Share

CDDB I versi Wira, part 4

"Hoooammmm..... Udah yuk, kita ke kantin saja. Ngopi-ngopi yok." Ajak Roy dan aku pun mengiakannya... "Ayolah... daripada di sini kita diliatin sama orang lain".

Kita pun berangkat menuju kantin.

Sesampainya di angsana.., kita memesan 2 gelas kopi hitam.

Kita pun meminum kopi dibarengi dengan menyalakan sebatang rokok.

"Fuh..... Jadi kapan kamu mau ajak aku kesana?" Tanyaku ke Roy, Roy pun menjawab "E...... Kapan-kapan ya. Loe sudah dikasih alamat, tetapi tidak mau kesana sendiri. Malam ini jadwal gue kencan sama Dina".

"Kalau kamu gak ngasih tahu aku pun gak bakalan tahu kalau kamu berbuat seperti itu. Pantas saja muka kaya parutan kelapa kayak kamu punya cewek banyak." Ujarku. Roy hanya menjawab dengan tertawa kecil "hihii"

Tak terasa api dari rokok yang kita isap menandakan sudah mau dibuang karena sudah dekat dengan filternya.

Gelas yang mengisi kopi seakan bocor, karena cuma menyisahkan ampasnya saja.

Sudah lama juga kita dikantin sampai anak-anak satu jurusan yang waktu itu masih ada didalam ruangan kini memenuhi kantin.

"Aisyah....." Sapaku dengan sedikit tersenyum sambil melihat kearahnya. Dia hanya diam, cuek dan segera duduk ditempat duduknya yang tak begitu jauh dari tempat saya duduk.

"Udah angsana samperin... katanya playboy, cowok paling keren dikampus ini. tetapi sama cewek yang kayak Aisyah aja loe gak berani." Ucap Roy yang seakan memberi tantangan.

Seraya berdiri,

Aku pun menjawab "Yaudah, kamu tunggu di sini. Liat nih babang ganteng mau menuju ketempat princes".

"Alah... Lebay loe." Ucap Roy sambil menunjuklan jari tengahnya.

Aku berjalan menuju tempat duduk di mana Aisyah berada.

"Maaf sah, ganggu gak?" Tanyaku, tetapi malah dijawab sama temannya (Ria) yang dahulu pernah jadi korban cintaku.

"Eh, ngapain lu kam...t datang kesini. Apa lu udah lupa ya sama gw?" Ucap Ria dengan nada membentak dan Aisyah menambahkan omongan "Eh udah Ria gak boleh ngomong gitu..."

Suaranya terasa membuatku ingin terbang keangkasa karena aku pikir sudah dibelah sama Aisyah.

" Syah.. mumpung ramai...." Ucapku dengan nada lembut dan say mulai berteriak sambil berucap,

"Teman-teman dengerin. Syah.., dari dahulu... Dari waktu kita SMP bersama. Sedari dahulu saya sudah suka sama kamu. Syah... Maukah kamu jadi pacar saya?" Ucapku dengan membungkukkan badan dan menaruh tangan kiri kedada.

Tangan kanan kearah Aisyah, yang seakan ingin mengajak dia bergandengan tangan.

Aisyah pun menjawab "Eh.... mas maaf ya..... Kita bukan muhrim!"

Disitu saya lihat gelagat tertawa dari raut wajah Ria dan seraya berkata "mampus lu..."

Baru juga merasa seakan terbang menggunakan sayap, seolah sayap yang aku gunakan untuk terbang patah.... Dan badan terhempas ke tanah....

Dan....

Prak..... Seolah hati ini pecah berkeping-keping.

"Udah dengerkan jawabannya? Udah sebaiknya lo pergi. Hus... Hus..." Ujar Ria sembari menggerakan tangannya yang seolah-olah mengusir seekor kucing.

"Tapi... Syah,... Aku benar-benar sayang sama kamu Syah.. Syahhhhh........" Ucapku meyakinkan Aisyah, tetapi dia hanya diam dan membuang wajah.

Disitu aku merasa seakan mau dieksekusi. Mata ditutup dan ditembak secara beruntun sama polisi..." Dor... Dor... Dor... Dor... " seakan terasa bagitu banyak peluru yang menghujani hati ini.

