"Apakah dengan tidur bersamamu, aku bisa melupakan rasa sakit karena patah hati, Mr. Vandara?" Aline bertanya dengan nada lirih. "Aku akan memberikanmu yang terbaik di ranjang. Kau akan bisa melupakan pria itu." Darmo Vandara berucap mantap. Digenggam kedua tangan Aline. "Hanya akan ada seks. Tidak melibatkan perasaan apa pun. Aku tidak bisa menjanjikan cinta untukmu, Mr. Vandara. Aku tidak pernah menyukaimu." "Tapi, kau akan membutuhkanku di tempat tidur untuk memberikanmu kepuasaan seksual." Darmo Vandara mempererat tautan jari tangan mereka. "Kau akan tergantung padaku. Hanya aku yang bisa melakukannya untukmu, Aline." Darmo kian mantap berbicara. Semakin bertekad juga dalam membuktikan kata-katanya. …………………... Darmo Vandara sudah menyukai Aline Whitney bahkan sebelum wanita itu bekerja di perusahaannya. Harta berlimpah dan status sebagai pengusaha muda kaya di New York, tak membuat Aline bisa mencintai balik dirinya. Darmo memilih menunjukkan sikap egois dengan menyingkirkan semua pria mendekati wanita itu. Hanya ia seorang yang bisa memiliki Aline. Dan, ketika wanita itu mengalami patah hati, Darmo menawarkan tidur bersama sebagai bentuk pelampiasan. Idenya pun disetujui oleh Aline. Darmo Vandara memberikan kepuasaan yang bisa membuat Aline semakin dekat dengan dirinya. Ia terus berupaya memenangkan hati wanita itu. Akankah berakhir pada sebuah ikatan yang sakral? …………….
View MoreAline sudah ingin tahu cita rasa makanan yang ia buat, sejak Darmo Vandara menyuap sendok pertama ke dalam mulut.
Dipandang sang atasan dengan begitu lekat, bahkan tanpa berkedip. Tujuannya tentu agar bisa melihat ekspresi Darmo Vandara.
"Bagaimana menurutmu? Apakah enak?"
Darmo Vandara segera mengangguk, tepat setelah Aline Whitney menyelesaikan pertanyaan. Ia imbuhkan kuluman senyum sembari masih terus mengunyahkan pasta di dalam mulutnya agar bisa cepat ditelan.
Ditatap sosok Aline dengan lekat. Pancaran mata yang sangat jelas menunjukkan kasih sayang besar. Memang lebih tepat terlihat seperti cinta penuh akan gairah juga. Wajah cantik wanita itu sungguh memikat.
"Enak pasta yang kau buat. Aku suka. Kau selalu pandai membuat makanan lezat. Kau berbakat." Darmo memuji dengan alunan suara yang begitu lembut.
"Terima kasih, Mr. Vandara."
Aline memperlebar senyuman. "Hmm, rasa makananku biasa saja dan tidak istimewa. Kau juga selalu saja menyanjungku."
"Aku tidak akan bisa membalas semua pujian yang sudah kau katakan, kalau kau menginginkan imbalan." Aline berguyon.
"Tidak perlu. Aku tidak mau imbalan."
Darmo Vandara masih menggeleng. "Bukan sengaja ingin memuji agar kau senang. Tapi, masakanmu memang enak bagiku."
"Aku tidak berbohong. Kau sudah lama berteman denganku, kau pasti tahu jika aku tidak pandai berkata yang berlebihan." Darmo menjelaskan kembali.
"Iya, aku tahu. Tapi, tetap saja aku masih merasa sungkan setiap kali kau memujiku dengan manis. Aku tidak tahu harus menjawab dengan bagus bagaimana."
Darmo Vandara melebarkan senyum. Tawa terlolos kencang. Ia terbiasa menunjukkan reaksi demikian jika dihadapkan oleh sikap Aline yang seperti sekarang.
Bertanya dalam ekspresi polos dan apa adanya. Wanita itu tampak semakin cantik serta memesona. Ia merasakan debaran jantung yang semakin kencang, walau berupaya untuk diabaikan.
"Kau tidak perlu sungkan. Kau hanya cukup merasa senang saja. Tidak sulit bukan? Aku memujimu dengan tulus dan sesuai fakta. Tidak ada yang aku lebih-lebihkan." Darmo Vandara menanggapi santai, nada ringan.
"Kau memang cantik, cerdas, dan memiliki banyak bakat yang aku pun tidak punya."
Darmo menambahkan kuluman senyum dan menggerakkan tangannya ke rambut Aline. Diberikan usapan-usapan yang halus. Hanya sebentar saja. Kemudian, tangannya turun. Menuju ke wajah Aline. Berhenti tepat pada pipi kanan wanita lalu. Dibelainya lembut.
"Hhaha. Terima kasih banyak untuk pujian yang kau katakan. Tapi, apa benar semuanya kau bilang tadi?"
