Share

Bab. 8

Author: Yohana dst
last update Huling Na-update: 2023-04-24 09:19:05

Rangga balik tertawa. Ia tidak ingin orang lain menebak isi hatinya.

Muka masamnya sudah cukup menjelaskan perasaannya saat ini.

"Kau tahu kenapa anggur ini mahal?" tanya Rangga sambil memandang gelasnya.

Daniel menatapnya. Dia berusaha menangkap maksud dari ucapannya. Namun, akhirnya dia menyerah.

Daniel memilih untuk tetap diam dan mendengarkan isi hati anak tuannya.

Garis lengkung tipis muncul di bibir Rangga, ia lantas berkata, "Itu karena kualitasnya, tahun dan tempat pembuatannya, serta nama yang melekat padanya bukanlah sembarangan."

Rangga lalu kembali melanjutkan, "Anggur ini sama denganku. Aku memiliki kualitas terbaik karena aku adalah generasi Prabujaya, memiliki nama baik dan sudah ditempa selama bertahun-tahun dalam industri ini. Dan semua orang sudah mengakuinya, jadi untuk apa aku takut? Kita bahkan tidak pernah tahu siapa dia dan apa yang dikerjakannya selama ini. Benarkan?"

"Tentu saja. Itu sebabnya anda tidak perlu khawatir tentang hal itu. Lagipula, tidak mudah bagi orang luar untuk bisa menggeser posisi anda, iya kan?" Daniel tersenyum penuh arti, dia mengangkat gelasnya tinggi lalu menelan sisa anggurnya.

"Kalau begitu, saya permisi dulu," katanya lalu pergi meninggalkan Rangga sendirian di ruang tamu.

Pria itu mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.

"Halo, Ma ..."

"Ya? Kamu dimana?" Suara seorang wanita terdengar menyahut dari ujung telepon.

"Aku di rumah besar. Mama dimana? Kenapa tidak datang ke sini?" tanya Rangga. Wajahnya memerah karena minum cukup banyak.

"Aku ada di rumah sekarang. Aku tidak diminta untuk datang ke sana, memangnya ada apa? Apa terjadi sesuatu pada Papamu?" tanya wanita itu, nada suaranya terdengar cemas.

"Tidak, tidak ... ini bukan tentang Papa."

"Oh, syukurlah. Pastikan dia sudah membuat surat warisan itu sebelum terjadi sesuatu padanya, apa kamu paham?"

Rangga menyentak napasnya kuat. Ia merasa kesal karena wanita itu selalu mengingatkannya tentang harta warisan suaminya.

"Ya, aku tahu. Tapi ini bukan tentang itu," ucap Rangga kesal.

"Lalu apa?"

"Ternyata Papa memiliki anak lain selain aku. Apa Mama tahu tentang hal itu?"

"Apa? Dasar bodoh! Papamu tidak mungkin memilikinya. Mama sudah memastikan semuanya. Kamu harus berhati-hati, mungkin itu adalah seorang penipu."

***

Pukul delapan pagi.

Erlangga turun dari kamarnya dan langsung menuju meja makan.

Prabujaya sudah duduk di sana lebih dulu. Namun, menunggu putranya untuk makan bersama meskipun hidangannya mulai dingin.

Kepala asisten rumah tangganya berinisiatif untuk memanaskan makanan pebih dulu untuk keduanya.

Saat mereka mulai makan, suara langkah kaki terdengar mendekati ruang makan.

Ayah dan anak itu melihat ke arahnya dengan bersamaan saat Rangga muncul di sana.

Prabujaya dan Erlangga sama-sama terkejut melihat kehadiran Rangga di rumah itu saat hari masih pagi.

Prabujaya meletakkan sendoknya dan mulai bertanya, "Sejak kapan kamu datang? Apa kamu tidak pulang semalam?"

Kening Prabujaya berkerut. Selera makannya hilang.

Rangga tidak menanggapi, dia menarik kursi dan duduk di ujung meja makan berhadapan dengan ayahnya.

