Di rumah sakit, tempat Harnum dirawat. Harnum yang sudah siuman dari pingsannya itu langsung histeris ketika mengetahui bahwa bayi dalam kandungannya telah tiada.
Seorang wanita yang ditugaskan oleh Albern untuk mengurus Harnum, merasa tidak tega melihatnya."Non, yang sabar dan ikhlas, ya. Ini semua merupakan musibah dan juga ujian dari Tuhan. Non harus tegar," ucap ibu tersebut yang bernama Iisda.Harnum menjerit dan menangis histeris. Rasa sakit dan nyeri di perutnya yang merupakan luka jahitan bekas operasi itu, tidak ia pedulikan lagi."Anakku ... kembalikan anakku dan suamiku ... kemarin kau membunuh suamiku dan sekarang kau membunuh anakku. Laki-laki iblis kau, aku membencimu!" teriak Harnum.Albern yang baru saja datang ke rumah sakit tersebut, mendengar semua ucapan Harnum. Ia berdiri di ambang pintu menatap Harnum dengan tajam.Harnum yang menyadari kedatangan Albern langsung berusaha menurunkan kakinya untuk menghampiri Albern, tetapi karena kondisi tubuhnya yang belum normal, membuat tubuhnya hilang keseimbangan dan akhirnya tubuh Harnum jatuh dari ranjang."Non!" teriak Bu Lisda.Kaki Albern tanpa sadar bergegas menghampiri Harnum. Ia langsung membopong tubuhnya dan diletakkan di brankar. Sementara Bu Lisda bergegas berlari keluar untuk memanggil dokter."Kau pembunuh! Kau bajingan! Kau kejam! Kau iblis!" Harnum terus berteriak."Diam! Atau kau juga ingin menyusul suami dan anakmu ke neraka!" teriak Albern.Harnum memukul-mukul dada Albern. Tenaganya sudah habis karena kondisi kesehatannya belum stabil dan normal."Lebih baik kau bunuh saja aku, iblis! Aku tidak ada gunanya lagi hidup di dunia ini tanpa suami dan anakku. Bunuh saja aku sekarang juga!" teriak Harnum.Gigi Albern gemeretak karena menahan emosi. Lalu, tangannya sudah bergerak merogoh bagian sepatunya yang terdapat belati lipat."Aku akan mengabulkan permintaanmu itu, wanita jalang! Aku akan mengirimmu ke neraka detik ini juga!" Albern menekan belati tersebut di leher Harnum.Harnum memejamkan matanya. Ia sudah pasrah akan kematian yang menjemputnya detik itu juga. Mata Albern terus tertuju pada wajah cantik Harnum, terutama pada bibir Harnum yang sensual dan seksi yang pucat pasi itu.Tiba-tiba pintu ruangan tersebut terbuka. Bu Lisda dan seorang dokter masuk. Dokter tersebut adalah Dokter Helda. Albern dengan cepat menaruh kembali belatinya. Ia melipat belati tersebut dan diletakkan kembali di sepatunya."Nyonya, saya akan memeriksa luka jahitan Anda dulu," ucap Dokter Helda.Harnum hanya terdiam. Air matanya masih terus mengalir dengan deras. Sementara tatapannya kosong."Nyonya, apa yang Anda rasakan?" tanya Dokter Helda."Anakku ... suamiku ... pembunuh ... iblis ...."Kata-kata itu terus terucap dari mulut Harnum. Dokter Helda mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Harnum tersebut. Sementara Albern, wajahnya sudah memerah menahan emosi."Dokter, aku akan membawa perempuan ini pulang sekarang!" ucap Albern dengan tegas."Maaf, Tuan, tetapi tidak bisa. Karena pasien belum pulih sebab baru satu hari dirawat. Minimal tiga hari, itu waktu yang paling singkat," ucap Dokter Helda."Aku tidak peduli. Aku ingin membawanya pulang detik ini juga. Jika kau tetap menahan kepulangannya maka rumah sakit ini akan aku hancurkan. Mengerti!" ucap Albern dengan