Home / Rumah Tangga / DESIRE DARK / Pemberian Stev

Share

Pemberian Stev

Author: ikan kodok
last update Last Updated: 2023-06-14 20:36:35

Part 3 (Pemberian Stev)

Aku menarik kursi, lantas duduk di sana. Menyatukan kedua tanganku sambil menelungkupkan wajahku di meja, menahan isak tangis agar tak terdengar. 

Siapa yang akan memelukku di masa sulit seperti ini?

Keluarga?

Aku tak seberuntung orang diluar sana. Kedua orang tuaku sudah lama meninggal, waktu itu aku baru berusia sepuluh tahun. Hanya selang tiga bulan selepas kepergian Ayah dan Ibu, kakak lelakiku merenggut nyawa akibat motor yang dibawanya menabrak sebuah truk. Aku tak menyangka akan sendirian, hal yang paling ku takuti sejak aku kecil.

Kinan kecil tak mengerti apapun, ia hanya berusaha untuk tetap bertahan. Menangis saat kesepihan, dan membenci keramaian.

Aku bersyukur kala itu, bisa bertemu dengan seseorang yang membawaku tinggal di panti, selama itu pula aku tak kesepian, dan mengantungkan hidupku di sana. 

Kinan hanya lah sosok yang mencoba menghibur diri di tenang ke sendirian. Dan parahnya suamiku sendiri tak dapat mengenaliku.

Kapan terakhir Mas Hanzel menyentuhku? Jawabannya dua tahun yang lalu, ketika ia tak sengaja pulang dengan keadaan mabuk.

Entah di anggap apa aku selama ini olehnya? Barang? Remukan peyek? Atau batu loncatan.

Aku berusaha untuk tidak menangis, sesakit apapun itu aku berusaha menguatkan diri, tetap saja lelehan kristal ini luruh. Benteng yang kubangun sekeras baja seketika runtuh. Dan pada akhirnya aku akan tetap rapuh. Apalagi saat mengetahui lelaki yang amat kucintai ternyata mencintai sahabatku sendiri. Sosok yang selama sembilan tahun terakhir mendampingiku. Bayangkan betapa sakitnya? Sembilan tahun aku bersahabat dengan Mega? Ia tahu bagaimana hidupku? Sehancur apa aku? Tapi —ya sudahlah. Mungkin ini memang sudah jalannya.

“Ayah peluk Adek, bentar aja. Adek ga kuat di sini,” bisikku dalam hati. Di kondisi seperti ini aku merindukan keluarga, bagaimana ayah yang selalu memelukku kapanpun. Bagaimana Ibu yang selalu membacakan ku dongeng sebelum tidur. Atau Abang Skala yang hobi membuatku menangis, tapi tak rela jika aku menangis karena alasan lain. Aku merindukan mereka, sangat. Mereka berkumpul, dan aku sendiri di sini. 

Ya Tuhan, kendalikan diriku. 

Jangan biarkan aku semakin lemah. 

Kuseka kasar pipiku, lalu menyandarkan punggung pada kursi. Berulangkali aku menarik napas berat, mencoba memendam segala rasa sakit yang menggerogoti jiwa. 

Kuputuskan memasukkan kartu memberian Mas Hanzel dalam tas. Meski aku sudah tahu nomor telepon dan nama lengkapnya. Apa ini, untuk dilirik suamiku sendiri, aku harus menjadi orang lain. Berpenampilan se-menarik mungkin agar ia mau menyuguhkan secarik senyum meski canggung.

Kupejamkan mata sejenak, untuk saat ini mengesampingkan rasa sakit jauh lebih baik. Aku harus fokus pada misiku, memberi dua parasit itu pelajaran berharga, bila perlu sampai mereka sulit melupakannya.

Tak berselang lama Steven datang, ia membawa paper bag seperti yang kuminta. Aku tak mengenal terlalu jauh pria ini, tapi justru dia lah yanh menampakan diri saat aku benar-benar butuh dorongan.

“Apa kau baru saja selesai menangis Kinan?” tanyanya, lebih tepatnya interogasi. Ia menarik kursi di depanku, kemudian duduk sambil menatapku lekat.

