Pagi hari pun tiba, Harnum yang masih terikat di belakang rumah tua itu terlihat sangat pucat. Tangannya masih terikat dan punggungnya sudah berlumuran darah kering.
Bu Mira yang saat itu sedang membersihkan halaman rumah bagian belakang, seketika berhenti ketika melihat keadaan Harnum yang sangat mengenaskan. Dia ingin sekali membantu, tetapi dia takut jika Albern akan memarahinya bahkan menghukumnya.Sementara Pak Toni, dia sedang membawa gunting rumput, dia akan membersihkan rumput-rumput yang ada di sekitaran belakang rumah tersebut. Pak Toni pun merasa sangat iba ketika melihat keadaan Harnum yang sangat memprihatinkan itu. Dia pun ingin membantu Harnum, tetapi dia tidak berani karena takut Albern akan menghukumnya."Bu, kasihan sekali 'Non Harnum, semalaman dia diikat di sini. Dan lihatlah keadaannya sangat mengenaskan sekali. Bagaimana ini, Bu? Jika kita menolongnya, nanti kita yang akan dihukum oleh Tuan Al," ucap pak Toni."Entahlah, Pak, aku juga bingung. Aku kasihan melihat 'Non Harnum, apalagi dia itu baru saja melahirkan dan secara caesar pula, kasihan dia," balas Bu Mira."Lalu, apa yang harus kita lakukan?" tanya Pak Toni.Albern yang baru saja bangun dari tidur itu melihat sepasang suami istri yang sedang berbincang-bincang. Dia tahu bahwa yang mereka bicarakan adalah Harnum. Lalu, Albern menghampiri Harnum yang sudah tidak berdaya."Lebih baik kalian mengerjakan yang lain saja, jangan berada di tempat ini!" titahAlbern."Baik, Tuan," jawab Bu Mira dan Pak Toni secara bersamaan.Lalu, sepasang suami istri itu pun berlalu pergi meninggalkan belakang rumah. Albern menghampiri Harnum, ia memegang dagu Harnum dan mengangkatnya sehingga kini wajah Harnum mendongak ke atas.Albern yang pada saat itu sedang memegang segelas air minum, langsung menyiramkannya ke wajah Harnum. Harnum terkejut dan langsung terbangun. Matanya yang sayu beradu tatap dengan mata elang Albern."Aku di mana?" tanya Harnum dengan suara lirih.Harnum masih belum sepenuhnya sadar bahwa dia masih berada di tempat yang tadi malam. Harnum merasa bahwa dia sudah bersama suami dan anaknya di surga."Mas Reno," gumamnya.Emosi Albern langsung memuncak saat mendengar Harnum kembali menyebut nama Reno. Dia menggenggam gelas tersebut hingga pecah sehingga tangannya terluka. Albern meremukkan pecahan gelas itu dengan wajah yang sudah memerah."Lagi dan lagi kau memanggil nama laki-laki biadab dan keparat itu! Laki-laki itu sudah berada di neraka sekarang! Lalu, mengapa kau masih selalu saja menyebut namanya, hah? Kau selalu membuat amarahku memuncak! Dasar wanita jalang tidak tahu diri!" Albern menjambak rambut Harnum hingga wajahnya mendongak.Harnum sudah Kehilangan kata-kata karena suaranya pun sudah hilang. Ketika Albern sedang menyiksa Harnum, tiba-tiba suara Rully mengejutkannya. Rully yang menyaksikan itu menatap iba pada Harnum. Dia masih mengingat bahwa Harnum adalah wanita yang dulu suaminya dibunuh oleh sang King Mafia. Lalu, Rully berjalan mendekati Harnum."King Al, tanganmu terluka, kau harus diobati," ucap Rully dengan penuh perhatian.Itulah yang Albern sukai dari Rully. Karena sekecil apapun luka maupun masalah yang sedang ia rasakan atau hadapi, Rully selalu peduli dan selalu memperhatikannya."Tidak mengapa, Rully, Ini hanya luka kecil saja. Ada apa kau kemari pagi-pagi buta seperti ini?" kata Albern dengan ketus."Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, King, dan itu tidak bisa dibicarakan melalui telepon. Kita harus berbicara secara empat mata," papar Rully.Rully tengah berbicara pada Albern, tetapi matanya tidak luput dari Harnum. Albern memperhatikan itu dan dia tahu bahwa anak buahnya tersebut sedari tadi memperhatikan wajah Harnum."Jaga pandanganmu itu, Rully! Apa kau ingin bola matamu itu aku keluarkan dari tempatnya!" hardik Albern dengan sarkas.Rully meneguk ludahnya dengan kasar. Dia sangat tahu sepak terjang sang King Mafia yang tidak pernah main-main dengan ucapannya."Maafkan aku, King, aku tidak sengaja," sahut Rully."Ya, sudah, lebih baik kita masuk ke dalam saja jika kau ingin membicarakan sesuatu." Albern berjalan terlebih dahulu.Sementara Rully, dia sangat berat untuk beranjak dari tempat tersebut. Ingin rasanya dia membuka ikatan tangan Harnum, tetapi dia tidak berani melakukannya karena dia takut jika dia akan dihukum oleh sang King Mafia.Albern yang dari tadi sudah berjalan, seketika menghentikan langkahnya karena dia merasa bahwa Rully tidak mengikutinya. Lalu, Albern melihat ke arah belakang. Dan dia melihat jika Rully sedang menatap Harnum dan Harnum pun membalas tatapan Rully.Entah mengapa, emosi Albern semakin memuncak. Tiba-tiba Albern kembali berjalan mendekati Harnum dan Rully, lalu ia melepaskan ikatan Harnum."Masuk ke gudang dan tunggu aku! Aku akan menemuimu sebentar lagi. Dan Ingat, jangan sampai kau melakukan hal-hal yang tidak aku sukai, mengerti?!" usir Albern dengan tegas.Harnum hanya menganggukkan kepala saja. Dengan tertatih-tatih ia berjalan melewati tubuh Rully dan Albern. Namun, dia kehilangan keseimbangan tubuhnya dan hampir saja terjatuh.Rully yang berada di tempat itu seketika langsung memegang tubuh Harnum. Tangannya memegang punggung Harnum yang dipenuhi oleh darah. Albern kembali merasa emosi melihatnya."Rully! Apakah tanganmu itu ingin aku remukkan?!" berang Albern.Seketika, Rully melepaskan pegangan tangannya dari tubuh Harnum sehingga membuat Harnum kehilangan keseimbangan dan terjatuh di tanah. Harnum sudah tidak memiliki tenaga lagi dan matanya pun terpejam. Hingga akhirnya, ia tidak sadarkan diri."King, wanita ini pingsan. Bagaimana ini?" tutur Rully dengan penuh kekhawatiran."Kau pergilah duluan ke paviliun! Nanti aku menyusul!" titah Albern.Tanpa berpikir panjang lagi, Albern langsung membopong tubuh Harnum dan dibawanya masuk ke dalam rumah tua tersebut. Albern membawa tubuh Harnum ke gudang, di mana kamar Harnum berada. Lalu, dia menyuruh Bu Mira untuk membersihkan tubuh Harnum."Dasar wanita sialan, selalu menyusahkanku saja!" umpat Albern. ***Sementara itu, di mansion milik Albern yang berada di kota Jakarta. Terlihat Monica yang sedang berada di sana. Dan seperti biasanya, dia selalu sok berkuasa di rumah keluarga besar milik Albern tersebut. Monica yang selalu mengatur di mansion itu."Hey, kalian! Kalian tentu tahu, kan bahwa aku ini adalah calon Nyonya di rumah ini? Jadi, kalian harus menurutiku! Sekarang, aku sedang ingin makan masakan western. Jadi, aku ingin kalian membuatkannya untukku!" cetus Monica dengan begitu angkuhnya.Semua para pelayan yang berada di mansion tersebut mematuhi perintah Monica. Karena mereka mempercayai bahwa dia memang benar adalah calon istri dari sang bos, yaitu Albern.Monica pada saat itu langsung berjalan menuju ke kolam renang yang berada di lantai tiga. Lalu, dia berenang di sana. Monica tidak