Ibu tumbang, beberapa kali batuk darah.
Dilihat bagaimanapun, dia akan tewas.
Enggak. Enggak mungkin.
Kenapa?
Siapa?
Air mata turun dari mataku dengan begitu deras. Aduh … aku kenapa, sih?
Saat begini, aku gak boleh nangis. Aku mesti kuat. “Ibu ... Ibu … Ibu …” Aku berusaha berhenti, tapi makin ditahan, raunganku makin nyaring.
Ibu mengulurkan tangan.
Itu … entah kenapa terasa jauh.
Aku berusaha menggapainya, dan saat itulah aku melihatnya.
Tangan berlumuran darah. Sehitam ter dan lebih pekat dari kegelapan.
Tangaku.
Aku tak tahu kapan aku mulai berteriak dan bergetar tanpa ke
Rose berengsek.Lucian berengsek.Semua orang itu berengsek.Jalan keluar? Aku malah cuma nemu jalan buntu.Tahu apa yang terjadi malam itu? Aku dikibuli habis-habisan. Entah oleh dua orang tolol itu. Atau oleh asumsiku sendiri.Suhu tubuhku meninggi drastis, tapi aku malah menggigil.Sendi-sendiku pegal semua.Dan ada satu momen di mana sepertinya aku sudah melihat surga—kalau itu ada, atau kalau aku bisa masuk ke sana.Kayaknya bener kalau si Lucian membubuhkan racun. Pantas dia panik begitu.Dasar orang sinting!Meracuni saudara sendiri untuk cari perhatian bapaknya? Oke.Tapi, kenapa mesti ketika aku mendiami tubuh celaka ini, sih?“Jadi … em ..., siapa namau tadi, Nona?”Ya … seenggaknya, setelah bertapa sesaat dan merenungi kehidupanku yang kian nista, akhirnya aku menemukan fakta mengejutkan: cerita ini gak bakal berakhir secepat itu.Dan, untuk menjamin keberlangsungan riwayatku di sini—yang sebenarnya sudah morat-marit, aku butuh satu komponen penting.Faktor yang paling dibu
Tahu, tidak?Aku menyerah!Well.Kamu ngira, sebagai sosok tokoh utama rupawan-cerdik nan baik hati, semua kelumitan kisah ini bakal berakhir dalam naungan bahagia yang anggun; wangi; dan nyaman?Biar kuberitahu sesuatu:Itu enggak bakal kejadian.Malah.Kini, aku malah terjerumus dalam lahan kotor penuh lendir dan lumpur.Bener.Sebuah kandang babi.“Ya. Jangan lewatkan semuanya! Lemari-lemari, laci, perkamen. Lihat dokumen yang kira-kira penting juga.”Ah!Aku keceplosan bilang ini kandang babi, ya?Tolong, lupain aja.Kadang, orang emosi itu punya persepsi yang keliru.Pemandangan kamar Lucian yang diobrak-abrik oleh cecunguk-cecunguk suruhanku ini merupakan lansekap mahakarya enggak bernilai.Mona Lisa?Kalah jauh. “Kumpulkan semuanya ke tempat yang sudah kubilang.”Well, iya, kami masih—dan sepertinya akan selalu—bangkrut.Jadi, satu-satunya upaya supaya orang-orang ini mau patuh dan tetap tutup mulut adalah merogoh kocek lebih dalam—dan itu bukan sekadar kiasan belaka, aku benar
Satu alasan lain supaya gak lagi bepergian dengan kuda:Gampang kena begal.Padahal, rasanya baru beberapa menit aku keluar rumah dan menuju Goodwood apalah itu dengan kecepatan penuh, tapi iring-iringanku sudah berhenti.“Ada apa?”Yang menjawab justru sahut-sahutan marah, jengkel, dan heran.Ketika penasaran dan kejengkelanku makin memuncak, pelaku inisden menyusahkan ini malah memunculkan diri tanpa diminta.Taylor memamerkan senyum santun itu lagi ketika kami bertemu pandang.Seharusnya aku enggak heran.Sejak ketidaksengajaanku menguping agenda politis para pangeran tempo lalu, rumahku kerap diawasi dua puluh empat jam.“Salam, Nona,” sahutnya sambil berjalan masuk, menunduk hormat, lalu duduk di depanku. “Anda ingin bertolak ke mana?”Ke pemakaman umum. Menggali lubang kuburan paling sempit untuk menimbun belulangmu—itupun kalau masih bersisa.Tapi, kali ini aku masih punya akal sehat. “Cuaca lagi bagus, jadi aku ingin jalan-jalan.”“Ke sekolah?”“Aku lagi izin hari ini. Kayakny
Ini mencurigakan.Aku tahu.Tanggul? Terjebak hujan? Dan, aku berhenti bertepatan dekat sebuah desa?Bukannya ini premis familier banget sama film horor?Belum lagi, ada suatu persengkongkolan yang pengen aku tewas.Jadi, bukan enggak mungkin kalau aku digiring ke sini untuk disembelih“Aku bener-bener kaget. Terakhir kali James bawa perempuan ke sini, itu gak lebih cantik dari kambing pesakitan peliharaanku dulu. Sekalinya bawa ke sini lagi, yang datang malah seorang dewi.”Apaan, sih, kakek-kakek sok kenal ini?Seenggaknya, untuk figuran mencurigakan yang mengaku sebagai tetua paling dihormati di sini, dia ini enggak punya tata krama.Entah, deh, itu bermakna baik atau—karena, setelah kuteliti secara insentif dan melalui proses crosscheck yang serius melalui film-film slasher kelas B, psikopat itu biasanya baik di luar dan mengerikan di dalam.“Hush! Jaga bicaranya, Kek. Dia itu Nona Dawver, lho,” seru James sambil menyuguhkan teh beraroma rempah yang warnanya hijau keruh.Iya.Tanp
