Beranda / Mafia / DI ATAS RANJANG MAFIA / 5. ANJING PEMBURU

Share

5. ANJING PEMBURU

Penulis: Dewa Amour
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-13 10:01:51

Alfa hitam melaju dengan kecepatan tinggi merajai jalan kota Roma malam itu. Pria bertopi duduk di depan kendali. Kedua tangannya yang mengenakan sarung tangan hitam sibuk memutar kemudi.

Anak laki-laki yang terbaring di bangku tengah mobil mulai terjaga.

Carlo terkejut. Apa yang terjadi padanya?

Remaja enam belas tahun itu bergegas bangkit. Dia melihat ke sekitar. Benar, dia berada di dalam mobil yang asing. Matanya menyipit melihat pria misterius yang sedang mengemudi.

"Hei, siapa kau?!" tanyanya dengan suara meninggi.

Alberto Castaro, pria yang sedang mengemudikan mobil tidak menjawab. Dia hanya menatap pada kaca spion di atasnya. Bibirnya menyeringai tipis melihat siluet Carlo dari sana.

"Hei, kau tuli? Siapa kau dan mengapa menculikku?!" Carlo berteriak lagi.

"Duduklah, Baby Boy. Kau akan segera tahu." Kali ini Alberto menjawab.

Carlo hanya menatap heran pada pria di depannya. Ini penculikan, dia harus menelepon Michele. Anak laki-laki itu meraba-raba saku jas dan celananya mencari ponsel.

"Ponselmu ada padaku. Diam dan jangan banyak bertanya. Kau paham?" ucap Alberto tanpa memalingkan pandangan dari jalan di depannya. Nada bicaranya terdengar dingin dan menekan.

"Hei, apa kau juga pencuri?!" gertak Carlo.

"Anggap saja begitu." Alberto menanggapi dengan tenang.

"Shit!" Carlo bersandar lesu pada bangku mobil.

Sementara itu di hotel.

Michele bergegas bangkit meninggalkan wanita di tengah ranjang. Libidonya masih menggebu-gebu.

Apa yang mau Paolo sampaikan? Apakah kaki tangannya itu mau mengingatkan dia untuk menelan obat perangsang?

Dasar brengsek!

Dengan murka dan konak yang nyaris di ujung, Michele menyambar pistol yang tergeletak di atas meja. Tubuh tinggi kekar bertelanjang dada itu menghambur menuju pintu.

"Bos!"

Paolo sangat terkejut begitu pintu di buka. Michele sudah berdiri sambil menodongkan pistol ke wajahnya. Pria itu mundur satu langkah dengan mimik ketakutan.

"Apa kau sudah bosan hidup, hah?!" teriak Michele.

"Bos, maafkan kami," ucap Paolo. Kemudian dia mendekat pada Michele dan berbisik. "Tuan Muda Carlo di culik."

Michele membulatkan sepasang matanya terkejut. Kemudian dia bergegas masuk kamar dan menyambar pakaian.

Meghan yang masih berada di tengah ranjang hanya memandangi dengan perasaan heran dan takut.

"Urus wanita itu!" Michele memerintah pada anak buahnya untuk mengurus Meghan. Kemudian dia pergi.

"Mau apa kalian? Hei!" Meghan menjerit-jerit saat dua orang bodyguard maju dan langsung menangkap tangannya.

Sial! Mereka mengikatnya kembali di tengah ranjang. Meghan hanya bisa melontarkan kata-kata makian saat dua orang bodyguard itu pergi.

Alfa hitam yang membawa Carlo terlihat melaju memasuki terowongan di tepi laut. Paolo dan anak buahnya segera bergerak.

"Jangan menembak, Tuan Muda Carlo ada di sana!" perintah Paolo pada anak buahnya. Mereka berada satu mobil dan sedang mengejar mobil penculik.

"Hei, kemudikan mobilnya dengan benar! Astaga, aku ingin muntah!" Carlo berteriak pada Alberto karena pria itu mengemudikan mobil seperti sedang balapan di sirkuit.

Pria bertopi hitam yang sedang mengemudikan mobil tidak peduli dengan suara ocehan Carlo. Para Mafia itu pasti sudah mengejar. Dia tidak akan dibiarkan hidup atau pun mati oleh mereka jika sampai tertangkap.

"Hentikan mobilnya! Perutku mual dan kepalaku pening!" Carlo tak henti berteriak.

Shit! Pria itu sepertinya benar-benar tuli. Remaja laki-laki dengan stelan jas hitam itu bergegas bangkit."Hentikan mobilnya, bodoh!" teriaknya lagi. Kali ini langsung ke telinga Alberto.