Aku menggeleng sebagai jawaban, cukup diriku saja yang tau, seberapa terpuruknya jiwaku sekarang. Karena banyak orang hanya ingin tahu, mereka tak ingin perduli.

“Saya baik-baik saja Stev,” jawabku memasang senyum palsu. Aku mengalihkan perhatianku pada paper bag tersebut, satu dress berwarna biru laut, sesuai yang biasanya kupakai. Ngomong-ngomong Stev ini punya butik di dekat cafe ini. Aku tak mungkin pergi ke kantor Mas Hanzel dengan baju yang sama, walaupun masih layak pakai. Meski Mas Hanzel belum tentu mengenali wajahku sih. Buktinya aku sedekat tadi dengannya, ia masih tak bisa membedakan.

Setiap hari aku selalu mengirim makan siang ke kantor, berharap Mas Hanzel mau menyantapnya. Dan beberapa hari yang lalu aku baru disadarkan kenyataan. Makanan yang kukirim selama ini tak pernah ia sentuh, selalu diberikan pada satpam atau karyawan lain. Bahkan tak jarang langsung di buang.

Ternyata sesakit ini Mas menjadi Istrimu.

“Mulut bisa berbohong, tapi matamu tidak, Kinan.” lamunanku buyar mendengar ucapan Stev. Aku tetap memperlihatkan baik-baik saja. 

“Im fine, Stev.”

“Baiklah mari bicara layaknya teman, jangan terlalu formal. Kita bisa pakai kosakata lo-gue kalau mau?” tawar Stev, aku mengulurkan tangan ke samping, merogoh tas dan mengeluarkan dompet. Aku mengambil beberapa lembar uang berwarna merah lantas menaruhnya di meja, bermaksud memberinya pada Stev.

“Oke gue setuju. Makasih juga ya, oh ya ini uangnya. Gue baru kenal Lo, tapi Lo dah baik banget” jawabku antusias. Kening Stev mengerut, menandakan ketidaktahuannya. 

Aku lupa, pria ini telmi. Ingatkan diriku jika Stev kurang peka.

“Ini uang untuk dress ini Stev, ambil lah. Dan sekali lagi terimakasih,” ulangku, Stev manggut-manggut. Ia menolak pemberianku secara halus.

“Tidak perlu Kinan, gue kasih itu sebagai tanda pertemanan kita. Kalo Lo butuh bantuan, datang ke gue. Apapun selama gue bisa bantu, gue bakal lakuin.” 

“Pasti Stev, apapun itu jika gue butuh pasti bakalan ngabarin Lo. Makasih banget, gue ga bisa bayangin sih seberapa hancur gue nanti. Gue benar-benar bersyukur, Tuhan tunjuki yang ga baik. Meski baru sekarang,” baru kali ini aku mengucapkan kalimat panjang lebar pada Stev. Pria itu tertawa kecil, ia mengacungkan jempolnya.

“Apapun yang di rencanakan Tuhan, itu pasti yang terbaik, Kinan. Gue tau rasanya pasti sakit, tapi gue percaya elo wanita kuat, elo berhak dapatin pria yang baik,” ungkap Stev, aku mengamini kalimat itu. 

“Gue merasa menjadi orang paling bodoh di dunia setelah tahu, gue mencintai orang yang salah,” candaku, Stev manggut-manggut. Itu tandanya aku memang bodoh.

“Dan Lo jauh lebih bodoh lagi kalau diam, Kinan.” 

Aku tak Stev tertawa bersama, tiga menit kemudian. Ia pamit ingin kembali ke kantor.

“Gue cabut duluan, ada meeting,” pamitnya, aku menunduk lesu mendengar penuturan Stev. Pria itu beranjak dari kursi, aku menatapnya sosoknya hingga hilang dibalik pintu.

Segera aku meraih paper bag, dan berjalan menuju toilet. Aku harus ke kantor Mas Hanzel. Siapa tahu ada informasi yang bisa kudapatkan. Minimal aku bisa memperkecil kegagalan dendamku nanti.

Buru-buru aku mengganti pakaian, memakai kembali kacamataku. Menghapus setiap riasan yang ada di wajahku. Dan tak lupa mengepang rambutku. 

