Untuk beberapa saat wanita cantik berambut indah itu menarik nafas sangat dalam. Ia ingin menguatkan dirinya untuk melihat lebih jelas sesuatu yang segera menjadi mimpi buruk untuknya. Dengan tangan gemetar ia raih bingkai foto itu yang memampang wajah sang suami bersanding dengan seorang wanita yang tak asing untuknya. Dia adalah sahabatnya sendiri yang bahkan baru saja ia temui di rumah sakit tadi pagi. Kesedihan dan rasa kecewa bercampur jadi satu. Menghujam hati Meyra dengan kepedihan, yang segera mengkristal dalam air mata yang kini mulai mengalir pada kedua pipinya yang sehalus pualam. Sampai kemudian Meyra mulai menyadari Arka yang ada di dalam gendongannya. Segera ia menelisik wajah Arka lebih dalam dan menemukan gambaran lain sang suami di wajah polos itu. Tangisnya semakin deras, meski ia menahan suara pilu agar tak menjadi sebuah isakan. ”Mama Mey, kenapa nangis?” tanya Arka polos. Meyra segera mengusap wajahnya yang basah dengan kasar. Ia menarik nafas dalam sembari
Nehan tetap menelisik wajah sendu istrinya dengan penuh rasa penasaran. ”Katakan sayang apa yang kamu inginkan?” Nehan kembali mengulangi pertanyaannya. Meyra memalingkan wajahnya bahkan mengurai pelukan sang suami yang membuat Nehan kian gusar. Meyra masih harus berusaha untuk menegarkan diri. ”Aku ingin kita bercerai Mas,” desah Meyra lirih namun terdengar tegas. Sontak permintaan itu mengagetkan Nehan hingga lelaki berkumis tipis itu membeliakkan mata. ”Apa maksud ucapanmu ini?” sergah Nehan sembari meraih lagi kedua bahu istri dan memaksa Meyra untuk menentang tatapannya. Meyra dengan kuat menentang tatapan itu, berusaha menunjukkan ketegasannya. ”Ceraikan aku Mas,” tandas Meyra lebih tegar. Nehan segera menggeleng gelisah. ”Kamu ini kenapa Mey?” Nehan semakin terlihat cemas. ”Aku mencintaimu jadi bagaimana mungkin aku akan menceraikan kamu.” ”Tapi aku wanita mandul Mas, dan aku tak akan pernah bisa membuatmu menjadi seorang ayah.” ”Itu tidak penting untukku.” ”Tidak
Nehan bertindak cepat ia segera memeluk pinggang ramping istri pertamanya, meminta pada Meyra untuk masuk ke dalam mobil yang sudah ia siapkan. Meyra bergeming dengan tatapan yang masih ia arahkan pada Sekar yang sedang menggendong bayinya. Pagi ini Sekar sudah diperbolehkan untuk membawa bayinya kembali ke rumah setelah hari sebelumnya sempat tertunda kepulangannya karena serangan demam yang tiba-tiba. Tak disangka ia malah bertemu dengan Meyra yang ia pikir sudah dibawa oleh suaminya untuk menempati rumah baru yang sudah dibeli. ”Ayo sayang, jangan sampai kamu datang terlambat ke klinik.” Nehan memberikan perhatiannya begitu lembut untuk istri pertamanya itu. Sebuah perhatian yang dilihat Sekar dengan tatapannya yang menunjukkan luka. Perhatian selembut itu selalu tak pernah ia dapatkan dari lelaki yang juga menjadi suaminya itu. Meyra termangu masih memandang pada wajah pias sahabatnya yang bahkan sekarang enggan menentang tatapannya. ”Bagaimana keadaan Ceria?” tanya Meyra pa
Meyra menjadi tak sabar dan kian mendesak, saat mendapati Rida masih saja diam tak segera menanggapi permintaan Meyra. ”Kumohon Bun, ceritakan semuanya padaku, saat mereka menikah,” desak Meyra mulai memohon. Rida memandang wajah putrinya yang pias dengan ekspresi yang sedih. ”Untuk apa menceritakan momen yang hanya akan menyakiti kamu?” Meyra menggeleng kecewa. ”Nyatanya sekarang mereka sudah menikah, dan memiliki anak-anak,” imbuh Rida begitu lugas. Kini Meyra tak dapat lagi menahan laju air matanya. Rasa kecewa dan sedihnya menjadi tak bisa ia kendalikan lagi. ”Jika kamu memang tak sanggup untuk menjalani kehidupan seperti yang juga aku jalani, lepaskan saja semuanya, jangan memaksa bertahan,” tegas Rida. Meyra tercekat diam masih terseret oleh kesedihannya. ”Sepertinya ini sudah menjadi garis takdirmu, mengikuti jejakku. Kita sama-sama wanita mandul dan suami kita terpaksa menikahi wanita lain demi mendapatkan keturunan. Nyatanya memang Nehan terpaksa menikahi Sekar karena