Ibadah itu sama sekali enggak guna.Perintah ilahi? Cara bersyukur? Perantara berkomunikasi dengan Mereka?Omong kosong.Bilang aja kalian itu kurang kerjaan, sialan.Para dewa tidak akan kekurangan apa pun tanpa puja-puji gak berarti kalian.Bila ada narasi yang berkata sebaliknya, terlepas bila itu keluar dari mulut tetua sekali pun, merupakan kebohongan yang terus dilestarikan dan kalau dipikir-pikir bakal makin enggak masuk akal.Seperti dongeng yang tengah kubacakan ini.“Dengan mengumpankan karung berisi batu bercat yang diberikan Kakek Bijaksana, Annabeth berhasil mengelabui sang iblis dan menemukan jalan keluar. Pada akhirnya, dia pulang dengan selamat … selesai?”Cerita ini enggak mengajarkan apa-apa selain mengharap pada keajaiban dan pasrah bila itu tak kunjung datang. “Enggak jelas.” Tapi, itu berhasil bikin Ann—putriku dan satu-satunya mukjizat yang kupercaya—tertidur.Kalau boleh jujur, dia ini merepotkan.Kesehariannya cuma jingkrak-jingkrak di sekitaran ladang atau men
PLAK!Hm.Sudah berapa tahun sejak aku terakhir kali kena gampar?Tiga. Lima. Sepuluh?Ah, kalau enggak salah ketika aku tertangkap basah main belakang dengan salah seorang kepala bagian.Ya …. untungnya istrinya ini enggak mengadu dan si bajingan itu masih punya rasa malu. Karena sehabis itu dia resign dan sampai sekarang kabarnya enggak pernah terdengar.Entah, deh, gimana kelanjutan pernikahannya.Hancur, tebakku. Pastinya.Lagian, apa lagi yang diharapin dari bahtera yang udah bolong?Apaan?Dengar.Waktu itu aku terpaksa, ya—dikiranya aku wanita gampangan yang bakal tergiur dengan komisi tambahan berkali-kali lipat apa?Dan jangan samakan kasusnya dengan atasanku sekarang yang terlampau menjijikkan.Walaupun umurnya lima tahun lebih tua, tampang si kepala bagian lumayan enak dipandang—kalau kau kasih aku untuk menilai dalam skala angka, mungkin tujuh dari sepuluh (atasan jelek itu? Mines seratus dari seribu.)Anyway, kendati bikin jengkel setengah mati, tamparan juga mengajarkank
“Aku tidak akan berterimakasih, asal tahu saja.”“Hah?” Pangeran Zack nampak terkesiap. Tunggu, apa sebenarnya dia mengharapkan itu? “Oh … enggak. Tenang aja. Sudah jadi tugasku untuk membantu meluruskan.”“Meluruskan?” Apanya? “Sesuatu diluruskan kalau belum ada yang jelas. Di sini udah jelas dia memancing masalah. Kalau kamu beneran mau bantu, laporkan dia ke Tuan Dylan.”“Aku rasa itu agak—”“Gak mau, ‘kan?” Kan. Pada akhirnya, dia sama saja dengan yang lain. Sekumpulan orang angkuh yang menyepelekan manusia lainnya. “Ya udah.”“Hei, hei. Um …”“Mau apa lagi? Dan tolong jangan dekat-dekat. Kamu gak dengar apa yang para Nona itu tadi bilang? Aku menggodamu, kata mereka. Padahal, kita bahkan gak pernah ngorbol.”“Mereka bilang itu?”Apa dia enggak menyimak? “Lupain. Pokoknya, mulai sekarang jangan sok akrab. Jaga jarak. Dan jangan menegurku kalau tak penting. Ada yang pengen ditanyain lagi?”Ketika aku berpaling sesaat, Pangeran Zack mematung dan menggaruk belakang kepalanya yang tak
Terakhir kali aku ikut ujian, sekolah sempat mau dibom.Sumpah!Ceritanya panjang dan mengingatnya juga bikin dasar tenggorokanku gak enak.Intinya sih begini: meski aku dikenal hampir sesabar malaikat, tapi sebagai manusia biasa tentu aku masih punya batas.Dan, seperti yang kalian tau juga, kalau orang di sekitarku itu cuma terdiri dari dua tipe: kecoak tak bernilai atau para rubah berengsek.Jadi ya …Pembuatannya agak mudah, sih.Campurkan ini itu. Lihat panduan di internet. Dan tiba-tiba saja kau sudah semahir teroris—m-maksudnya jadi orang yang disegani teman sekelas.Nah, aku sih punya rencana brilian untuk mengulang hal yang sama kali ini.Tapi, aku terjebak di dunia antah-berantah. Dengan hukum alam yang jelas berbeda—lagian, emangnya ngubah pasir jadi senjata atau besarin tangan sesuka hati itu masih bisa dijelaskan pakai hukum fisika?“Tiga puluh menit lagi.”Gawat.Kacau.Meskipun Rose sudah mencekokiku dengan berbagai buku yang tebalnya hampir seribu halaman.Meski punya