"Apa ini laki-laki yang Papa bicarakan kemarin?" tanya Rangga dingin, sorot matanya tajam melihat keduanya bergantian.

Mendengar namanya disebut, Erlangga bersikap acuh tak acuh.

Er terus menyuapkan makanan ke dalam mulutnya seperti tidak terjadi apa-apa.

Dia ingin melihat apa yang akan terjadi saat seseorang merasa keberatan jika harus memiliki ikatan darah dengannya tetapi berasal dari wanita lain ayahnya.

"Hei, siapa namamu?" tanya Rangga ketus.

"Rangga, berhenti! Jangan buat ribut di meja makan!" Prabujaya membentaknya karena tidak sopan.

Wajah Rangga berubah merah. Dia merasa cukup malu karena ditegur di depan orang asing.

"Aku Erlangga," jawab Er cepat sebelum Prabujaya dan putranya yang lain mulai bertengkar di depannya.

"Siapa ibumu? Kenapa aku tidak pernah tahu kalau Mama dan Papaku memiliki anak lain selain aku?" cecar Rangga tanpa rasa malu.

Dia mengacuhkan tatapan Prabujaya yang seakan-akan ingin menerkamnya hidup-hidup.

"Cukup, Rangga! Lebiih baik kamu pulang dan istirahat. Kamu sudah merusak selera makan Papa," tegur Prabujaya yang mulai tersulut emosi.

Daniel yang melihat semuanya lantas menarik Rangga berdiri dan membawanya menjauh dari meja mskan.

"Sebaiknya anda pulang dan istirahat, anda bau alkohol. Apa anda minum terlalu banyak tadi malam hingga anda berbicara sembarangan seperti tadi?" kata Daniel lalu kembali menambahkan, "Jangan bicara seperti itu lagi di depan Tuan atau anda akan kehilangan apa yang sudah anda miliki sejak lama."

Kalimat itu cukup tajam seperti sebuah peringatan untuknya.

Rangga akhirnya menurut dan segera pergi meninggalkan rumah Prabujaya tanpa membantah.

Di meja makan, Erlangga mengakhiri makannya dan membersihkan mulutnya dengan serbet.

Ia menarik napasnya dalam-dalam dan mulai membuka mulutnya meminta penjelasan.

"Siapa dia? Apa dia juga anak Papa?" tanya Er tanpa ragu.

Prabujaya diam untuk sesaat. Dia sudah menduga jika kedua putranya akan meminta penjelasan darinya.

Belum sempat Prabujaya menjelaskan, Erlangga kembali bertanya padanya, "Apakah kamu memiliki ibu yang sama? Atau mungkin Papa memiliki wanita lain dalam hidup Papa selain Mama? Apakah Papa merahasiakan sesuatu dari ku?"

Er merasa teka-teki hidupnya begitu rumit.

Ia belum bisa memecahkan teka-teki sebelumnya dan kini dihadapkan pada teka-teki baru.

Kepalanya seperti hampir pecah karena hal itu.

Raut wajah Prabujaya langsung berubah.

Lelaki paruh baya itu terlihat sangat sedih dan terluka.

Namun, Erlangga tidak perduli. Dia dan ibunya sudah cukup terluka selama bertahun-tahun.

"Pa, tolong bicara." Nada suara Erlangga terdengat hangat dan sedikit menuntut.

Suara helaan napas terdengar dari mulut lelaki tua itu.

Tatapannya teduh memandang Erlangga sekaligus berharap sebuah pengampunan darinya.

"Dia adalah putra sulung Papa, Rangga Aditya," kata Prabujaya membuka suaranya lalu kembali berkata, "Dan kamu adalah putra bungsu Papa."

Erlangga mengusqp wajahnya.

Dia kesal karena ayahnya masih berusaha untuk menutup-nutupinya darinya.

"Tidak bisakah Papa untuk bicara dengan jujur? Aku sudah dewasa dan aku bisa mengerti tentang apapun. Aku hanya ingin tahu siapa aku sebenarnya, apa itu salah?"

