Home / Rumah Tangga / DESIRE DARK / Mega Meminta Berlian

Share

Mega Meminta Berlian

Author: ikan kodok
last update Last Updated: 2023-06-14 20:37:24

Part 4 (Mega Meminta Berlian)

Menjelang sore aku baru tiba di kantor Mas Hanzel. Perlu waktu tiga puluh menit dari caffe menuju Mas Hanzel. Dan beruntung Mas Hanzel masih di sini. Tadi aku meluangkan waktu sebentar membeli kue kering kesukaannya. Walaupun aku tak yakin ia mau menyentuh kue ini.

Saat memasuki koridor, aku langsung di sambut ramah oleh beberapa karyawan, ada yang menyapa, tersenyum dan ada pula yang sinis. Aku membalas dengan senyuman. Memang bisa apalagi aku ini.

Aku memasuki lift khusus menuju ruangan Mas Hanzel. Semenjak menikah kantor ini di pegang penuh oleh Mas Hanzel. Entah lah apa yang terjadi dengan keluarganya, yang jelas Mas Hanzel tak akan mendapatkan bagian sepeserpun pun jika ia masih lajang.

Sekeluarnya dari lift, aku hanya perlu berjalan beberapa langkah. Membuka pintu perlahan, kemudian masuk.

Ruangannya kosong?

Dimana penghuninya, eh maksudku Mas Hanzel?

Aku berderap mendekati meja kerjanya, menaruh bingkisan. Kulihat ponsel Mas Hanzel tergelatak di meja,itu tandanya ia lupa membawanya, atau sengaja tertinggal. Nampak benda pipih itu bergetar beberapa kali.

Cek? Tidak? Ya!

Cek lah, siapa tahu ada hal yang perlu kutahu.

Ini privasi Kinan, tapi mau bagaimana lagi aku butuh.

Sesekali gapapa, toh Mas Hanzel belum tentu tahu.

Dengan tangan gemetar aku memegang ponsel Mas Hanzel. Sial, di sandi. Apa kira-kira polanya.

Aku sudah mencoba dua kali, ini yang terakhir.

 

Apa mungkin huruf M—Mega.

Akan kucoba.

Baiklah Kinan, mentalmu harus sekeras kaca jika berhasil membuka nya. Batinku.

Jari lentikku kembali bergerak di atas layar gawai Mas Hanzel.

Seketika terbuka, ulu hatiku langsung nyeri menyaksikan hal ini.

Sebucin itu kah Mas Hanzel pada Mega, hingga sandi dan wallpaper benda pipih miliknya selalu tentangnya.

Kamu beruntung Mega, tapi jangan bangga. Belum tentu kamu akan memilikinya seutuhnya.

Aku mendaratkan pantatku di kursi Mas Hanzel, mulai membuka satu persatu aplikasi. Dari yang ringan sampai yang menimbulkan tusukan belati menikam dada. Berharap pria itu tak datang sampai aku selesai.

[Sayang aku pengen punya berlian ini, besok teman-teman ngajak arisan.] Begitulah kira-kira isi pesan Mega dan Mas Hanzel. Mega menyertakan gambar berlian yang ia inginkan.

 

Enak saja aku Istrinya saja tak pernah di belikan berlian. Lah kamu, jangan harap.

Tanpa pikir panjang aku mengirim foto berlian itu ke nomorku. Nanti aku akan mencari berlian palsu yang mirip dengan ini. Tunggu saja aku akan mempermalukan mu, Mega.

[Besok pagi yah, Mas kerumah mu. Nanti malam baru Mas ambil.] Jawab Mas Hanzel. Aku melongo membaca deretan kata itu. Saat aku kirim pesan ia selalu menjawab, Y, oke, Hm, benar kan orang spesial itu di perlakukan berbeda.

[Emang ga bisa yah, nanti malam sekalian kamu antar?] Balasan dari Mega membuat darahku mendesir sampai ubun-ubun. Sudah minta gratis, malah ngelujak. Dasar ga tau diri!

