Hola, Halo! Aku tidak menyangka sudah menulis sampai Bab 10. Masih setia mengikuti ceorta ini? Kuharap kalian suka ya! Nanti aku mau buat giveaway berhadiah skincare, jadi ... cek saja di IG ya. Ciaaooobelllaaaa!!
Inka mengambil kesempatan untuk berbicara 4 mata dengan Candra. Ia membawanya ke luar, di dekat kolam. Ada tempat duduk di sana dan mereka bisa berduaan saja. Ini tidak seperti yang ada dalam perjanjian mereka. Tidak ada kontak fisik atau semacam itu. Bagaimana bisa muncul pembicaraan tentang anak?“Kamu ingin berduaan denganku, ya?” goda Candra.“Bukan! Sama sekali bukan itu! Kita perlu meluruskan semua ini. Mengapa mereka—tidak, kamu juga. Apa maksudnya tentang anak? Hei, tidak ada anak dalam perjanjian kita.”Candra menikmati rasa khawatir Inka. Ia ingin mempermainkannya lebih jauh.“Bukankah wajar jika dalam pernikahan ada anak. Aku dan kamu juga tidak bisa menjamin jika kita berdua ternyata bisa terjebak dalam nafsu nantinya—”Inka menutup kedua tangannya. “Hentikan! Aku tidak mau mendengarnya!”“Hahaha! Kau ini lucu sekali! Aku hanya sedang berusaha meyakinkan pihak keluargaku. Mana bisa mereka percaya begitu saja kalau aku akan menikah. Perkataanku tadi adalah cara yang paling
“Ah, daripada memikirkan tentang itu, bagaimana kalau kita turun ke bawah dan menikmati jamuan makan malam,” ajak Andita. “Meski ini acara keluarga, tenang saja … kali ini tidak ada meja besar yang terlalu kaku. Kamu bisa memilih mau makan di mana.”“Aku akan ikut kamu saja.”Begitulah Inka mengikuti ke mana Andita pergi. Candra sama sekali tidak muncul lagi selama makan malam. Ia menurunkan amarahnya terlebih dulu sebelum bertemu dengan Inka.Ia juga sudah berganti pakaian begitu pun dengan Andita. Hanya kemeja santai dan celana jeans. Meski keluarga yang lain masih lengkap dengan jas beserta gaun, asalkan ada seseorang yang sama dengannya, Inka tidak akan merasa minder.“Pakaian ini lebih nyaman dari gaun. Benar, ‘kan? Aku juga tidak setuju sebenarnya pertemuan keluarga menggunakan gaun. Apa-apaan itu?”“Mungkin biar terlihat formal.”Inka dan Andita terus bersama. Ada baiknya juga selama pesta kecil-kecilan itu Andita menjadi ‘pengawal pribadinya’. Sosok wanita lain dari sana menat
“Ada hal yang belum bisa kamu ketahui. Pelan-pelan ya, Inka. Nanti juga kamu akan tahu bagaimana kehidupan di keluarga kami dan segala problematic di dalamnya.” Untuk saat ini, Andita hanya bisa menjelaskan seperti itu. “Kuharap rumah tanggamu nanti tidak seperti aku.” Wanita itu menghela napas setelahnya.Inka belum mengetahui semuanya tetapi ia memilih untuk mendekati Andita. Dipeluknya tubuh wanita itu dan menepuk pelan bahunya.“Tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja. Kak Andita.”“Haha! Kamu bahkan belum tahu apa yang sebenarya terjadi. Sebenarnya aku mau mengatakan sesuatu padamu.” Andita melepaskan pelukan Inka. “Selagi bisa, kamu harus menjauh dari keluarga kami.”Betapa terkejutnya Inka saat mendengar kalimat itu. Mengapa ia diminta untuk pergi? Apakah ini sebuah test atau sebenarnya ia tidak disukai oleh wanita yang terlihat baik padanya? Banyak sekali pertanyaan sekejap muncul dalam benaknya.“Kenapa aku harus pergi? Bukankah semakin banyak tantangan dalam hidup akan sema
Inka memeriksa kembali keadaan pintu apartemen. Mimpi itu tidak bisa disepelekan olehnya. Ia membayangkan jika semua itu benar-benar terjadi. Image Candra dalam bayangannya semakin buruk.“Aish! Kenapa bisa mimpi itu sangat mengganggu?!”Ia meminum air satu gelas lalu berusaha untuk tidur kembali. Pikirnya semudah itu, tetapi pada kenyataannya sampai menjelang pagi tak kunjung juga ia merasa kantuk. Saat ia memutuskan untu bangkit dari tempat tidur, dilihatnyalah matahari sudah terbit.“Ah, lama-lama bosan juga di sini tidak buat apa-apa. Masih jam tujuh pagi pula. Apa yang harus aku lakukan? Hari ini tidak banyak kegiatan. Fitting baju? Belum ditentukan.”Baru beberapa hari berada di apartemen sembari menunggu hari lamaran, Inka sudah mulai bosan. Entah mengapa, ia merindukan meja kantornya dan tentu saja Sasha. Terkadang juga omelan Diana menjadi hal yang dirindukan. Rasanya seperti ada yang kurang dalam sehari.“Dia pasti sedang dianiaya Diana di kantor. Aku ingin kembali bekerja t
Sang pengacara tidak ingin membahasnya lagi. Ia tahu sebenarnya jika di sana Candra dan Giselle tengah berkelahi. Bukan hal yang baru lagi untuk ditangkap oleh kedua telinganya.“Aku benar, ‘kan?”Saat Giselle keluar dari ruangan kerja Candra, Inka semakin yakin.“Bu Giselle, apa ada sesuatu di dalam sana?”Giselle menahan amarahnya. Rasanya jengkel saat mendengar bagaimana gadis itu bertanya padanya. Namun, tetap saja ia harus mengontrol semuanya dengan baik.“Apa? Kenapa?” tanyanya beralasan.“Anda baik-baik saja? Kupikir aku mendengar Anda berteriak di dalam.”“Kamu salah dengar, kali! Kami sedang menghubungi pihak lain untuk proposal bisnis. Apa kamu yakin mendengar suara keras Inka? Mungkin karena persiapan pernikahanmu membuatmu sedikit tidak enak badan.” Giselle tak mau berlama-lama di sana. “Aku pergi dulu. Masih banyak yang harus kuurus hari ini.”“Ah, baiklah.”Bersamaan dengan Giselle, pengacara itu juga memutuskan untuk pergi. Inka ditinggal sendirian di ruangan besar. War
Seorang pria di sana sedang sibuk dengan urusan kecilnya. Satu per satu pakaian dimasukkan ke dalam kotak hitam besar. Ya, itu adalah sebuah koper yang siap membawanya menemui sang putri kesayangan. Sesekali ia tersenyum bahkan bersenandung kecil. Masih jelas dalam ingatannya bagaimana putrinya saat kecil dulu. Jika memikirkan anak kesayangannya itu akan menikah, ada perasaan sedih yang tak bisa dijelaskan. Meski begitu, bahagia yang dirasakan lebih banyak. Sayang sekali, tidak semua orang di sana merasa bahagia. “Jadi kamu akan tetap pergi ke Jekardah dan meninggalkan aku di sini?” Satu tangan wanita di sana tertongkak di pinggang. “Astaga, apa masih harus mempermasalahkan itu? Bagaimana dengan pernikahan Inka? Kami juga mengajakmu untuk ke sana dan hadir. Kamu sendiri yang tidak mau.” Ia berusaha membalas dengan nada yang manis. “Sayang, kan bisa dengan wakil saja. Bagaimana kalau Neneknya Inka saja yang pergi? Aku sedang sekarat seperti ini dan kamu mau meninggalkan aku?” bujukn
Pertanyaan yang jelas hanya gurauan di mata Inka. Mereka hanya tertawa setelah mendengarkan bagaimana Rehan mengeluarkan permintaannya. Tidak ada yang mengambil hati tentang keinginannya itu.“Hei, aku ini sangat serius, Inka.” Rehan mencoba untuk meyakinkan orang-orang di sana.“Berhentilah mengatakan seperti itu. Aku tidak akan tertipu. Ayo, kita sudahi kegiatan hari ini dan pergi makan di Lariza. Akan aku traktir kalian.” Inka lalu menuju kamar ganti.“Hei, jangan hanya mencoba satu baju, donk. Kami juga mau lihat saat kamu menggunakan gaun yang lain.” Sasha seakan memperingatkan gadis itu untuk tetap mencoba.“Ah, aku terlalu malas. Ini saja sudah bagus. Nanti kalau pakai yang lainnya, malah menjadi bingung.”Itu hanya alasan saja. Kenyataannya adalah Inka tak ingin banyak kenangan tentang persiapan pernikahan kontrak ini. Tidak akan berakhir bahagia dengan pernikahannya. Untuk itulah, ia memilih untuk tidak mencoba yang lainnya.Sayangnya, Rehan yang berada di sana tidak tinggal
“Betewe, kenapa kamu malah duduk di belakang? Sini di sampingku. Kamu membuatku seolah-olah jadi sopir beneran!” Rehan mulai kesal. Ia tidak seramah tadinya.Sasha yang berada dalam mobil itu mulai merasa tidak enak. Situasi ini berbeda saat Inka bersama mereka. Ia memilih diam saja sepanjang perjalanan menuju kantor. Ia merasa jika pertanyaannya tadi sedikit menyinggung Rehan. Namun, jika benar demikian, bisa jadi pria ini memiliki perasaan yang khusus pada Inka.“Kok kamu jadi diam?” tanya Rehan sambil memperhatikan Sasha dari kaca spion depan. “Apa aku membuatmu tidak nyaman? Meski kita cuma berdua sekarang, tenanglah, aku tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh.”“Tidak apa-apa. Aku hanya … entahlah.”Sasha masih memilih untuk membungkam mulutnya. Lagipula, pembicaraan apa lagi yang bisa ia sampaikan pada Rehan? Mereka tidak memiliki hubungan apa-apa. Inka-lah yang menghubungkan mereka. Itu pun karena kegiatan hari ini.Mobil terus melaju sampai mengantar Sasha kembali ke PT. Luxi