Di kamar, Erlangga sudah rebahan. Vania ganti baju dan berbaring di sebelahnya. "Van, malam ini kita keluar. Arga pasti aman sama Kakung dan Utinya. Kita belum pernah staycation semenjak Arga lahir.""Mau ke mana?""Yang dekat sini saja. Misalnya Arga rewel, kita bisa cepat pulang."Vania tampak berpikir sejenak. Kemudian tersenyum sambil mengangguk. "Oke."Erlangga merengkuh Vania ke dalam dekapannya. Mencium keningnya penuh cinta. Semenjak Vania melahirkan dan kembali ke Klinik, mereka hanya bertemu malam hari. Untungnya Vania tidak masuk shift. Yang masuk shift ada dua dokter magang di sana. Namun Erlangga yang super sibuk dengan banyaknya permasalahan yang ditinggalkan oleh Pak Tirta. Banyak deadline yang tak bisa ditepati oleh pakdenya itu. Terpaksa Erlangga menyelesaikan semuanya. Untuk itu kadang pulang ke rumah sudah jam sembilan malam. Untung saja Pak Yudi sangat membantu.Setelah Erlangga terlelap, perlahan Vania melepaskan diri dan sibuk mempersiapkan alat untuk pumping ASI
Sementara di dalam kamar, Erlangga bicara dengan kakaknya. "Tidak ada yang tak mungkin kan, Mbak. Ini buah dari kesabaran dan luka bertahun-tahun yang Mbak Alina rasakan." Erlangga ganti memandang Yovan. "Makasih, Koh Yo. Anda pria luar biasa. Bisa menerima kakak saya dengan semua masa lalunya."Yovan hanya menjawab dengan anggukan, karena Vania keburu masuk. "Mbak Alina, ditunggu dokter Ema pagi ini di tempat prakteknya. Nanti agak siangan dia sudah ke rumah sakit.""Iya, Van.""Kamu segera ganti baju, biar nggak kesiangan," ujar Bu Ambar.Akhirnya wanita itu keluar kamar diikuti oleh Erlangga dan Vania. Mereka ngobrol sejenak di ruang keluarga, kemudian Vania pamitan pulang lebih dulu untuk bersiap-siap. Sedangkan di kamar, Yovan dan Alina masih meluapkan kebahagiaannya sambil berpelukan. Benar-benar seperti mimpi dengan hasil tes instan pagi ini. Usianya sudah 39 tahun saat hamil ini. Mungkin termasuk beresiko tinggi. Namun ia bertekad akan menjaganya baik-baik.🖤LS🖤"Beneran, V
DENDAM- Semalam di Resort "Kamu beneran telat datang bulan, Lin?" tanya Bu Ambar seraya mendekat. Tatapannya terlihat penuh harap. "Entahlah, Ma. Aku nggak tahu. Aku nggak pernah merhatiin itu," jawab Alina lemah."Sepertinya iya, Ma." Justru Yovan yang menjawab lalu duduk di ujung ranjang. Di bagian kaki istrinya."Nah, malah Koh Yo yang ingat," ujar Vania sambil tersenyum. Dan Yovan pun tersenyum juga. Perasaan memang istrinya belum haid-haid lagi."Mbak Alina, akhir-akhir ini sering mual atau pusing di pagi hari, nggak?" tanya Vania hati-hati.Alina tampak ragu, lalu mengangguk kecil. Vania belum berani bicara, tapi ia menduga kalau Alina kemungkinan sedang hamil. Semoga saja begitu. Ini bisa menjadi satu keajaiban dan hadiah yang terindah buat keluarga besarnya.Suara ketukan di pintu kamar membuat mereka semua spontan menoleh ke pintu. Lantas muncul Erlangga sambil menggenggam sesuatu di tangannya dan memberikan pada istrinya."Bismillah, coba Mbak Alin cek dulu. Semoga dugaan
Cici tersenyum lebar. "Kami temanan, Van. Seminggu setelah aku pulang ke Kediri. Aku ketemu dokter Raka di rumah sakit Harapan Sentosa. Waktu itu aku memang datang ke Blitar untuk mengantarkan berkas. Ya udah, kami ngobrol lama. Setelah aku mulai aktif di RS. Jadi sering ketemu. "Terus aku bilang mau jenguk baby-mu, dia bilang mau ikut. Ya akhirnya kami berangkat pagi-pagi tadi.""Dokter Nina tahu kamu dekat sama gebetannya?""Tahu. Tapi aku bodo amat. Aku nggak peduli.""Kalau di antara kalian ada sesuatu. Aku dukung. Dokter Raka baik orangnya," kata Vania."Serius, Van. Di antara kami nggak ada status apa-apa. Tapi aku nggak bohong, kami memang dekat."Vania selesai mengaduk teh dan kopi, lantas memperhatikan Cici. "Kenapa kalian nggak jadian saja?"Cici menatap ke arah pintu yang menghubungkan dengan ruang dalam, memastikan suara mereka tak terdengar dari ruang tamu. Ia mencondongkan tubuhnya pada Vania. "Dokter Raka bilang dia nggak mau pacaran. Katanya dia mau fokus dulu sama sp
"Iya, Bu. Dari tadi ngelihatin pintu terus. Ngerti kalau waktunya Ibu pulang. Begitu pintu dibuka dia langsung kegirangan."Vania tersenyum lantas bergegas masuk kamar. Tak sampai dua puluh menit, ia keluar lagi dengan pakaian santai rumahan. "Sini, Arga. Mama sudah wangi."Tangan bayi itu bergerak-gerak antusias, tak sabar ingin segera memeluk mamanya. Begitu di dekap, langsung mencari sumber ASI. Ternyata dia tak sabar ingin menyusu langsung pada mamanya. Sudah jadi kebiasaan, kalau Vania di rumah, ia akan menyusui anaknya secara langsung. Kalau bekerja, Arga minum pakai botol. Tapi tetap ASI juga yang disimpan Vania di freezer.Mata bening Arga memperhatikan sang mama yang mengajaknya bicara. Mereka larut dalam momen itu hingga satu jam kemudian suara pintu depan terbuka. "Assalamu’alaikum." Terdengar suara berat yang khas.Arga sontak menoleh dan melepaskan puting susu. Matanya berbinar. Tangannya terangkat saat melihat sosok papanya yang muncul dari ruang depan."Wa’alaikumsala
DENDAM- Kejutan Minggu PagiAcara ngunduh mantu di keluarga Yovan sangat meriah. Keluarga pria itu termasuk keluarga besar. Ditambah relasi dan kenalan bisnis orang tuanya. Mereka bukan dari kalangan pengusaha besar, tapi orang tua Yovan adalah pemilik puluhan tempat usaha termasuk ruko yang disewakan.Resepsi yang dihadiri beberapa teman kuliah mereka, benar-benar menjadi kejutan. Bagaimana tidak, sosok Alina yang tiba-tiba menghilang saat itu, kini mendadak muncul dan menikah dengan Yovan. "Kalian ini apa memang sengaja janjian, ya. Saling menunggu lalu tiba-tiba menikah. Alin yang dulu menghilang tanpa jejak, terus kamu, Van. Yang pergi ke Singapura, terus pulang dan ngasih kejutan ke kami," ujar seorang teman.Semua teman-teman mereka sudah menikah. Datang ke resepsi membawa pasangan dan anak. Termasuk Delia beserta suami. Mantan kekasihnya Yovan itu hanya datang berdua dengan Barra saja. Anak-anak tidak ada yang diajak.Mereka benar-benar terkejut dengan kemunculan Alina yang m