Pria itu dibuat terkejut. Secara refleks dia menampar Carlo dengan keras. Anak laki-laki itu terhempas kembali ke bangku tengah mobil.

"Anjirr! Tamparanmu lumayan juga, Bung!" ucapnya sambil memegang pipi kirinya.

Alberto tidak peduli. Dia semakin kencang melajukan mobil. Hingga saat tiba di tengah terowongan yang berada di jembatan, dia dibuat terkejut. Orang-orang Michele sudah berdiri menghadang sambil memegang senjata.

Mobil di rem mendadak. Carlo nyaris jatuh dari bangku mobil karenanya. Remaja itu mengumpat Alberto dengan kesal.

"Wah, lihatlah! Orang-orang Michele sudah di depan. Habislah kau penculik amatiran." Carlo mencibir sambil tersenyum remeh.

Ekor mata Alberto melirik ke samping di mana Carlo sedang tersenyum menyebalkan.

Shit! Apa yang harus dia lakukan sekarang? Para Mafia itu pasti akan menjadikannya camilan untuk di hidangkan esok pagi dengan kokain, atau memotong tubuhnya kecil-kecil untuk dijadikan pupuk kebun anggur.

Paolo menjentikkan jarinya sambil memandangi Alfa hitam di depan mereka. Empat orang anak buahnya segera maju. Mereka masing-masing memegang benda tumpul menyerupai pemukul base ball.

Nyali Alberto langsung menyusut. Matanya menoleh ke kanan dan kiri. Gila! Dia harus segera kabur sebelum mereka benar-benar mendapatkannya.

"Hei, apa yang mau kau lakukan?! Jangan bertindak bodoh atau orang-orang Michele akan mengulitimu!" Carlo memukul dan menendang saat Alberto menangkap tangannya.

Persetan dengan rengekan bocah laki-laki itu, Alberto bergegas membuka pintu mobil. Dia menyeret Carlo seperti sedang menyeret koper.

"Ayo melompat!" perintah Alberto seraya mendorong punggung anak laki-laki di depannya.

Mereka sedang berdiri di tepi jembatan St. Angelo Bridge atau Ponte Sant'angelo.

Ponte Sant'angelo, dulu disebut Jembatan Ailien atau Pons Aelius, yang berarti Jembatan Hadrian, adalah sebuah jembatan Romawi di Roma, Italia yang dibangun pada tahun 134 AD oleh Kaisar Romawi Hardian.

Jembatan ini terbentang di tengah-tengah kota di atas Sungai Tiber dan terhubung dengan makam Kaisar Hadrianus di Castel Sant'angelo. Jembatan ini dilapisi oleh marmer travertin dan memiliki 5 lengkungan.

"Kau saja. Dasar sinting!" Carlo memberi wajah jengah.

"Ayo melompat, Riciteli Junior!" Alberto yang kesal menodongkan pistol pada Carlo sambil menatapnya tajam.

"Hei, hei, jangan main-main dengan benda itu. Kau dalam masalah besar jika sampai Michele melihatnya," ucap Carlo sambil mengangkat kedua tangannya. Kali ini dia tampak ketakutan.

"Cepat melompat!" Alberto kembali mendorong Carlo.

Paolo yang melihatnya hanya geleng-geleng sambil tersenyum geli. Kemudian dia maju menyusul empat orang anak buahnya.

"Sudah cukup main-mainnya! Tuan Muda Carlo harus minum susu dan tidur. Dia tak boleh berada di luar pada jam segini," ucap Paolo dengan wajah manisnya.

Carlo hanya memutar bola matanya, bosan. Sementara Alberto langsung bersiaga. Pria itu merangkul bahu Carlo kemudian mengarahkan pistol tepat ke kepala remaja itu.

"Jangan mendekat atau aku akan menembak bocah ini!"

Paolo mengangkat satu tangannya, memberi isyarat agar semua anak buahnya menurunkan senjata mereka. Dia tak mau ambil resiko jika sampai Alberto benar-benar menembak Carlo.

"Mundur! Atau aku akan menembaknya!" Alberto menyeret Carlo menuju mobil tanpa menjauhkan pistolnya dari kepala remaja itu.

"Paolo! Hei! Tolong aku, brengsek!" Carlo tampak ketakutan saat Alberto memaksanya masuk mobil.

Tatapan tajam Paolo tak luput dari mereka. Dia melirik pada beberapa anak buahnya. Mereka akan segera menembak sebelum Alberto menghidupkan mobil.

Duar!

Alberto ambruk menimpa kendali mobilnya. Satu tembakan bius mengenai punggung pria itu. Carlo hanya menaikan sudut bibirnya. Kemudian matanya terangkat ke langit hitam di atas.

"Baby Boy! You oke?!" Michele sedang berdiri di pintu helikopter.

Carlo hanya mengangguk sambil tersenyum kagum menanggapi.

"Bawa bedebah ini ke castil. Jangan sampai dia kabur." Michele bicara pada Paolo sambil menutup bagasi Alfa hitam di mana Alberto sedang meringkuk.

Paolo mengangguk cepat. "Baik, Bos."

Michele bergegas pergi menuju mobil Ferrari Competizione merah di mana Carlo sudah duduk manis menunggu.

"Kau datang terlalu cepat. Padahal aku ingin melihat penculik itu ketakutan lebih dulu," ucap Carlo pada Michele saat sang kakak memasuki mobil.

"Apa untungnya melihat orang ketakutan?" tanya Michele dengan acuh sambil mengenakan seat belt.

"Tentu saja ada. Kau sangat keren tapi juga payah!" Carlo melipat kedua tangannya di depan dada dengan ekspresi kesal.

"Ayo jalankan mobilnya, jam tidur Tuan Muda Carlo nyaris lewat." Michele bicara pada sopir yang sedang duduk di depan kemudi mobil.

Dia tak peduli dengan ocehan adiknya.

Melihat wajah dingin Michele, Carlo hanya memutar bola matanya bosan. Sportcar merah itu pun melaju santai meninggalkan jembatan disusul empat mobil hitam.

Anjing Pemburu telah menyelesaikan tugasnya. Saatnya ia pulang dan menyantap hidangan malam yang sedang menunggu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DI ATAS RANJANG MAFIA    11. Meghan Di Culik

    "Aku belum tahu namanya siapa, tapi aku yakin dia tidak sekejam dan psikopat seperti yang kau pikirkan," ucap Meghan pada Moly.Saat ini mereka sedang berada di perpustakaan kampus.Moly berusaha menyadarkan Meghan dari kegilaannya pada si Tuan Mafia yang dia ceritakan. Menurut Moly, pria itu sangat berbahaya dan tidak seharusnya Meghan bertemu dengannya lagi. Namun apa yang ia dengar pagi ini benar-benar gila! Meghan bertemu dengan si Tuan Mafia itu, bahkan mereka bercinta di lorong gelap sebuah bar?Dia benar-benar tak habis pikir."Kau bisa mengencani pria lain, tolong jangan lagi bertemu dengan pria aneh itu!" Moly menegaskan karena dia memikirkan keselamatan Meghan."Kau sangat lebay! Aku baik-baik saja, dan dia tidak berbahaya, kok!"Meghan tidak terima saran dari Moly."Aku mau bertemu dengannya lagi, dan mungkin kami akan bercinta lagi, itu sangat extrim dan aku menyukainya," ucapnya lagi pada Moly sambil meraih buku tebal yang sedang dipegang oleh gadis berambut keriting itu

  • DI ATAS RANJANG MAFIA    10. SEBATAS KESENANGAN

    "Aku tidak melihatnya di sekitar sini. Apa kau sudah membohongiku, hah?!" Jose bicara pada seorang bartender sambil mencengkeram kerah kemeja pria itu. Dia menatapnya dengan tajam. Si bartender tergugup ketakutan. "Aku bersumpah melihatnya di sini, tapi sepertinya mereka sudah meninggalkan bar!" "Shit!" Jose mendengus kesal seraya melepaskan si bartender lantas pergi. "Mereka sudah pergi dari bar, aku gagal menyadap ponselnya." Sambil mencari-cari Meghan, Jose menelepon temannnya. Langkah sepasang boot hitam itu terayun menuju ke luar bar. "Kemana perginya Meghan? Astaga, aku harus segera pulang." Pria dengan jaket hitam itu bicara sendiri kali ini sambil menyapu pandangan ke sekitar. Dia masih belum menemukan Meghan. "Ahhh, hmmmh," desahan dan erangan itu terdengar dari lorong di sudut bar yang sepi dan gelap. Meghan berdiri dalam kendali Michele. Punggungnya sudah merapat ke dinding. Sementara tubuh mereka berdentum dalam irama yang brutal dan liar. Sensasi yang di t

  • DI ATAS RANJANG MAFIA    9. SEBUAH KECUPAN

    Jose baru kembali ke unit apartemennya di pusat kota. Dia sedikit terkejut melihat sepasang sepatu wanita yang berserakan di depan pintu. Meghan? Apa dia sudah kembali? Pertanyaan itu muncul di kepalanya. Dia yang sangat mencemaskan Meghan segera menerobos masuk untuk melihat adiknya. Meghan sedang menonton drama romantis saat Jose tiba di dalam. Pria itu tersenyum lega melihat adik perempuannya tampak baik-baik saja. Lantas ia bergegas menghampiri Meghan. "Gadis bodoh! Kemana saja kau? Kenapa tidak meneleponku? Dasar bodoh!" gerutu Jose sambil memukul bahu Meghan seraya mendaratkan bokongnya pada sofa kosong di samping sang adik. "Ih, apaan sih?!" Meghan mengerang kesal, lantas membalas memukul-mukul punggung Jose. Sang kakak hanya tertawa melihat Meghan marah-marah padanya. "Aku lapar, bisakah kita makan di luar?" tanya Meghan dengan wajah memanja pada sang kakak. Jose mengangguk. "Baiklah, kita makan ayam goreng malam ini. Bagaimana?" jawabnya seraya menatap Meghan yang seda

  • DI ATAS RANJANG MAFIA    8. CLUB DEWASA

    Seorang pria terlihat berjalan cepat setelah keluar dari sebuah kedai ayam goreng di pinggiran kota.Jaket hitam seharga 20 dolar yang ia kenakan terlihat cocok membalut tubuhnya yang tinggi sekitar 1,85m dan memiliki postur atletis.Topi hitam membuat wajahnya tidak kelihatan jelas meski lampu di sepanjang jalan berhasil menciptakan bayangan tubuhnya.Sambil menenteng bungkusan berisi potongan dada ayam goreng, pria itu berjalan menyusuri lorong kecil menuju tempat pembuangan sampah.Aspal masih tampak basah akibat hujan lebat yang mengguyur kota petang tadi. Pria bertopi melanjutkan langkahnya menuju sebuah gedung kosong yang berada di belakang tempat pembuangan sampah.Setelah membuka gembok pintu gedung di depannya, ia bergegas masuk. Sepatu boot hitam terayun memasuki ruangan dengan pencahayaan remang.Seorang pria dengan banyak luka perban di tubuhnya mengangkat sepasang matanya melihat dia datang. Alberto Castato, pria yang tubuhnya dipenuhi perban itu."Aku tak bisa berlama-la

  • DI ATAS RANJANG MAFIA    7. AKU MAU GADIS ITU

    Moly baru saja keluar dari kamar mandi saat mendengar pintu apartemennya di ketuk dari luar. 'Siapa yang datang?' Ekor mata gadis berambut pirang itu melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjuk angka delapan. Sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan handuk, Moly berpikir. Pintu kembali di ketuk. Kali ini semakin keras dan berulang-ulang. Jantung Moly berdegup kencang. Dilempar handuk di tangannya. Kemudian secara perlahan dan curiga, gadis itu berjalan menuju pintu. Rasa cemas membuat jarinya sampai gemetaran. Moly mengintai dari celah kecil pada pintu sebelum meraih handel keemasan di depannya. "Kenapa lama sekali membuka pintunya?!" Meghan menyambut dengan wajah kesal saat pintu dibuka. Setelah menoleh ke kanan dan kirinya, ia menerobos masuk. Moly dibuat mematung sesaat melihat siapa yang datang. Setelah berhasil menetralkan rasa terkejutnya, dia bergegas menutup pintu, lantas berjalan cepat menuju Meghan. "Astaga, aku lapar dan haus. Apa kau punya makanan?

  • DI ATAS RANJANG MAFIA    6. MALAM PENUH SENSASI

    Malam merangkak larut. Meghan berusaha terjaga meski rasa kantuk menyerang. Dia tak boleh lengah. Hingga sosok tinggi sudah berdiri di hadapannya, gadis itu hanya berpura-pura tidur. "Kalian berjaga-jagalah di luar," perintah Michele pada Paolo dan dua orang anak buahnya. Suaranya nyaris tidak terdengar. "Selamat menikmati hidangan malammu, Bos." Paolo menyeringai tipis lantas pergi. Pria itu sempat melirik pada gadis di tengah ranjang sebelum benar-benar enyah. Michele masih memasang wajah dingin. Sepasang tungkai panjang itu diayunkannya menuju ranjang. Mata elangnya mengamati jengkal demi jengkal tubuh ramping di depannya. 'Hei, apakah dia sudah tidur?' Pertanyaan itu muncul di hatinya seraya memandangi Meghan dengan kedua tangan di masukan ke dalam saku celana kainnya. Meghan yang sedang berpura-pura tidur sangat terkejut saat tubuh kekar naik ke atas tubuhnya. Dia berusaha memejamkan mata rapat-rapat. Meghan ayo tidur! Tuan Mafia sudah datang. Pria itu tak boleh sampai ta

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status