Share

Pertanyaan yang berakhir dengan penyiksaan

Jia menahan nafas saat Revandro naik keatasnya, perlahan memecah jarak di antara mereka. Mata Revandro menatap dalam Jia, begitupun Jia yang menatap Revandro.

Hampir saja bibir mereka bersentuhan, jika Revandro tidak menghentikan gerakannya. Saat ini, bahkan ia bisa merasakan hembusan nafas Pria itu menerpa wajahnya.

Untuk sesaat keduanya terdiam..., Sampai...

"Kau tahu, aku mungkin bisa saja membuatmu menjadi milikku sepenuhnya sekarang ini. Tapi tidak kulakukan untuk menghormatimu, tapi jika sikapmu begini terus. Aku tidak yakin bisa menahannya, kau tahu maksudku, kan?"

Yah, Jia bukanlah wanita polos. Ia tentu saja paham betul arti dari perkataan Revandro, tapi kenapa dirinya masih bisa tidam takut pada perkataan yang mungkin akan menghacurkan masa depannya?

Memikirkan itu, ia pikir. Revandro telah menyihirnya, tapi itu hanya untuk sesaat. Sebelum akhirnya ia sadar, bahwa ia tidak berada di negeri fantasi.

"Menjauhlah dariku!" Tekan Jia yang berusaha keluar dari situasi absurd ini, maksudnya. Situasi tidak nyaman ini, benar situasi ini benar-benar tidak nyaman.

"Well, sepertinya aku menyadari satu hal darimu saat ini calon Istriku. Bahwa kau adalah tipe pembangkang yang tidak taat aturan, aku benar, kan?"

"Cih!" Decih Jia yang membenarkan hal itu.

Jia nampak terus memberontak, hingga perkataan Revandro selanjutnya membuat ia membeku seketika. "Siapa kamu?! Dan mengapa kau bisa tahu identitas Frans?" Tanya Revandro dengan nada pelan.

Yah, Pria itu mendengar percakapan Jia dan Frans beberapa saat yang lalu. Sebenarnya ia tidak ingin percaya, tapi ungkapan Jia yang menyebut bahwa Frans adalah 'orang jahat' membuat ia yakin jika wanita di depannya tahu akan identitas Frans yang sesungguhnya.

"Jawab!" Tekannya sekali lagi, membuayarkan keterdiaman Jia.

"Aku tidak tahu." Jawab Jia dengan nada pelan, berharap jika Revandro tidak menanyakan perihal Frans kembali. Karena jika sampai ia ketahuan, maka identitas dirinya juga akan dicurigai Revandro secara bersamaan.

Revandro nampak menyeringai, dari raut wajahnya ia tahu jika Jia saat ini tengah berbohong.

"Akht!" Pekik pelan Jia saat Revandro tiba-tiba mencekik lehernya, berusaha untuk melepas cekekan itu. Jia menahan tangan Revandro agar tidak menekan lehernya terlalu kuat, karena rasanya ia hampir kehabisan nafas.

Wajah Jia memerah, tapi dengan pendiriannya yang kuat. Ia masih menutup mulutnya, tak peduli dengan cekikan yang bisa membuatnya tewas seketika.

"Keras kepala!" Kesal Revandro, yang melepaskan kasar tangannya dari leher Jia.

Uhuk!

Menghirup udara dengan rakus, Jia menatap tajam Revandro. Seperti sebelumnya, Pria di depannya tidak bisa ia remehkan begitu saja. Revandro terlalu pintar untuk mengetahui kebohongannya, bahkan disaat seorang Frans mempercayai kata-katanya.

"Sepertinya kau ingin hidup dengan penyiksaan heh?" Ucap Revandro seraya mengeluarkan sebilah pisau lipat dari saku celananya, berniat membuka suara Jia dengan cara seorang Maxio. "Masih tidak mau jujur?" Sambungnya.

Bukannya menjawab jujur, atau setidaknya ketakutan. Jia malah tersenyum tanpa suara, hanya kedua sudut bibir yang melengkung.

Takut? Tidak! Ia tidak takut, sedikitpun walau saat ini ujung pisaunya berada tepat bahunya.

"Jujurlah, maka pisau ini tidak akan menancap pada bahu mulusmu." Kata Revandra sekali lagi, mencoba meruntuhkan pertahanan Jia.

"Tancapkan saja." Balas Jia dengan mata berapi-api, merasa muak dengan tingkah gila Pria di depannya.

Revandro Maxio, pikirnya Dia bisa dengan mudah membuatnya buka mulut dengan kekejamannya?

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status