Banyak rencana yang telah kususun, hanya tinggal di eksekusi. 

Mari berjuang Kinan, ada dua orang yang perlu kamu hancurkan.

Next?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nim Ranah
Kinan semangat
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DESIRE DARK   Selamat Jalan, Cinta! (Ending)

    Part 47 Selamat Jalan, Cinta! (Ending)Setibanya di rumah sakit, Hanzel langsung di tangani Dokter. Mengingat banyaknya darah yang keluar dari punggung suaminya membuat Kinan kalut. Ditambah lagi Hanzel tidak sadarkan diri, tangannya terasa begitu dingin.Tubuh Kinan masih menggigil, perempuan itu tak menyangka ternyata Stev memiliki niat buruk padanya. Kesempatan kabur yang ia rencanakan sekian lama kini justru jadi bumerang. "Tenangkan dirimu Kinan, Hanzel akan baik-baik saja. Dia orang yang kuat, dia pasti akan bertahan untukmu." Seketika Kinan menoleh, nampak Xaxier, sahabat suaminya itu berusaha menenangkannya. Sedangkan Blacke, pria itu menghubungi orang tua Hanzel. Manuela dan yang lainnya sibuk mengurus kekacauan di perusahaan Diego dan sebagiannya menjadi saksi di kantor polisi. Kinan menunduk, buliran bening mengalir deras dari pelupuk matanya. Bayangan Hanzel yang tertembak menari-nari dalam benaknya. Kenapa takdir begitu kejam padanya? Apa salahnya, kenapa sulit sekali i

  • DESIRE DARK   Tameng Untuk Kesekian Kalinya

    Part 46 (Tameng Untuk Kesekian Kalinya)Mobil yang dikemudikan sopir Stev tiba-tiba saja menepi. Kinan terlonjak, matanya membulat sempurna. Ia seketika panik dan takut. Entahlah, ia merasakan ada kejanggalan di sini. "Kenapa berhenti Stev?" Kinan menoleh, ia langsung menyerbu Stev dengan pertanyaan. Rasa cemas datang membabi buta membuatnya bertanya-tanya."Tunggu aku di sini, aku akan urus orang yang mengikuti kita," jawab Stev. Dengan cepat Kinan menggelengkan kepalanya. Ia berusaha menahan Stev turun, Kinan takut ditinggal sendirian. Ia tidak mau kejadian dulu terulang kembali."Jangan, kumohon tetaplah di sini. Aku takut, Stev," lirih Kinan. "Kamu tidak perlu khawatir, kamu kunci mobilnya dari dalam. Biar saya sama bos yang urus mereka." Anak buah Stev menyahut, menyakinkan Kinan kalau semuanya akan baik-baik saja. Sedikit pun Kinan tak percaya. Ia sudah beberapa kali berurusan dengan maut, dan terakhir Hanzel lah yang menyelamatkannya. Selalu Hanzel yang datang di saat ia se

  • DESIRE DARK   Dalam Bahaya

    Part 45 (Dalam Bahaya!) Aku melihat Kinan pergi dengan seorang pria, wajahnya tidak terlalu jelas. Bisa tolong beritahu Hanzel." Blacke menghubungi Xaxier, pasalnya ia sudah menelepon Hanzel namun tidak diangkat. Pesan yang ia kirim pun masih belum dibaca, itu tandanya ada sesuatu yang tidak beres yang terjadi di dalam. Tidak mungkin, Kinan pergi tanpa sepengetahuan Hanzel. Pria itu sangat posesif sekali pada istrinya. Pikir Blacke. "Seorang pria? Sialan, di sini kacau C'k!" Blacke mengerutkan kening, ia menatap Kinan dari kejauhan. Kacau? Benar dugaannya, ada sesuatu yang terjadi di acara pesta perusahaan? tanya Blacke pada dirinya sendiri. "Kurasa ada yang tidak beres," sambungnya masih mengamati Kinan yang hendak masuk mobil. "Coba kamu ikuti, aku akan beritahu Hanzel. Share lokasimu nanti." "Oke." Setelah mengatakan kalimat singkat itu, dengan sepihak Blacke mematikan sambungan telepon. "Mau kemana Kinan? Dari gelagatnya, ada yang tidak beres." Blacke menganto

