu teh Valerian lagi. Asal waktunya tidur, dia tidur. Pria itu bisa pulas sampai pagi.Mengikuti saran semalam, maka hari ini Livi berniat menemui Stacy. Sang teman sudah bekerja dua bulan di DL Grup, tapi tak sekalipun membalas pesan Livi. Gadis itu jadi sanksi kalau yang diucapkan Arch adalah benar.Dari ruangan Arch, Livi turun ke kafe yang berada satu lantai dengan tempa

  • DALAM JERATAN OBSESI PENGUASA TAMPAN   BAB 102 CUT IT OFF

    Livi beberapa kali melirik ke arah Arch yang masih tekun bekerja. Tampilan sungguh menggoda iman Livi yang lumayan tebal. Iyalah tebal, kalau tidak sudah habis Livi sama Axel sejak lama.Nyatanya lima tahun pacaran, Livi masih utuh. Sentuhan mereka hanya sebatas ciuman, itu pun tidak seperti yang Arch lakukan padanya. Ciuman suami Livi begitu dalam, lembut, penuh cinta dan puja. Sekali beraksi Arch mampu menyedot waras Livi sampai habis. Tidak heran kalau gadis itu kerap hilang kendali tiap kali bertaut bibir dengan Arch."Dia benar-benar bahaya," gumam Livi dari balik ponselnya. Sesaat kemudian dia heran kenapa dia dulu bisa tergila-gila pada Axel. Tampan sih, tapi kalau dibanding Arch ... jauh. Bahkan dengan Kai saja, Axel tidak secermerlang itu."Dia ini definisi mengalihkan duniaku.""Mbak mulai cinta ya sama Kak Arch?" Arion mengejek dari seberamg melalui pesan di grup chat mereka.Grup rusuh dengan empat anggota online tapi cuma tiga yang sibuk mengetik."Gak boleh ya jatuh ci

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status