[Ga bisa sayang, nanti malam Mama ngajak makan malam.]

[Beneran ya besok. Janji ya sayang, awas lho kalo ga! Ini penting soalnya buat arisan, teman-teman lama pada kumpul. Istrimu yang cupu itu juga di undang.]

[Kinan? Ngapai dia ikut?] Aku langsung menekan tombol tengah di gawai Mas Hanzel. Tak kuat lagi membaca lanjutan ucapan Mas Hanzel. Bisa-bisanya ia menghina Istrinya, wanita yang tak pernah bosan menunggunya pulang kerja. Wanita yang selama ini mengurusnya, menyiapkan segala keperluannya. Sudahlah, lebih baik aku memikirkan, waktu yang pas agar rencana ku cepat berjalan, dari pada mengukit hal-hal yang justru membuatku semakin terluka.

Aku menaruh kembali ponsel Mas Hanzel pada tempatnya, sebelum sang empu datang dan malah memergoki kelakuanku.

Nanti malam aku ga boleh jauh-jauh dari Mas Hanzel. Aku harus mengawasi gerak-geriknya supaya aku bisa menukar berlian itu dengan palsu. Biar mampus Mega.

****

Saking lamanya menunggu Mas Hanzel kembali aku sampai tertidur. Aku menggeliat, mengucek mataku yang masih berat. Menyelami alam mimpi memang menyenangkan. Beberapa hari terakhir pola tidurku baru kembali normal, setelah beberapa kali aku dihantui mimpi buruk.

Aku melirik ke samping, tunggu. Aku di mana? Bukannya tadi aku ketiduran di kursi. Lantas ini kenapa jadi di sofa.

Menyadari ada yang aneh, aku refleks bangun. Mencari ada sosok lain kah di tempat ini. “Udah bangun,” aku setengah terkejut mendengar suara itu. Suara berat nan irit milik Mas Hanzel.

“Ya,” aku menjawab sekadarnya, entah lari kemana perasaanku yang dulu menggebu itu, kini malah surut. Justru yang tertanam hanya lah rasa benci, naluri balas dendam, dan lupakan apa yang terjadi.

“Ini kamu yang bawa?” tanya Mas Hanzel sambil memperlihatkan kue yang tadi kubawa. Kue itu tinggal beberapa biji saja, syukurnya ia mau makan. Kenapa coba aku tak mencampurkannya dengan sianida. Membuat peristiwa langkah ini semakin berkenan untuknya.

Habis kopi sianida, sate sianida, terbitlah kue sianida.

“Yups, itu tadi aku yang bawa, mampir di jalan buat beli kue itu.” aku masih berdiri, memperbaiki letak kacamataku. Entah kapan Mas Hanzel akan menatapku jika bicara. Awas saja nanti, akan kubuat pria sialan itu mengemis cinta padaku, supaya ia bisa merasakan di terbangkan tinggi lalu dihembaskan ke bumi. Meski bukan dengan wujud Kinan yang ini.

Setelah percakapan itu, suasana diselimuti keheningan. Mas Hanzel bergelut dengan berkas-berkas yang masih menumpuk. Sedangkan aku? Memandanginya yang tak pernah menganggapku ada.

“Pulang aja, nanti saya mau lembur,” katanya memijat pangkal hidungnya. Dua tahun bukan waktu yang lama untuk mengenal tabiat Mas Hanzel. Jika lelah ia akan memijat pangkal hidung atau tidak memijat pelipisnya. Namun, tak satupun sikapku yang ia tahu.

“Bukannya nanti malam, kita ke rumah Mama ya, Mas?” tanyaku menahan diri, ingin sekali aku menampar wajahnya. Namun, tahan, Kinan. Belum waktunya. Harus dengan cara elegan. Supaya apa? Supaya ada efek jera.

“Hmzz,” sontak aku tercengang mendengar jawaban singkatnya, dengkusan kasar tak mampu ku sembunyikan. Baiklah lebih baik aku pulang dan mencari duplikat yang sama persis dengan berlian itu. Daripada di sini, dan kelepasan.