menyadari bahwa semua tingkah lakunya itu dipantau oleh Albern.Albern sudah memasang CCTV tersembunyi yang sangat kecil sehingga tidak diketahui oleh Monica. CCTV itu terhubung di ponsel miliknya. Sehingga Albern mengetahui semua aktivitas Monica di mansionnya."Monica, kau tidak pernah bosan untuk mengganggu hidupku. Sebenarnya apa maumu? Aku selalu menolakmu beribu kali, tetapi mengapa kau selalu memaksaku?""Aku tidak suka pemaksaan. Mengapa kau tidak mendekati laki-laki lain saja? Aku tidak pernah mencintaimu dan aku belum pernah mencintai ataupun merasakan jatuh cinta terhadap wanita," monolog Albern.Albern terus saja menatap ponselnya yang sedang menampakkan aktivitas Monica."Aku membenci wanita karena semuanya sama. Semuanya pengkhianat. Aku tidak menyukainya dan juga aku mengingat kematian Kakakku terjadi karena pengkhianatan sehingga aku bertambah membenci yang namanya ikatan cinta. Tidak ada kata cinta dalam hidupku. Tidak ada ikatan cinta dalam hidupku. Hidupku ini adalah hidup yang bebas!" Albern kembali bermonolog.Tiba-tiba, mata Albern melihat ke arah luar dan ia melihat Harnum yang sedang membersihkan halaman belakang. Albern memperhatikannya dari paviliun."Harnum, nyawamu ada di tanganku! Nyawamu ada di dalam genggamanku!" TO BE CONTINUEDTanpa terasa, kini twins A sudah berusia 4 tahun. Dan pada saat itu di mansion AB sedang mengadakan pesta ulang tahun twins A yang ke 4.Perayaan ulang tahun yang sangat meriah itu begitu terasa. Apalagi semua keluarga para tangan kanan Albern hadir di sana. Willy, Rully, George, dan Neil, bersama istri dan anak mereka ikut menghadiri pesta tersebut.Anak-anak mereka yang berusia tidak jauh beda dengan twins A, kini sedang berlari-larian bersama twins A. Nora dan Nancy pun juga sudah memiliki anak berusia 3 tahun yang berjenis kelamin perempuan.Kebahagiaan makin terpancar di wajah semuanya. Mereka selalu kompak dan saling mendukung satu sama lain itu, menjadi kelebihan yang dimiliki oleh mereka.“Happy birthday twins A, Ardam Barnard dan Aveline Barnard, cucu-cucu oma. Tak terasa, ya, usia kalian sudah 4 tahun. Kalian semakin cantik dan tampan,” ucap Mama Marsha.“Ardam tampan seperti Daddy, dan adik Aveline cantik seperti Mommy,” ujar Ardam.Semua orang tertawa mendengarnya. Ardam m
Albern meneguk ludahnya dengan susah payah. Wajahnya memucat karena dia merasa panik. Dan dia justru berlari ke sana kemari karena otaknya tiba-tiba buntu.Harnum yang melihatnya merasa kesal. “By, apa yang kau lakukan? Mengapa kau malah lari ke sana ke mari. Perutku sakit, By, aku kontraksi,” ujarnya.“Ah, iya, Sayang. A-aku … aku … aduh, bagaimana ini? Sayang, maafkan aku karena aku telah membuatmu seperti ini. Kau pasti merasa pusing ‘kan karena ucapanku tadi sehingga membuatmu tidak nyaman dan banyak pikiran dan mengakibatkan kau merasa kesakitan di perutmu, lalu kontraksi.” Albern berbicara panjang tanpa jeda.Wajah Harnum meringis menahan sakit yang tiada tara. ”T-tidak begitu, By. Ah … mungkin ini memang sudah waktunya. Karena aku memang sudah hamil 9 bulan. Jadi, aku kontraksi.”“Aduh, By, ah … tolong panggilkan Bibi dan para asisten … bukan … ah maksudku panggil ketua pelayan di mansion ini.”Albern yang sedang panik itu sudah tidak mengingat lagi siapa nama ketua pelayannya,