sarkas."B-baik, Tuan," jawab Dokter Helda dengan terbata.Dokter Helda dan Bu Lisda pun langsung mengurus kepulangan Harnum saat itu juga. Sementara Harnum yang pikirannya kosong itu hanya diam saja.'Penderitaanmu belum berakhir, wanita jalang! Dan justru penderitaanmu baru akan dimulai,' batin Albern. ***Hari itu juga, Albern langsung membawa Harnum pulang. Ia membawa Harnum pulang ke rumah tua yang terdapat di tengah-tengah hutan.Selama dalam perjalanan pulang, di dalam mobil milik Albern, Harnum terlihat tengah melamun. Tatapannya sangat kosong dan hampa. Sesekali terlihat ia sedang menyusut air matanya."Kau sekarang sudah menjadi milikku! Nyawamu yang tidak berharga itu sudah menjadi milikku seutuhnya!" ucap Albern dengan sarkas."Mengapa kau tidak membunuhku saja? Aku rasa kematianku akan lebih baik daripada kau menawanku!" ucap Harnum tak kalah sarkasnya."Jika aku membunuhmu sekarang maka aku tidak bisa menyiksamu.""Apa maksudmu?""Kau akan menggantikan suami laknatmu itu untuk menggantikan pelampiasan dendamku dan kakakku!"Harnum mengernyitkan keningnya. Ia menatap Albern yang sedang menyetir mobil itu. Untung saja Bu Lisda tidak satu mobil dengan mereka sehingga tidak mendengar perdebatan antara Albern dan Harnum tersebut."Jangan berbicara sembarangan kau! Suamiku adalah laki-laki terbaik yang pernah aku kenal. Dia tidak mungkin memiliki musuh!" teriak Harnum dengan histeris."Suami bedebahmu itu tentu saja hanya bersandiwara di hadapanmu. Jadi, kau tidak mengetahui keburukannya selama ini!" Albern tak kalah histeris berteriak."Kau pembunuh! Kau telah membunuh suamiku dan anakku! Aku sangat membencimu! Aku tidak akan pernah memaafkanmu! Lebih baik kau bunuh saja aku!" teriak Harnum."Tidak semudah itu kau mati, wanita sialan! Aku akan menyiksamu dan membunuhmu secara perlahan!" ucap Albern dengan tersenyum sinis.Harnum tiba-tiba membuka pintu mobil. Albern yang lupa mengunci pintu mobil itu akhirnya memudahkan Harnum melompat keluar.Tubuh Harnum berguling-guling di tanah yang keras dan tandus. Dahinya membentur tanah yang keras tersebut sehingga membuat dahinya terluka."Ah, sial! Dasar wanita bodoh! Mengapa kau malah melompat? Kau pikir aku akan semudah itu melepasmu?!" monolog Albern.Albern menghentikan mobilnya dan kemudian ia bergegas keluar. Sementara Harnum sedang menahan sakit dan nyeri pada perutnya, di bagian luka bekas jahitan.Albern menekuk kakinya sebelah, lalu ia menjambak rambut Harnum sehingga membuat wajah Harnum mendongak ke atas. Mata Harnum bersirobok dengan mata Albern yang sangat tajam bak mata elang."Jangan bertindak bodoh, wanita jalang! Dan jangan memancing emosiku terus menerus!" bentak Albern.Air mata Harnum terus mengalir deras. Rasa sakit disekujur tubuhnya kalah dengan rasa sakit di hatinya. Tubuhnya berguncang hebat karena menahan isak tangis."Tolong! Bunuh saja aku!" mohon Harnum.Gigi Albern gemeletuk menahan emosi yang memuncak. Ia mencengkram rahang Harnum dengan sangat kuat. Ia meremasnya dengan amarah yang sudah di ubun-ubun."Mengapa kau selalu menantangku! Mengapa?!" teriak Albern.Harnum memejamkan matanya ketika mendengar teriakan Albern. Tubuhnya semakin gemetar karena merasa ketakutan."Ikut aku dan masuk ke mobil sekarang juga!" Albern menyeret tubuh Harnum.Harnum berjalan