Aku yang malu hanya bisa tertunduk dan melihat semua orang yang ada di kantin menertawakanku.

Dengan rasa malu, aku melangkahkan kaki menuju tempat Roy.

Aku melangkahkan kaki menuju tempat Roy berada, tetapi seakan ku berjalan dijalan yang tak berujung. Riuh ramai sorakan dari mereka yang menyorakiku seakan memekahkan telinga.

Aku mencoba menoleh kekanan dan kekiri dan rupanya hampir dari mereka semua yang ada di sini adalah cewek yang pernah ku pacarin.

Tidak hanya cewek yang begitu senang melihat penderitaanku, yang cowok pun sama. Seakan mereka senang dengan kondisi yang aku alami saat ini.

Belum sampai ditempat Roy duduk.

Aku merasa tidak kuat dengan keadaan ini dan memutuskan untuk berbalik keluar dari kantin.

Sebelum berbalik, aku lihat wajah memelas keluar dari raut wajah Roy.

Aku jalan dengan cepat menuju parkiran untuk mengambil mobil yang ku parkir.

Hari itu aku langsung pulang. tetapi aku terus teringat kejadian yang memalukan tersebut. Kejadian yang membuat hatiku hancur.

"Eh Den Wira... Kok Aden udah pulang?" Tanya Bi Ijah yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga dirumahku.

Namun aku masih terus berjalan menuju kamar tanpa menjawab pertanyaan Bu Ijah.

Sesampainya dikamar, aku membanting barang yang ada didepan mata. Dan aku pun duduk di atas tempat tidur.

"Tok..tok.. tok.." "Den Wira.. aden gak apa-apa?" Tanya Bi Ijah.

"Gak Pa-pa Bi." Ucapku singkat.

"Oh.. ya sudah, kalau Aden butuh seseorang untuk ngobrol, Bibi ada didapur ya...." Ujar Bi Ijah sembari meninggalkan pintu kamarku.

Tak begitu lama berselang....

"Tok tok tok permisi..."

"Permisi.... Tok tok tok."

"Terdengar suara seseorang mengetuk pintu." Ucap Bi Ijah dalam hati.

"Ya... Tunggu sebentar.....".

Bi Ijah pun berjalan menuju pintu depan.

"Eh... Den Roy, ada apa ya den?" Tanya Bi Ijah.

"Wira ada Bi?" Ucap Roy balik tanya.

"Den Wira ada dikamarnya, Aden pergi saja kesana." Ucap Bi Ijah mempersilahkan Roy masuk dan meninggalkan Roy yang mulai masuk kedalam rumah.

Akhirnya Roy pun tiba didepan pintu kamar saya.

"Tok.. tok.. tok.. Wir... Wira... Buka, ini gue, Roy!" Ujar Roy dan aku menjawab dengan nada kesal "Ada apa Roy? Kamu juga mau ngejekku?".

"Yaelah ni anak, kita tuh dari kecil sudah berteman. Masa lue gitu amat sama gue. Udah buka dahulu." Ucap Roy meyakinkan.

Aku berjalan menuju kearah pintu.

Pintu ku buka dan saya lihat wajah Roy yang tadinya seperti wajah seseorang yang sedang cemas, berubah menjadi wajah yang nyebelin.

"Hahahahahaa lue abis nangis? Yaelah... Cetek banget si lue. Masa gara-gara gitu aja nangis. Kayak cewek". Ujarnya sambil tertawa.

"Kalau kamu kesini cuma mau ngomong itu, aku tutup lagi nih pintunya." Jawabku yang sembari menutup pintu. tetapi pintu tersebut ditahan oleh kakinya Roy.

"Ni anak sensi amat. Ayo kita jalan." Ujar Roy dan aku pun bertanya "Jalan ke mana?". Dijawab oleh Roy "Jalan kerumah Si Mbah yang gue saranin itu."

Mata Roy mulai menyelidik setiap jengkal kamar sambil bilang "Habis ada gempa ya? Kok berantakkan gini?"

"Wah.. kelewatan ni anak, tadi ada godzilla lewat." Ucapku dengan nada kesal.