Nehan hanya bisa diam. Untuk beberapa saat ia tak membalas pertanyaan Meyra. ”Jawab aku Mas, apa kamu akan meninggalkan anak-anak Mas, bahkan sekarang Ceria baru saja keluar dari rumah sakit?” Meyra kemudian menggeleng tegas. ”Sebaiknya kamu pulang Mas, mereka lebih membutuhkan kamu daripada aku.” Kini ganti Nehan yang menggeleng lugas. ”Aku akan tetap bersama kamu karena aku merasa kamu yang lebih membutuhkan aku. Kamu sedang terpuruk saat ini dan aku ingin tetap berada di sisimu untuk menguatkan kamu.” Meyra berdecih lirih. ”Aku tak selemah itu Mas, aku bisa menghadapi ini sendiri. Jangan meremehkan aku Mas,” sergah Meyra tandas. Nehan menatap istrinya lekat lalu ia raih kedua lengan Meyra untuk mereka bisa saling berhadapan. ”Tapi aku mengkhawatirkan kamu, dan jangan mencegahku untuk selalu memberikan perhatian padamu. Aku yang tak bisa jauh dari kamu Mey, jadi aku mohon jangan suruh aku untuk pergi.” Meyra menarik nafas dalam-dalam, kesedihannya hadir dengan sangat terang
Meyra menentang sosok Sekar di hadapannya dengan sorot mata yang kian tajam memindai. ”Katakan saja apa yang kamu inginkan dariku?” tanya Meyra mendesak. Sekar memandang ragu kemudian menarik nafas begitu dalam. ”Aku hanya ingin meminta sedikit bantuanmu,” ucap Sekar tak yakin. Meyra mengernyit tegas. ”Bantuan apa?” ”Bantu aku untuk membuat Mas Nehan bisa mencintaiku juga.” Meyra berdecih lirih. ”Apa kamu tidak salah meminta ini padaku?” ”Nyatanya memang hanya kamu yang bisa melakukannya. Karena Mas Nehan mencintai kamu dan pasti dia hanya akan mendengarkan kamu.” Meyra menipiskan bibir, memberi senyuman yang agak mencibir. ”Apa kamu tidak berpikir jika permintaanmu ini sudah melukaiku?” sergah Meyra. Meyra menelisik sosok berwajah manis di depannya, sosok sahabatnya dulu dan mereka sudah begitu dekat. Melewati banyak hal bersama bahkan saling membantu di saat sulit ataupun senang. Sekarang Meyra malah mendapati bahwa sosok Sekar sekarang menjelma menjadi seorang saingan y
Namun di saat Meyra memberikan jawaban apapun terdengar suara panggilan dari luar juga langkah kaki yang mendekat. Meyra sangat mengenal langkah kaki itu yang membuat tatapannya segera terarah ke depan. Bersamaan dengan itu muncul sosok Nehan di hadapannya dengan melemparkan segaris senyuman yang sangat ceria. ”Sayang, aku senang melihatmu berada di sini!” ungkap Nehan yang segera memutuskan pulang lebih awal saat mendapatkan kabar dari maminya kalau istri pertamanya sedang berada di rumah saat ini. Nehan segera melebarkan kedua tangannya demi bisa merengkuh tubuh Meyra. Meyra bergeming bahkan tak membalas dekapan itu. Nehan memaklumi karena ia menganggap istri pertamanya itu masih membutuhkan waktu untuk menerima keadaan mereka saat ini. Padahal Meyra saat ini menjadi sangat canggung dengan tatapan nanar Sekar bahkan juga ibu mertuanya, yang entah mengapa terlihat tampak kurang menyukai kedekatan Meyra dengan sang suami. Segera Meyra mengurai dekapan itu, meski segaris senyuma
Meyra mendesah jengah ketika mendengar kesanggupan sang suami untuk lebih memperhatikan istri keduanya sesuai yang sudah dititahkan sang mami. Meyra melirik sekilas pada lelaki yang baru saja menuntaskan hasrat pada tubuhnya itu. Sementara sekarang Nehan sedang membalas tatapan Sekar yang terarah padanya sembari mengulas segaris senyuman. ”Oh iya Mas, tadi Arka bilang kalau setelah sembuh nanti pengen pergi ke wahana air. Apa kamu bisa mengantar Arka, Mas?” pinta Sekar dengan mengunggah nada manja yang begitu lugas ke permukaan. Wanita itu menggunakan anak-anaknya untuk mendekat dirikan pada sang suami yang masih belum sepenuhnya membuka hati untuknya. Meyra segera merasa tersisih. Terlebih ketika ia mendapati sikap Nehan yang begitu tulus memberikan perhatian untuk sang putra. Meyra kehilangan separuh rasa percaya dirinya karena nyatanya anak-anak yang lucu di hadapannya itu tak terlahir dari rahimnya melainkan dari rahim wanita lain yang sebelumnya sudah ia anggap melebihi saud