tertatih-tatih mengikuti langkah Albern. Tubuhnya terasa remuk redam, tetapi ia mencoba menahannya. Matanya sudah berkunang-kunang, tetapi ia berusaha untuk tetap bertahan.Albern mendorong tubuh Harnum hingga masuk ke dalam mobil. Dia langsung mengunci pintu mobil agar dia tidak kecolongan lagi. Lalu, Albern menancap gas dengan kecepatan tinggi. Harnum memejamkan matanya dan berpegangan sangat erat pada jok mobil. Dia merasa sangat ketakutan'Tuhan, apa yang akan terjadi padaku ke depannya nanti? Apa salahku dan suamiku hingga pria kejam ini berbuat keji kepada kami? Suamiku, anakku ...,' batin Harnum. TO BE CONTINUEDTanpa terasa, kini twins A sudah berusia 4 tahun. Dan pada saat itu di mansion AB sedang mengadakan pesta ulang tahun twins A yang ke 4.Perayaan ulang tahun yang sangat meriah itu begitu terasa. Apalagi semua keluarga para tangan kanan Albern hadir di sana. Willy, Rully, George, dan Neil, bersama istri dan anak mereka ikut menghadiri pesta tersebut.Anak-anak mereka yang berusia tidak jauh beda dengan twins A, kini sedang berlari-larian bersama twins A. Nora dan Nancy pun juga sudah memiliki anak berusia 3 tahun yang berjenis kelamin perempuan.Kebahagiaan makin terpancar di wajah semuanya. Mereka selalu kompak dan saling mendukung satu sama lain itu, menjadi kelebihan yang dimiliki oleh mereka.“Happy birthday twins A, Ardam Barnard dan Aveline Barnard, cucu-cucu oma. Tak terasa, ya, usia kalian sudah 4 tahun. Kalian semakin cantik dan tampan,” ucap Mama Marsha.“Ardam tampan seperti Daddy, dan adik Aveline cantik seperti Mommy,” ujar Ardam.Semua orang tertawa mendengarnya. Ardam m
Albern meneguk ludahnya dengan susah payah. Wajahnya memucat karena dia merasa panik. Dan dia justru berlari ke sana kemari karena otaknya tiba-tiba buntu.Harnum yang melihatnya merasa kesal. “By, apa yang kau lakukan? Mengapa kau malah lari ke sana ke mari. Perutku sakit, By, aku kontraksi,” ujarnya.“Ah, iya, Sayang. A-aku … aku … aduh, bagaimana ini? Sayang, maafkan aku karena aku telah membuatmu seperti ini. Kau pasti merasa pusing ‘kan karena ucapanku tadi sehingga membuatmu tidak nyaman dan banyak pikiran dan mengakibatkan kau merasa kesakitan di perutmu, lalu kontraksi.” Albern berbicara panjang tanpa jeda.Wajah Harnum meringis menahan sakit yang tiada tara. ”T-tidak begitu, By. Ah … mungkin ini memang sudah waktunya. Karena aku memang sudah hamil 9 bulan. Jadi, aku kontraksi.”“Aduh, By, ah … tolong panggilkan Bibi dan para asisten … bukan … ah maksudku panggil ketua pelayan di mansion ini.”Albern yang sedang panik itu sudah tidak mengingat lagi siapa nama ketua pelayannya,
Sementara itu di dalam kamar tamu, tepatnya di kamar pasangan George dan Nora. Malam itu Nora terlihat selalu murung. George sedari tadi memperhatikannya.Nora membelakangi George. Dia sudah menggunakan selimut. George yang awalnya sedang sibuk di layar laptop, kini dia menghentikan kegiatannya tersebut karena dia merasa bahwa sang istri sedang banyak pikiran.Lalu, ia langsung menghampirinya. George ikut merebahkan tubuhnya dan dia memeluk sang istri dari belakang. Tangan kanannya membelai-belai kepala Nora, sedangkan tangan kirinya mengelus-elus perut Nora.Dia sangat tahu bahwa Nora sedang memikirkan tentang dirinya yang belum mengandung. Apalagi Nora melihat Jennifer dan Monica yang sudah melahirkan, yang sudah memiliki anak, serta Harnum yang tengah mengandung.“Kau sudah mendengarkan ucapan Nona Harnum, lalu mengapa kau masih melamun dan memikirkan tentang itu, hmm?” George mencium pipi Nora, kemudian beralih ke telinganya dan menggigitinya.“Lepaskan, Sayang, aku sedang tidak i