"Maksudku apakah ada pria lain yang juga berpikiran bahwa aku adalah wanita cerdas, cantik, dan banyak bakat?"
Darmo Vandara seketika menghentikan apa tengah dilakukannya. Kedua tangan lantas ditaruh di atas meja sembari badannya yang semakin ditegapkan.
Mata masih dengan lekat memandang sosok Aline. Perasaan tak suka muncul dalam diri Darmo Vandara. Ia merasa curiga akan maksud pertanyaan dari Aline. Seperti menyimpan sebuah rahasia.
"Pria lain? Siapa yang sedang kau maksud? Apa dia adalah orang kau sukai?" Lontaran pertanyaan dialunkan dingin olehnya.
Dan, kala melihat respons cepat dari Aline berupa anggukan pelan serta senyum yang terkesan malu-malu. Maka, kemarahan di dalam diri Darmo Vandara semakin besar. Begitu juga dengan rasa panas di dadanya. Ia merasakan kecemburuan kian bertambah.
"Kau benar. Pria yang aku maksud adalah orang aku sedang sukai. Dia itu pria yang baik, pekerja keras, dan penyayang. Daya tariknya tidak bisa aku abaikan di kantor."
"Siapa dia?" Darmo Vandara bertanya dalam nada yang semakin dingin. Tatapannya juga tambah menajam memandang Aline.
"Fantino. Kau tahu bukan? Aku dan dia, tiga bulan terakhir ini saling dekat. Walaupun, dia belum mengaku menyukaiku. Tapi, aku cukup yakin jika Fantino juga memiliki rasa yang sama denganku. Dan, aku harus sa--"
Darmo Vandara tidak membiarkan Aline untuk melanjutkan ucapan. Dibungkamnya bibir wanita itu dengan ciuman yang kasar. Tak dibiarkan Aline sampai bisa melawan. Ia mendekap wanita itu erat. Emosinya sudah tidak bisa ditahan lagi lebih lama.
Nyatanya, Aline tetap ingin menunjukkan pemberontakan dengan meronta-ronta di dalam kungkungan dekapannya yang kian mengerat. Namun, tak dibiarkan. Pagutan pada bibir ranum wanita itu belum ingin dirinya hentikan. Gejolak amarah pun tidak berkurang. Masih sangat menggelora.
Kemudian, keterkejutan dirasakannya saat Aline melakukan dorongan cukup kuat. Ia terhuyung ke belakang. Namun, tak sampai terjatuh. Ditatap tajam wanita itu. Begitu pun dengan Aline yang memandang benci ke arah dirinya. Ada ketakutan juga terpancar.
Aline tidak bisa mencegah air mata untuk keluar semakin deras, sejak masuk ke dalam mobil. Ditumpahkan dengan isakan cukup kencang. Namun, tidak takut jika akan ada orang yang mendengar. Mustahil rasanya.Dada turut sesak dikarenakan kekecewaan mendalam. Ingin Aline tidak memercayai semua yang baru dilihatnya. Bahkan, ia juga hendak menganggap pengakuan Fantino tak pernah didengar. Tetapi, harapan kontras akan kenyataan yang sudah dirinya terima.Setiap wanita pasti merasakan hal seperti tengah ia alami. Patah hati yang hanya bisa ditumpahkan dengan tangisan deras. Tidak ada pilihan lain. Tak mungkin bagi dirinya untuk marah di depan Fantino. Aline masih menjaga harkat dan juga martabatnya."Kau payah! Kau menyedihkan, Miss Whitney."Darmo Vandara menyeringai lebih lebar, walaupun belum memperoleh perhatian dari Aline. Terus saja ditatap wanita itu. Ia tahu Aline masih menangis. Kedua bahu bergetar tertangkap jelas oleh matanya. Jika nanti Aline mengelak, dir
"Aku berharap dia tidak ada di dalam," ujar Aline dengan kesungguhan sangat besar.Tarikan napas panjang diambil. Dibuangnya secara cepat dan kasar. Hal tersebut wanita itu lakukan untuk menetralkan detak dari jantungnya semakin mengencang saja.Bukan karena perasaan yang muncul ketika sedang berada di hadapan pria disukainya. Melainkan, menahan emosi dan kekecewaan bersamaan. Memang masih menyangkut satu pria. Benar, tentang Fantino Creo."Aku harus memastikan supaya aku dapat mengambil kesimpulan akan bagaimana."Tepat setelah menyelesaikan ucapan, Aline pun bergegas keluar dari kendaraan roda empatnya. Ditutup pintu tak sabaran. Cukup kencang. Walau demikian, Aline kembali berhenti sejenak. Menyenderkan punggung di mobil mininya yang berwarna hitam.Kedua mata ditutup juga. Hanya sebentar saja. Tidak sampai satu menit. Kemudian, ia berdiri tegap kembali. Arah pandang sudah dipusatkan ke arah bar yang hendak dirinya datangi. Banyak orang keluar dan ma