Saat Erlangga berpikir bahwa dirinya akan merasa baik-baik saja, sesuatu malah mengejutkannya.

"Bisakah kamu memaafkan Papa jika Papa memberi tahu segalanya? Papa dan Mama mu memang tidak pernah menikah secara sah dan kami hanya berinteraksi di kantor sepanjang hari. Meskipun begitu, aku sangat menyayanginya. Aku sangat menyesal ketika tahu Olivia pergi saat tengah mengandung dirimu. Dan sekarang aku berusaha untuk menebus semua itu padanya dan juga dirimu."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 127

    "Apa kau sudah dapatkan apa yang aku perintahkan padamu?" Prabujaya bertanya tanpa menoleh. Pria paruh baya itu terus berjalan menuju meja kerjanya.Asistennya, Daniel, mengikutinya dan berhenti tepat di depan meja kerja Prabujaya."Putri Ilham Samudera datang untuk mendengar hasil putusan pengadilan. Saya tidak tahu bagaimana dia bisa mengetahui kabar itu, tapi seseorang pasti telah memberi gadis itu informasi. Dan saya yakin ini adalah ulah Tuan Muda Erlangga," jawab Daniel tegas."Apa kau telah memeriksanya dengan jelas?" Ada tekanan di dalam suara Prabujaya."Tentu saja, Tuan. Saya bisa memastikan semua itu benar," jawab Daniel tegas. "Tapi ada hal yang lebih penting yang harus saya sampaikan. Ini mungkin sedikit mengejutkan, tapi anda harus mengetahuinya." Daniel berusaha memperjelas situasinya."Hal penting apa?" Raut wajah Prabujaya langsung berubah. Matanya menyipit tajam."Ternyata Tuan Muda telah beberapa kali bertemu dengan putri Ilham Samudera dan berusaha untuk mendekat

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 126

    Pukul tujuh tiga puluh pagi, Komplek River Villa.Erlangga terlihat turun dari kamarnya dengan pakaian rapi. Senyum di wajahnya mengembang, membuatnya terlihat menawan pagi ini.Hari ini sudah diputuskan bahwa Erlangga akan kembali ke perusahaan, melakukan pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Tetapi haris ditinggalkan dengan setumpuk alasan yang cukup masuk akal.Er sudah bertekad untuk melupakan semua yang telah terjadi selama beberapa hari terakhir. Namun, bukan berarti dia telah melupakan obsesinya untuk mendapatkan Viona. Gadis itu tetaplah menjadi maskot kemenangannya."Selamat pagi semuanya." Er menyapa semua orang di ruang makan. Wajahnya sangat cerah pagi ini, membuat Prabujaya berdehem pelan karenanya.Nyonya Helen yang berdiri tak jauh dari Prabujaya juga menatapnya heran penuh curiga. Rasanya sangat aneh dan sulit untuk dipercaya bahwa anak asuhnya akan berubah hanya dalam satu malam. Seakan-akan tidak pernah ada yang terjadi kepadanya."Ehem ... sepertin

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 125

    "Bukankah Erlangga pergi ke persidangan hari ini? Untuk apa gadis itu mencarinya? Sejak kapan mereka dekat? Apa kau mengetahui sesuatu?"Nyonya Helen tidak berharap Prabujaya akan bertanya tentang hal itu padanyaMeski pria tua itu memaksanya untuk bicara, Nyonya Helen juga tidak tahu harus menjawab apa padanya."Saya juga tidak tahu, Tuan. Nona Viona hanya mengatakan ingin bicara dengan Tuan Muda. Tapi dia tidak menjelaskan alasannya. Bahkan saat saya memintanya pulang, dia menolaknya.""Apa mereka sudah bertemu tadi? Apa yang mereka bicarakan?""Maaf, Tuan ... saya tidak mendengarnya karena saat itu Tuan Muda minta untuk dibuatkan minuman hangat. Dan saat saya kembali, Nona Viona sudah pergi."Suara helaan napas panjang terdengar dari mulut pria tua itu.Prabujaya tidak percaya sepenuhnya pada wanita itu, tetapi dia juga tidak dapat memaksanya untuk bicara sekarang."Apa Elangga ada di kamarnya?"Wanita itu mengangguk. "Ya, Tuan. Tuan Muda ada di kamarnya."Prabuajaya berdiri. Dia me