Malam itu pun juga Monica langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis.Monica melahirkan secara normal, sama halnya seperti Jennifer waktu itu. Karena mereka ingin merasakan menjadi seorang ibu seutuhnya sehingga mereka berusaha dan berjuang melahirkan tanpa operasi.Sebenarnya Rully dan kedua orang tuanya menyarankan agar dia di operasi caesar saja, tetapi Monica tidak mau. Dia benar-benar berusaha dan berjuang melahirkan secara normal.Tangisan bayi kini menggema di dalam ruangan persalinan. Bayi Monica dan Rully itu berjenis kelamin laki-laki. Pancaran kebahagiaan kian terpancar di wajah Rully dan Monica. Mereka benar-benar merasa sangat bahagia atas kelahiran putra pertamanya tersebut.Bayi laki-laki itu diberi nama Rafael Morgan. Harnum tiada henti memandang baby Rafael tersebut. Rasanya dia pun ingin segera melahirkan kala itu juga.Begitu pula dengan Nora dan Nancy, keduanya nampak ikut berbahagia menyambut kelahiran baby Rafael. Nora dan Nancy yang bel
Semuanya saling berpandangan ketika mereka melihat Harnum yang tengah merajuk. Bibirnya terlihat memberengut. Perasaan wanita yang sedang hamil benar-benar sangat sensitif sekali, tidak bisa salah sedikit akan mengenai hatinya.Albern merayunya agar tidak marah lagi, sedangkan kedua pasang suami istri itu bergegas keluar ketika melihat suasana yang semakin menegangkan. Mereka turun ke lantai bawah dan menuju ke gazebo di belakang mansion. Kini, mereka berempat duduk di sana. Sementara Albern tengah sibuk merayu dan membujuk Harnum. “Sayangku, mengapa kau marah? Kami tadi tidak bermaksud membuatmu bersedih.”“Aku tadi sedang berbicara membahas Neil dan George, tetapi kalian malah saling berpandangan seperti itu. Apa maksud kalian? Kau juga samanya. Aku membencimu!” Harnum masih saja marah pada Albern. “Sudah, sana pergi! Aku ingin sendiri.” Harnum pun langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Albern yang melihat itu bertambah pusing. “
George bergegas keluar dari mobil. Dia berlari kencang ke arah dermaga. George langsung memeluk tubuh seseorang yang dia anggap adalah Nora.“Nora, Sayang, akhirnya aku menemukanmu.” George semakin mengeratkan pelukannya.Sementara perempuan yang dipeluk tersebut berusaha sekuat tenaga melepaskan pelukan George. “Tuan, tolong lepaskan, saya bukan Nora.”Deg!Deg!Jantung George berdetak semakin cepat dan bertalu-talu. Dia melepaskan pelukannya dan menatap wajah perempuan tersebut yang ternyata memang bukan Nora.“M-maaf, aku salah orang. Aku kira kau istriku karena postur tubuhmu sama persis,” ujar George.Dia melangkah dengan lunglai meninggalkan bandara. Air mata semakin deras membasahi pipinya. Langkah kakinya berjalan tanpa arah. Neil dan Nancy yang melihatnya ikut meneteskan air mata.Lalu, mereka menuntun George untuk duduk di sebuah bangku yang terletak di pinggir pantai. Di pantai tersebut terdapat banyak penginapan.“George, ayo, kita ke penginapan saja agar kau bisa beristir