Sementara itu di dalam kamar tamu, tepatnya di kamar pasangan George dan Nora. Malam itu Nora terlihat selalu murung. George sedari tadi memperhatikannya.Nora membelakangi George. Dia sudah menggunakan selimut. George yang awalnya sedang sibuk di layar laptop, kini dia menghentikan kegiatannya tersebut karena dia merasa bahwa sang istri sedang banyak pikiran.Lalu, ia langsung menghampirinya. George ikut merebahkan tubuhnya dan dia memeluk sang istri dari belakang. Tangan kanannya membelai-belai kepala Nora, sedangkan tangan kirinya mengelus-elus perut Nora.Dia sangat tahu bahwa Nora sedang memikirkan tentang dirinya yang belum mengandung. Apalagi Nora melihat Jennifer dan Monica yang sudah melahirkan, yang sudah memiliki anak, serta Harnum yang tengah mengandung.“Kau sudah mendengarkan ucapan Nona Harnum, lalu mengapa kau masih melamun dan memikirkan tentang itu, hmm?” George mencium pipi Nora, kemudian beralih ke telinganya dan menggigitinya.“Lepaskan, Sayang, aku sedang tidak i
Malam itu pun juga Monica langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis.Monica melahirkan secara normal, sama halnya seperti Jennifer waktu itu. Karena mereka ingin merasakan menjadi seorang ibu seutuhnya sehingga mereka berusaha dan berjuang melahirkan tanpa operasi.Sebenarnya Rully dan kedua orang tuanya menyarankan agar dia di operasi caesar saja, tetapi Monica tidak mau. Dia benar-benar berusaha dan berjuang melahirkan secara normal.Tangisan bayi kini menggema di dalam ruangan persalinan. Bayi Monica dan Rully itu berjenis kelamin laki-laki. Pancaran kebahagiaan kian terpancar di wajah Rully dan Monica. Mereka benar-benar merasa sangat bahagia atas kelahiran putra pertamanya tersebut.Bayi laki-laki itu diberi nama Rafael Morgan. Harnum tiada henti memandang baby Rafael tersebut. Rasanya dia pun ingin segera melahirkan kala itu juga.Begitu pula dengan Nora dan Nancy, keduanya nampak ikut berbahagia menyambut kelahiran baby Rafael. Nora dan Nancy yang bel
Semuanya saling berpandangan ketika mereka melihat Harnum yang tengah merajuk. Bibirnya terlihat memberengut. Perasaan wanita yang sedang hamil benar-benar sangat sensitif sekali, tidak bisa salah sedikit akan mengenai hatinya.Albern merayunya agar tidak marah lagi, sedangkan kedua pasang suami istri itu bergegas keluar ketika melihat suasana yang semakin menegangkan. Mereka turun ke lantai bawah dan menuju ke gazebo di belakang mansion. Kini, mereka berempat duduk di sana. Sementara Albern tengah sibuk merayu dan membujuk Harnum. “Sayangku, mengapa kau marah? Kami tadi tidak bermaksud membuatmu bersedih.”“Aku tadi sedang berbicara membahas Neil dan George, tetapi kalian malah saling berpandangan seperti itu. Apa maksud kalian? Kau juga samanya. Aku membencimu!” Harnum masih saja marah pada Albern. “Sudah, sana pergi! Aku ingin sendiri.” Harnum pun langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Albern yang melihat itu bertambah pusing. “
George bergegas keluar dari mobil. Dia berlari kencang ke arah dermaga. George langsung memeluk tubuh seseorang yang dia anggap adalah Nora.“Nora, Sayang, akhirnya aku menemukanmu.” George semakin mengeratkan pelukannya.Sementara perempuan yang dipeluk tersebut berusaha sekuat tenaga melepaskan pelukan George. “Tuan, tolong lepaskan, saya bukan Nora.”Deg!Deg!Jantung George berdetak semakin cepat dan bertalu-talu. Dia melepaskan pelukannya dan menatap wajah perempuan tersebut yang ternyata memang bukan Nora.“M-maaf, aku salah orang. Aku kira kau istriku karena postur tubuhmu sama persis,” ujar George.Dia melangkah dengan lunglai meninggalkan bandara. Air mata semakin deras membasahi pipinya. Langkah kakinya berjalan tanpa arah. Neil dan Nancy yang melihatnya ikut meneteskan air mata.Lalu, mereka menuntun George untuk duduk di sebuah bangku yang terletak di pinggir pantai. Di pantai tersebut terdapat banyak penginapan.“George, ayo, kita ke penginapan saja agar kau bisa beristir