  • DESIRE DARK   Di Ujung Kisah

    Part 44 (Di ujung Kisah)Kekacauan tak terelakkan lagi. Makian, umpatan hingga sumpah serapah menggema di tempat ini. Suara ricuh mengalahkan lagu yang berdentum keras. Para tamu undangan menatap Hanzel sinis, guratan kekecewaan terpancar di wajah mereka. Tidak ada yang menyangka, putra seorang Diego ternyata memperlakukan istrinya dengan amat buruk. Diego masih menghajar Hanis. Suara pekikan hingga jeritan dari Mega tidak membuat orang di sekeliling iba. Mereka membiarkan pria tua itu melampiaskan amarahnya. Kinan memang bukan anaknya, bukan pula terlahir dari rahim istrinya. Namun, ia sudah berjanji akan menjaga Kinan seperti yang ia utarakan dulu pada sahabatnya."Lepaskan Hanis, jangan sakiti dia, Om!""Aku bilang lepaskan!"Dari kejauhan Kinan menyaksikan semuanya. Sorot kesakitan makin menyala di matanya. Ia berpaling saat Hanzel menoleh kebelakang. Mencari istrinya ditengah kerumunan. "Aku ingin pergi. Apa masih ada yang belum selesai?" tanya Kinan. Banyak yang belum sele

  • DESIRE DARK   Pertunjukan di Mulai

    Part 43 (Pertunjukan Di mulai)Kegaduhan terjadi, tamparan dari Diego membuat para tamu undangan tercengang. Betapa hancurnya hati pria paruh baya itu, ia melihat dengan matanya sendiri putra yang selama ini Diego bangga-banggakan ternyata bajing*n. Ketakutannya selama ini telah menjadi nyata, Diego tak mengira hubungan putranya dengan simpanannya itu sampai sejauh ini. Benar-benar memalukan. Dada Kinan sesak, matanya buram oleh lelehan kristal. Sekuat apa pun ia menahan perasaannya, dirinya tetap kalah. Pertahanannya runtuh. Beruntung Stev segera memegang kedua pundak Kinan saat wanita itu hendak luluh ke lantai. Tuhan, kenapa rasanya sesakit ini, apa salahku? Kenapa aku tidak pernah bahagia, jeritnya dalam hati. "Pa—""Cukup Hanzel, apalagi yang ingin kamu jelaskan. Lihat video itu baik-baik, kurang apa Kinan hah, papa benar-benar menyesal. Menjodohkan kamu dengan berlian jika pada akhirnya kamu tetap buang." Diego tidak sanggup melanjutkan kalimatnya, ia bahkan tidak berani mel

  • DESIRE DARK   Siapa Yang Salah

    Part 42 (Siapa Yang Salah)Kinan mengerakkan bola matanya, mencari sosok pria bernama stev. Sebentar lagi acara akan dimulai, tapi Kinan belum juga bertemu dengan Stev. Apa yang pria itu rencanaka membuatnya dirundung rasa penasaran. Terlebih kalimat yang Mega ucapkan terngeliang di kepalanya."Kamu sedang cari siapa, Kinan?" Hanzel membelai lembut pipi istrinya. Seketika lamunan wanita itu buyar. "Bukan apa-apa, Mas," jawab Kinan gugup. Dari ekor matanya Hanzel menatap istrinya, pria berbalut kemeja itu mencoba mencari kebohongan di mata Kinan, pasalnya wanita itu sejak tadi bergerak gelisah. "Kamu yakin?" Kinan mendongak, tatapan matanya langsung bersibohok dengan netra tajam Hanzel. "Iya Mas, bukan apa-apa. Aku hanya gugup saja," alibi Kinan.Hanzel mengatupkan mulutnya, ia menahan ribuan tanya yang membelit benaknya. Ditariknya kursi, lantas mempersilakan istrinya duduk. "Kamu butuh sesuatu?""Tidak,""Ingin minum?""Aku tidak haus Mas,""Baik lah." Hanzel mendorong kursi m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status