"Jika kau masih meragukan semua foto yang aku berikan ini. Aku akan memanggil ahli yang mahir dalam ilmu teknologi untuk memastikan jika aku tidak memanipulasi."Darmo Vandara langsung saja membungkam mulutnya, setelah menyelesaikan ucapan. Tak ada lagi yang hendak diucapkan. Hanya menunggu reaksi akan diberikan oleh Aline Whitney atas ide cemerlangnya tadi.Darmo Vandara tentu ingin mendapat cepat respons setuju wanita itu. Namun, tak bisa sesuai kehendaknya jika melihat bagaimana Aline masih menunjukkan pengabaian. Ia yakin tidak dilakukan sengaja, kali ini.Darmo Vandara menduga bahwa wanita itu belum mampu menghilangkan keterkejutan atas sejumlah foto yang ditunjukkan olehnya beberapa menit lalu. Tampak sangat nyata di sepasang mata indah Aline yang masih saja membulat. Ia memerhatikan dengan teliti."Bagaimana menurutmu tentang rencanaku tadi? Kau setuju atau tidak? Bisakah kau memberikan aku jawaban secepatnya? A--""Aku memercayaimu. Kau berkata
Darmo Vandara pun menambah laju ketika berjalan dengan kedua kakinya menuju ke sebuah areal khusus untuk menerima tamu di vila pribadinya. Kurang dari dua meter lagi, ia akan mencapai pintu besar ruangan.Dan, tidak sampai 20 detik, Darmo Vandara telah berhasil mendorong daun pintu tanpa berhenti melangkah. Langsung berjalan ke dalam dengan raut wajah yang serius.Sosok seorang wanita berparas tidak cukup cantik tengah tersenyum terkesan dipaksa manis, menyambutnya. Ditambah pakaian yang dikenakan seksi hingga dapat secara jelas memerlihatkan lekuk tubuh wanita itu.Bagi Darmo Vandara, pemandangan tengah tersaji di hadapannya tak mampu langsung menciptakan gairah. Ia masih menjadi pria yang normal dengan hasrat tinggi jika telah dirangsang. Dan, wanita itu tak berhasil.Ya, gagal dalam membuatnya tertarik. Tentu keinginan lebih pun tak ada. Hanya perlu menuntaskan rencana awal yang dirancang. Darmo Vandara sangat yakin akan mampu mendapatkan informasi diingin
Darmo Vandara pun langsung menyerahkan semua bukti yang sudah dikumpulkan oleh detektif sewaannya kepada Aline. Tentang kecurangan dan juga penggelapan dana dilakukan Fantino Creo di perusahaan.Aline pun menjadi titik fokus utama dari pandangannya. Terus diperhatikan wanita itu yang sedang membaca satu demi satu dokumen dengan detail dan serius.Ekspresi Aline pun tidak luput diamatinya. Tampak ketegangan sangat nyata. Beberapa detik lalu, bahkan Aline terlihat terkejut."Bagaimana menurutmu, Miss Whitney?"Darmo Vandara tak bisa lagi lebih lama larut dalam kesunyian. Diputuskan melontarkan pertanyaan. Namun, Aline tak menjawab."Data-data yang sangat menakjubkan bukan? Aku tidak salah menilai. Instingku ternyata benar. Aku sudah menduga dia bukanlah orang baik seperti dugaanmu.""Ataupun pantas menjadi pria idaman."Setelah melontarkan kata demi katanya bernada sinis, Darmo Vandara langsung saja melemparkan kembali tatapan tajam ke
Darmo Vandara sudah menghabiskan tiga gelas vodka guna menghindari kebosanan karena menunggu detektif sewaannya yang tidak kunjung datang. Ia tidak akan marah sebab sudah diberitahukan alasan Marvell Wiser datang terlambat. Bisa dipahami.Hanya saja, informasi yang telah berhasil dikumpulkan sang detektif membuatnya jadi semakin penasaran. Bahkan, cenderung ia sangat ingin mengetahui keseluruhan data berkaitan dengan Fantino Creo yang masih sebagai dugaan belaka. Dan, sang detektif sudah menemukan bukti nyata beberapa hari belakangan. Sungguh, menyenangkan."Kenapa kau menyuruhku ke sini?"Segenap pemikiran dan simpulan muncul di dalam kepala Darmo Vandara pun seketika hilang karena pertanyaan dilontarkan oleh seseorang. Wanita yang memang dinantinya untuk datang juga. Benar, Aline Whitney.Darmo Vandara segera memasang seringai lebar pada wajah dan melemparkan tatapan tajam ke arah Aline. Wanita itu berdiri di hadapannya, tepat dibalik meja kerja."Aku
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments