Share

4.Harnum Histeris dan Dibawa Pulang

Di rumah sakit, tempat Harnum dirawat. Harnum yang sudah siuman dari pingsannya itu langsung histeris ketika mengetahui bahwa bayi dalam kandungannya telah tiada.

Seorang wanita yang ditugaskan oleh Albern untuk mengurus Harnum, merasa tidak tega melihatnya.

"Non, yang sabar dan ikhlas, ya. Ini semua merupakan musibah dan juga ujian dari Tuhan. Non harus tegar," ucap ibu tersebut yang bernama Iisda.

Harnum menjerit dan menangis histeris. Rasa sakit dan nyeri di perutnya yang merupakan luka jahitan bekas operasi itu, tidak ia pedulikan lagi.

"Anakku ... kembalikan anakku dan suamiku ... kemarin kau membunuh suamiku dan sekarang kau membunuh anakku. Laki-laki iblis kau, aku membencimu!" teriak Harnum.

Albern yang baru saja datang ke rumah sakit tersebut, mendengar semua ucapan Harnum. Ia berdiri di ambang pintu menatap Harnum dengan tajam.

Harnum yang menyadari kedatangan Albern langsung berusaha menurunkan kakinya untuk menghampiri Albern, tetapi karena kondisi tubuhnya yang belum normal, membuat tubuhnya hilang keseimbangan dan akhirnya tubuh Harnum jatuh dari ranjang.

"Non!" teriak Bu Lisda.

Kaki Albern tanpa sadar bergegas menghampiri Harnum. Ia langsung membopong tubuhnya dan diletakkan di brankar. Sementara Bu Lisda bergegas berlari keluar untuk memanggil dokter.

"Kau pembunuh! Kau bajingan! Kau kejam! Kau iblis!" Harnum terus berteriak.

"Diam! Atau kau juga ingin menyusul suami dan anakmu ke neraka!" teriak Albern.

Harnum memukul-mukul dada Albern. Tenaganya sudah habis karena kondisi kesehatannya belum stabil dan normal.

"Lebih baik kau bunuh saja aku, iblis! Aku tidak ada gunanya lagi hidup di dunia ini tanpa suami dan anakku. Bunuh saja aku sekarang juga!" teriak Harnum.

Gigi Albern gemeretak karena menahan emosi. Lalu, tangannya sudah bergerak merogoh bagian sepatunya yang terdapat belati lipat.

"Aku akan mengabulkan permintaanmu itu, wanita jalang! Aku akan mengirimmu ke neraka detik ini juga!" Albern menekan belati tersebut di leher Harnum.

Harnum memejamkan matanya. Ia sudah pasrah akan kematian yang menjemputnya detik itu juga. Mata Albern terus tertuju pada wajah cantik Harnum, terutama pada bibir Harnum yang sensual dan seksi yang pucat pasi itu.

Tiba-tiba pintu ruangan tersebut terbuka. Bu Lisda dan seorang dokter masuk. Dokter tersebut adalah Dokter Helda. Albern dengan cepat menaruh kembali belatinya. Ia melipat belati tersebut dan diletakkan kembali di sepatunya.

"Nyonya, saya akan memeriksa luka jahitan Anda dulu," ucap Dokter Helda.

Harnum hanya terdiam. Air matanya masih terus mengalir dengan deras. Sementara tatapannya kosong.

"Nyonya, apa yang Anda rasakan?" tanya Dokter Helda.

"Anakku ... suamiku ... pembunuh ... iblis ...."

Kata-kata itu terus terucap dari mulut Harnum. Dokter Helda mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Harnum tersebut. Sementara Albern, wajahnya sudah memerah menahan emosi.

"Dokter, aku akan membawa perempuan ini pulang sekarang!" ucap Albern dengan tegas.

"Maaf, Tuan, tetapi tidak bisa. Karena pasien belum pulih sebab baru satu hari dirawat. Minimal tiga hari, itu waktu yang paling singkat," ucap Dokter Helda.

"Aku tidak peduli. Aku ingin membawanya pulang detik ini juga. Jika kau tetap menahan kepulangannya maka rumah sakit ini akan aku hancurkan. Mengerti!" ucap Albern dengan sarkas.

"B-baik, Tuan," jawab Dokter Helda dengan terbata.

Dokter Helda dan Bu Lisda pun langsung mengurus kepulangan Harnum saat itu juga. Sementara Harnum yang pikirannya kosong itu hanya diam saja.

'Penderitaanmu belum berakhir, wanita jalang! Dan justru penderitaanmu baru akan dimulai,' batin Albern.