Aku ingat tadi Roy bilang saya menangis. Aku juga sebenarnya tidak sadar tetapi ternyata benar ada air mata yang menetes ke pipiku.

Sambil mengusap-usap muka aku berujar, "Roy, aku tuh gak nangis kali. Ini tuh keringet."

Akhirnya kita pun tertawa karena teringat akan kejadian malam itu, malam diwaktu Roy ngompol dan bilang keringat.

Singkat cerita kita jalan menuju ketempat yang Roy ceritakan.

Aku duduk disebelah Roy, sedangkan Roy yang menyetir.

Kita kesana pakai mobil Roy, karena Roy melarang saya membawa mobil.

Sembari dijalan, kita pun berbincang.

"Eh loe kan pernah bilang ke gue, kalau selama pacaran elo gak pernah kan sayang sama pacar loe?" Tanya Roy

"Iya" jawabku singkat.

"Itu tuh.. karena emang dari awal loe udah suka sama Aisyah. Gue tahu dari tatapan loe ke dia. Dari SMP gue udah perhatiin tingkah loe kalau ada Aisyah. Walau loe gak cerita sebelum gue bilang waktu itu. tetapi sebenarnya gue udah tahu." Ujar Roy menjelaskan.

"Mungkin juga si Roy, mungkin cewek-cewek yang lain hanya pelampiasanku yang kecewa karena sedari dahulu Aisyah tidak pernah menganggapku ada. Kadang sesekali aku panas-panasin dia sama cewek lain ketika kita berpapasan. tetapi tetap saja dia cuek. Padahal dari awal aku melihat dia...... Butir-butir cinta sudah tumbuh dihati ini." Jawabku yang kemudian ditimpal sama Roy "Eh gila.. dapat kata-kata dari mana itu. Butir-butir cinta, butir butir apaan? Butir-butir tahi kambing?"

"Hahahahaha" kita pun tertawa.

Memang dia selalu ada disaat aku susah. Sedari SD, kita sudah berteman, sampai di SMP dan SMA. menuju ke kuliah juga kita pun mengambil fakultas yang sama. Hampir seperti kakak adik kalau sama dia.

Makanya orang tua kita pun tidak enggan. Dan mereka pun malah jadi teman bisnis diperusahaan yang orang tua kita kerjakan.

Masih ditengah perjalanan Roy pun bertanya "Eh Wir, loe merasa aneh gak?". "Aneh mengapa?" Tanyaku. Roy menjelaskn... "Sedari pulang dari tempat itu, gue merasa seolah-olah ada yang mengikuti gue sampai rumah."

"Aku dan Roy, seperti ada seseorang yang menemaniku tidur tadi malam."

"Yang nemenin loe cewek?" Tanya Roy. Aku menjawab "Cewek... tetapi cewek yang dilukisan. Kamu mau?"

"Aduh... Bagaimana ya kalau kita ciuman, nanti bibirnya yang ada nyangkut dibibir gue dan gak bisa dilepas."

"Hahahahaha" tertawa bersama.

Singkat cerita kita sudah sampai ditempat tujuan.

Tempatnya lumayan jauh.... Disekitar rumah ini tidak ada rumah lain.

Di sini cuma ada rumah tua yang usang yang berdiri kokoh dan letaknya berada diujung kampung yang tadi sudah kita lewatin.

"Tok tok tok. Mbah... Permisi mbah." Ucap Roy mengetuk pintu dan kemudian pintu pun dibuka. Terlihat kakek-kakek tua berumur kisaran 80an berdiri didepan kita dengan wajah yang geram.

Dia berucap "Kurang ajar, apa maksud kalian datang kemari hehhhhh? Kalian mau nantangin aku?"

Kita bertatap muka dan mencoba mencerna maksud dari apa yang dia katakan.

Roy pun mencoba bertanya "Maaf mbah, apa maksud Mbah berkata seperti itu?"

"Ya kalian datang kesini membawa beberapa hantu, ada bermacam-macam pula. Hampir hantu satu desa kalian bawa." Ucap Kakek tersebut menjelaskan...

Seketika itu kita saling bertatap muka seraya mengucap "Hantu...???"

Bersambung ... .

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status