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 124

    "Tuan Muda, boleh saya masuk?"Suara panggilan Nyonya Helen bergema diikuti oleh suara ketukan di pintu kamar Erlangga. Namun, tidak ada jawaban.Wanita paruh baya itu mendorong pintu kamarnya dengan lembut lalu masuk ke dalam kamar dengan hati-hati.Saat ini, Erlangga baru saja keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Cuaca dingin ditambah suhu kamarnya yang dingin sama sekali tidak berpengaruh padanya.Dia mengeringkan rambutnya kemudian melempar handuk berwarna putih itu dengan asal di atas ranjang. Dan ketika Erlangga berbalik, dia terkesiap ketika melihat Nyonya Helen sedang berdiri menatapnya. Kehadiran Nyonya Helen di kamarnya membuat jantungnya berdegup kencang."Kapan ibu masuk? Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?" "Saya sudah mengetuk tapi tidak ada jawaban. Karena khawatir, saya masuk untuk memeriksa," jawab Nyonya Helen.Er mengusap dadanya seraya menyentak napasnya kuat."Ada apa?" tanya Erlangga kesal."Saya hanya ingin bertanya untuk memastikan sesuatu. Apa and

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 123

    "Apa kau melihat gadis tadi? Bukankah itu Viona, tunangan Rangga?" tanya Prabujaya. "Kenapa dia lari terburu-buru?"Daniel langsung menoleh ke belakang dan melihat gadis yang dimaksud oleh Prabujaya sedang berlari keluar rumah sambil menangis.Dia langsung mengenali gadis itu sebagai putri dari Ilham Samudera dan Delia."Itu memang Nona Viona, putri dari Tuan Ilham. Tapi untuk apa dia datang ke sini?" ucap Daniel. Dia mencoba menebak-nebak apa yang baru saja terjadi ketika mereka sedang tidak berada di rumah.Prabujaya menoleh pada asistennya sambil berkata, "Itu adalah tugas untukmu. Cari tahu apa yang terjadi pada gadis itu!""Baik, Tuan," jawab Daniel.Tanpa membuang waktu, Daniel segera meninggalkan rumah itu. Dia segera masuk ke dalam mobil dan mulai mengejar Viona yang telah berada cukup jauh di depan.Hujan lebat tak membatasi gadis itu untuk mengemudikan mobilnya. Suasana hatinya yang buruk telah menyulapnya menjadi raja jalanan secara mendadak.Viona dengan sengaja menyeret d

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 122

    Ada apa? Untuk apa Ibu Helen menelponmu?""Ada wanita yang datang ke rumah mencari anda?""Wanita? Siapa?" Sepasang alis hitam milik Erlangga tertarik ketika keningnya berkerut."Entahlah, saya juga tidak tahu. Nyonya Helen tidak mengatakan apapun tadi."Erlangga memutar matanya, menebak-nebak sosok wanita yang sedang menunggu kedatangannya.Sejauh ini, Er hanya mengenal dua orang wanita saja sejak dirinya kembali ke negaranya."Sylvia? Tidak mungkin! Dia sama sekali belum mengetahui siapa aku sebenarnya. Bagaimana mungkin dia tahu aku tinggal di sana?" Erlangga berbicara pada dirinya sendiri."Apa mungkin wanita itu adalah Nona Viona?" celetuk Alex dari kursi depan.Pikiran Erlangga langsung teralihkan.Ketika mendengar Alex menyebut nama gadis itu, Erlangga teringat kembali pada percakapan antara dirinya dan Viona sehari sebelumnya.Er tidak menyangka, hati gadis itu akan tergerak karena perkataannya."Ayo, buruan! Kita harus tiba lebih dulu dari mereka. Aku tidak ingin Papa bertemu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status