***

Hari itu juga, Albern langsung membawa Harnum pulang. Ia membawa Harnum pulang ke rumah tua yang terdapat di tengah-tengah hutan.

Selama dalam perjalanan pulang, di dalam mobil milik Albern, Harnum terlihat tengah melamun. Tatapannya sangat kosong dan hampa. Sesekali terlihat ia sedang menyusut air matanya.

"Kau sekarang sudah menjadi milikku! Nyawamu yang tidak berharga itu sudah menjadi milikku seutuhnya!" ucap Albern dengan sarkas.

"Mengapa kau tidak membunuhku saja? Aku rasa kematianku akan lebih baik daripada kau menawanku!" ucap Harnum tak kalah sarkasnya.

"Jika aku membunuhmu sekarang maka aku tidak bisa menyiksamu."

"Apa maksudmu?"

"Kau akan menggantikan suami laknatmu itu untuk menggantikan pelampiasan dendamku dan kakakku!"

Harnum mengernyitkan keningnya. Ia menatap Albern yang sedang menyetir mobil itu. Untung saja Bu Lisda tidak satu mobil dengan mereka sehingga tidak mendengar perdebatan antara Albern dan Harnum tersebut.

"Jangan berbicara sembarangan kau! Suamiku adalah laki-laki terbaik yang pernah aku kenal. Dia tidak mungkin memiliki musuh!" teriak Harnum dengan histeris.

"Suami bedebahmu itu tentu saja hanya bersandiwara di hadapanmu. Jadi, kau tidak mengetahui keburukannya selama ini!" Albern tak kalah histeris berteriak.

"Kau pembunuh! Kau telah membunuh suamiku dan anakku! Aku sangat membencimu! Aku tidak akan pernah memaafkanmu! Lebih baik kau bunuh saja aku!" teriak Harnum.

"Tidak semudah itu kau mati, wanita sialan! Aku akan menyiksamu dan membunuhmu secara perlahan!" ucap Albern dengan tersenyum sinis.

Harnum tiba-tiba membuka pintu mobil. Albern yang lupa mengunci pintu mobil itu akhirnya memudahkan Harnum melompat keluar.

Tubuh Harnum berguling-guling di tanah yang keras dan tandus. Dahinya membentur tanah yang keras tersebut sehingga membuat dahinya terluka.

"Ah, sial! Dasar wanita bodoh! Mengapa kau malah melompat? Kau pikir aku akan semudah itu melepasmu?!" monolog Albern.

Albern menghentikan mobilnya dan kemudian ia bergegas keluar. Sementara Harnum sedang menahan sakit dan nyeri pada perutnya, di bagian luka bekas jahitan.

Albern menekuk kakinya sebelah, lalu ia menjambak rambut Harnum sehingga membuat wajah Harnum mendongak ke atas. Mata Harnum bersirobok dengan mata Albern yang sangat tajam bak mata elang.

"Jangan bertindak bodoh, wanita jalang! Dan jangan memancing emosiku terus menerus!" bentak Albern.

Air mata Harnum terus mengalir deras. Rasa sakit disekujur tubuhnya kalah dengan rasa sakit di hatinya. Tubuhnya berguncang hebat karena menahan isak tangis.

"Tolong! Bunuh saja aku!" mohon Harnum.

Gigi Albern gemeletuk menahan emosi yang memuncak. Ia mencengkram rahang Harnum dengan sangat kuat. Ia meremasnya dengan amarah yang sudah di ubun-ubun.

"Mengapa kau selalu menantangku! Mengapa?!" teriak Albern.

Harnum memejamkan matanya ketika mendengar teriakan Albern. Tubuhnya semakin gemetar karena merasa ketakutan.

"Ikut aku dan masuk ke mobil sekarang juga!" Albern menyeret tubuh Harnum.

Harnum berjalan tertatih-tatih mengikuti langkah Albern. Tubuhnya terasa remuk redam, tetapi ia mencoba menahannya. Matanya sudah berkunang-kunang, tetapi ia berusaha untuk tetap bertahan.

Albern mendorong tubuh Harnum hingga masuk ke dalam mobil. Dia langsung mengunci pintu mobil agar dia tidak kecolongan lagi. Lalu, Albern menancap gas dengan kecepatan tinggi. Harnum memejamkan matanya dan berpegangan sangat erat pada jok mobil. Dia merasa sangat ketakutan

'Tuhan, apa yang akan terjadi padaku ke depannya nanti? Apa salahku dan suamiku hingga pria kejam ini berbuat keji kepada kami? Suamiku, anakku ...,' batin Harnum.

TO BE CONTINUED

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status