Next?

Tinggalkan komentar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DESIRE DARK   Tegang

    Part 31 (Tegang!) Aku menarik napas dalam-dalam, tatkala Mas Hanzel membawaku masuk ke dalam bilik kamar yang ada di ruangannya. “Ngapain kamu tarik aku ke sini, kita kedatangan tamu loh Mas,” ucapku memarahinya. Makin lama, sikap Mas Hanzel makin menyebalkan. Kutepis tangannya kasar, sambil terus melototinya. Sampai segitunya dia cemburu? istrinya sendiri di sembunyikan seperti ini, di larang pergi ke mana-mana, kebebasan istrinya serasa direnggut paksa oleh egonya sendiri. “Tunggu di sini, biar saya yang temui stev,” katanya, keningku langsung mengernyit. Apa aku tak salah dengar? “Lah, bukannya Stev mau ketemu aku yah Mas. Bukan kamu, ngapain jadi kamu yang temui dia.” Mas Hanzel berdecak kesal, sorot matanya kian tajam. Ia mengayun langkah mendekatiku, sejurus kemudian aku mundur. “Memangnya kenapa? Tidak ada salahnya bukan. Kamu istri saya Kinan, suka-suka saya dong melarang kamu dekat dengan siapa. Jadi kamu enggak usah pecicilan,” omelnya, perlu aku tandai lagi, ini su

  • DESIRE DARK   Kedatangan Stev?

    Part 30 (Kedatangan Stev?) POV Kinan. “Mas, pulang yuk.” Aku berusaha merayu Mas Hanzel, berbagai macam rayuan pun telah aku keluarkan. Namun, nihil, tidak ada satu pun rayuan yang berhasil meluluhkan hati Mas Hanzel, suamiku tetap pada pendiriannya. Jangankan pulang, diijinkan keluar dari ruangnya pun tidak. Aku bangkit dari sofa, setelah berjam-jam duduk membuat pantatku panas. Kutepuk dress yang kukenakan, kemudian kembali memandangi suamiku yang dinginnya setara dengan es. Dengan gontai aku berjalan mendekati Mas Hanzel, memeluknya dari belakang. Bisa kurasakan suamiku sedikit menegang, namun, hanya beberapa detik ia kembali tenang. “Mas, aku bosan cuman duduk dan perhatiin kamu kerja. Boleh ya kalau pulang,” kataku memanyunkan bibir. Pria yang berstatus suamiku tersebut hanya bergeming, seolah menulikan pendengaran mengenai keluhan istrinya ini. Kuhentakan kaki, rasa kesal sudah membuncah dada. Tidak di tanggapi membuatku ingin memakan orang. Aku heran, demit mana yang su

  • DESIRE DARK   Putus & Posesif

    Part 29 (Putus & Posesif) “Rekayasa kamu bilang! Hanya orang bod*h yang percaya omong kosongmu, Mega! Siapa pria ini! katakan, C'k!” tanya Hanzel, raut wajahnya sudah menunjukan betapa murkanya pria itu sekarang. Ia tidak tahu pasti, dengan siapa Mega masuk ke dalam kamar hotel, dan apa yang wanita itu lakukan di sana. Yang jelas, foto yang ia dapatkan sudah membuat kepercayaan seorang Hanzel goyah terhadap kekasihnya. “Katakan Mega! Atau-” “Atau apa Mas!”potong Mega, napas wanita itu ikutan memburu, dadanya naik turun. Seisi kepalanya ingin meledak, lantaran pria berstatus kekasihnya itu terus memojokkannya. “Kita usai sampai di sini, ya kita akhiri hubungan ini,” ujar Hanzel menekan setiap kata yang ia lontarkan. Bagai dilempar granat tetap mengenai jantungnya, bagian itu mencelos tanpa ampun. Mega tertegun, ia tidak bisa berbohong, kalau dirinya sungguh terkejut. Seorang Hanzel, memilih mengakhiri hubungan dengannya. Yang benar saja, ini tidak boleh terjadi. Dulu Hanzel yan

  • DESIRE DARK   Pertengkaran?