Pagi itu, Albern terlihat sudah rapi. Dia sudah mengenakan pakaian untuk berangkat ke kantor. Dan kini dia tengah mengenakan arloji.Biasanya, Harnum sudah menyiapkan semua pakaiannya dan segala kebutuhannya untuk berangkat ke kantor. Namun, pagi itu Harnum justru masih bergulat dalam selimut, dia belum bangun sehingga Albern berinisiatif untuk bersiap-siap tanpa membangunkan sang istri.Akan tetapi, dia merasa aneh karena tidak biasanya Harnum bersikap seperti itu. Istrinya tersebut adalah tipikal wanita yang pekerja keras, dan bukanlah wanita pemalas. Karena sebelum subuh, Harnum sudah bangun dan menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim, juga menjalankan kewajiban sebagai seorang istri. Walaupun di mansionnya terdapat banyak asisten rumah tangga, tetapi di dalam hal memasak untuk sang suami, Harnum lah yang selalu mengerjakannya. Meskipun Albern sudah berulang kali melarang sang istri agar tidak melakukan aktivitas apa-apa, tetapi Harnum yang sejak kecil sudah terbiasa bekerja
Malam hari pun tiba. Nora yang sejak siang tadi tengah merajuk, kini dia sudah terlelap terlebih dahulu. Begitu pula dengan Nancy, dia juga sudah mengurung diri di dalam kamar. Kini, seperti biasanya George dan Neil tengah duduk di mini bar markas tersebut. Wajah George terlihat saat kusut sekali. Neil yang sedari tadi memperhatikan rekannya itu, merasa sangat penasaran.“Hei, George, ada apa denganmu? Mengapa kau sejak siang tadi terlihat sangat berbeda, dan mengapa ketika kita sedang berbincang-bincang dengan King dan yang lainnya, tapi kau tiba-tiba meninggalkan kami begitu saja?” tanya Neil. Dia benar-benar merasa sangat penasaran sekali melihat wajah George yang sangat kusut tersebut.George menghela napas dengan berat. Dia menyugar rambutnya, dan bahkan dia terkadang menarik-narik rambutnya karena merasa kesal sendiri. Neil pun semakin merasa keheranan melihatnya. Dia menepuk-nepuk pundak George.“George, berceritalah padaku agar bebanmu lebih ringan. Ada apa? Kau tidak seperti
Nancy terlihat malu-malu, tetapi dia menganggukkan kepala. Neil yang mendapati respon itu langsung tersenyum sumringah.Perlahan, Neil mendekati Nancy yang masih mengenakan gaun pengantin itu. Dia terlihat sangat kesulitan, lalu dia membuka resleting gaun tersebut.Neil meneguk ludahnya ketika melihat punggung Nancy yang sangat putih mulus tanpa cela itu. Tangannya gemetar ketika mengelus punggung sang istri yang begitu lembut. Nancy memejamkan mata. Tubuhnya panas dingin dan gemetar mendapati perlakuan manis dari sang suami. Perlahan, Neil mendekatkan wajahnya pada punggung Nancy, lalu dia mengecupnya, kemudian mengecup pundak Nancy dan beralih ke tengkuknya, kemudian turun ke lehernya. Nancy mendongakkan wajahnya. Karena Neil mendapatkan akses dari sang istri, dia pun membalik tubuh Nancy hingga menghadapnya. Neil tak jemu-jemu menatap kecantikan sang istri.Kemudian, Neil memegang kedua rahang Nancy, lalu dia mengecup bibirnya dan melumatnya dengan lembut, tetapi penuh dengan gai