    Part 28 (Pertengkaran?) Hanzel mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumah Mega. Pikirannya berkecamuk kemana-mana. Tak bisa pria itu elak, sebagian besar didominasi rasa penasaran. Setibanya di depan rumah Mega, yang tak lain adalah kekasih gelapnya itu. Gegas Hanzel turun dari mobilnya, pandangan matanya tak sengaja melihat mobil berwarna hitam itu terparkir disebelah mobil Mega. Dari lat mobilnya saja, seperti tidak asing baginya. Tapi mobil siapa? Tak mau ambil pusing, Hanzel meraih gagang pintu, dan memutarnya. Di kunci? Pikirnya. Apa Mega sedang tidak ada di rumah, atau kekasihnya itu masih di hotel tadi. Sialan! Hanzel mendadak teringat omongan Kinan yang mengatakan, jika Mega pergi bersama pria lain. Menolak percaya, tapi istrinya tak mungkin berbohong. Hanzel berinisiatif mengintip dari celah jendela, nampak sofa ruang tamu bergoyang-goyang, tidak jelas, karena hanya terlihat sedikit. Hanzel semakin emosi, ia lantas merogoh ponselnya, berjalan mondar-ma

  • DESIRE DARK   Kenyataan Macam Apa Ini?

    Part 27 (Kenyataan Macam Apa Ini?)*** “Jawab Pa, kenapa kalian berdua malah diam? Pasti ada sesuatu yang kalian sembunyikan selama ini? siapa Kinan, sebenarnya?” tanyaku penuh penekanan, aku menatap mereka berdua lekat. Udara malam kian terasa menusuk tulang, Papa mengecilkan AC, bukan berarti suasana diruangan ini ikut kembali tenang. “Kinan Istrimu, Hanzel,” jawaban Papa membuatku tidak puas. Selalu kalimat itu yang menjadi andalan mereka. Siapa yang bertanya kalau Kinan bukan istriku, kami menikah lebih dari dua tahun. “Kalian ini sampai kapan berbohong, aku bukan lagi anak kecil yang percaya omong kosong.” Tarikan napas panjang Papa hembuskan, sedangkan Mama terus menatap suaminya dengan perasaan yang entah, aku sendiri tak tahu. “Gimana Pa, kita jujur aja, dari pada nanti terjadi sesuatu dengan Kinan,” ungkap Mama, sesaat Papa bergeming, lalu akhirnya mengangguk setuju. Baiklah, obrolan serius akan di mulai, aku menyimak baik-baik apa yang hendak mereka ucapkan. “Papa ju

  • DESIRE DARK   Penyelidikan Hanzel

    Part 26 (Penyelidikan Hanzel)**** Dahiku mengerut, nomor ini? Bukannya ini nomor Mega? Aku segera menyalin nomor tersebut, untuk memastikan ini benar nomor Mega atau hanya dugaanku saja. Kalau memang benar ini nomor Mega, ada hubungan apa ia dengan pria misterius itu, jangan bilang, kalau dua pria tadi itu suruhan Mega? Tapi untuk apa?Apa karena Mega cemburu dengan Kinan? Pikirku. Aku mengetik nomor tersebut di log panggilan, dan seketika mataku melebar kala nama Mega muncul di sana, tidak salah, ini memang nomor Mega. Aku mengingat betul angka terakhir nomor tersebut. Shit, apa maksud dari semua ini? Siapa Mega sebenarnya? Berbagai pertanyaan pun akhirnya timbun di benakku. Aku merasa seperti tengah dipermainkan takdir, dua tahun aku menikah dengan Kinan, dan satu tahun menjalin hubungan dengan Mega. Tapi kenapa baru sekarang, aku merasakan keganjalan diantara keduanya, terlebih Papa memberiku pilihan yang tak masuk akal. Intinya, aku harus memilih diantara, Kinan? atau Meg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status