공유

Part 7

작가: Manda Azzahra
last update 최신 업데이트: 2022-10-05 18:22:56

"Bagaimana penampilan Sarah hari ini, Yah?" tanyaku yang kini berdiri dan bergaya di depan Ayah. 

"Memangnya mau kemana? Bukannya kau bilang hari ini tidak kuliah?" tanya Ayah heran.

"Sarah kerja dari pagi, Yah. Buat mengganti jam kerja yang kemarin Sarah pakai buat mengantar Paman Harun."

"Lalu kenapa tiba-tiba mendadak mempermasalahkan soal penampilan? Pasti Hana protes karena cafenya sepi, sampai-sampai kau disuruh berdandan. Iya, kan?" tuding ayah.

"Bukan Hana, Yah. Tapi orang lain."

"Siapa?"

Aku menceritakan apa yang terjadi kemarin dengan pria bernama Andar. Namun Ayah malah tertawa mendengar celotehku. 

"Dia hanya ingin mencari perhatian kau saja. Kelihatannya kau juga menyukai pemuda itu. Siapa namanya?"

"Andar."

"Nah, kau saja mengingat nama itu."

"Tapi bukan berarti Sarah menyukainya, Yah."

"Iya, kau tidak sedang menyukainya. Hanya berusaha terlihat cantik di depannya. Begitu kan?" ledek Ayah. 

"Terserah Ayah sajalah." Ayah tertawa keras melihatku yang sedang merajuk. "Baiklah, siapa yang perduli dengan penampilan hari ini!" protesku. Kemudian pamit pergi. 

.

Beberapa karyawan sibuk membereskan meja dan kursi. Sementara aku sibuk mengobrol di ruangan Hana. kafe ini bukan seperti kafe sungguhan. 

Tak ada struktur menejemen di dalamnya. Hanya ada Hana sebagai pemilik, dan kami sebagai karyawan. Tentu saja aku sebagai karyawan kepercayaan yang mengurus dan bertanggung jawab atas semuanya. 

Seharusnya tugas seperti ini membuat gelarku menjadi naik. Setidaknya menjadi menejer.

"Cukup jadi kasir saja. Tunggu kau dapat gelar sarjana baru aku akan menaikkan pangkatmu," omel Hana saat dulu aku bilang Ibuku malu kalau anaknya hanya bekerja sebagai kasir. 

"Kau pikir, kalau aku sudah dapat gelar sarjana, aku masih mau mengurus cafe ini lagi?" balasku tak mau kalah. 

Hana memang lulus kuliah lebih cepat. Selepas sma dia langsung mendaftar ke universitas negeri dan lulus. Temanku yang satu ini memang sangat jenius. Bukan hanya dibidang pelajaran, tapi juga berbisnis.

Mulai dari jualan online kecil-kecilan, hingga kini bisa membuka kafe sendiri. Padahal dia sendiri tidak bisa memasak. Jangankan memasak, menghidupkan kompor saja mungkin tidak bisa. 

.

Sepanjang hari aku mondar-mandir, seperti merasa kehilangan. Kemana si pria mesum itu? Kenapa belum muncul juga? Hari sudah sore, namun tak ada lagi tanda-tanda dia akan datang. Ah sudahlah, lagipula penampilanku hari ini bukan kutujukan untuk dia.

Tiba-tiba saja tubuhku bergetar, apa yang terjadi? Oh, ternyata ponsel yang ada di saku celanaku. Ada nama Paman Harun di sana. Dengan rasa was-was aku mengangkatnya. 

"Iya, Paman. Ada apa?" 

"Datanglah sekarang. Air di rumah ini mati," serunya. 

"Kalau airnya mati kenapa memanggilku? Seharusnya panggil petugasnya," keluhku. 

"Kau yang menyuruhku tinggal di rumah ini. Kau harus bertanggung jawab. Minggu depan teman-temanku sudah akan datang."

Dasar anak manja. Aku kan hanya menyarankan. Toh itu juga salah satu properti milik keluarga Hana. Kenapa dia tidak menghubungi pemiliknya saja? 

Paman memang sengaja menyewa rumah yang cukup besar. Bangunan yang memiliki tiga buah kamar itu rencananya akan dihuni bersama oleh beberapa rekannya. Entah itu teman kuliah atau teman sekampungnya yang juga mengadu nasib di kota ini. 

Lagi-lagi aku harus tutup telinga mendengar umpatan dari Hana.  

"Dasar teman tidak punya akhlak.. " seperti tarzan dia berteriak dari pintu ruangannya hingga terdengar oleh semua karyawan. 

Sontak mereka tertawa melihatku berlari sambil menenteng kunci mobil dengan gantungan bergambar doraemon itu. Namun tiba-tiba saja pria itu berdiri mematung dan...kami bertabrakan hingga dia terjatuh tepat di bawahku.

 

Seketika pandangan kami bertemu. Lalu senyum manis terukir indah di bibirnya. Cepat aku bangkit sambil menepuk-nepuk telapak tanganku. 

Sungguh pertemuan yang klise. Seperti film-film romantis di jaman sebelum aku dilahirkan. Tidak sengaja bertemu, bertabrakan, kemudian saling jatuh cinta. Astaga! Entah apa saja yang ada di pikiranku. Kutinggalkan pria yang masih dalam posisi terlentang dan jadi sorotan semua orang itu. 

.

"Dasar sial. Lama kutunggu tak datang-datang. Begitu aku mau pergi, baru muncul!" gerutuku dalam hati. Kulajukan mobil dengan rasa dongkol yang teramat sangat.

Tak sampai setengah jam aku sampai di rumah Paman. Kulihat dia begitu gelisah dan mondar-mandir di teras rumah. 

"Lama sekali, Sarah. Sudah gerah aku, tidak mandi dari malam tadi."

"Terus aku harus apa? Bukankah nomor tukang ledeng sudah kuberikan pada Paman?"

"Kau saja yang hubungi," ketusnya.

"Kenapa harus aku?"

"Kau yang bertanggung jawab dengan rumah ini."

"Terserahlah!"

.

"Aku lapar," keluhnya lagi.

"Terus?"

"Omak bilang kalau butuh apa-apa aku bisa meminta bantuanmu. Sudah seharusnya keponakan mengabdi kepada Pamannya. Kau bisa masakkan?"

"Paman, aku harus segera kembali bekerja. Jika tidak, aku bisa dipecat."

"Jangan berbohong. Dia melirik benda bulat besar yang menggantung di dinding ruangan. Ini sudah lewat jam kerja. Kau pikir aku secara sembarangan, mengganggu pekerjaanmu?"

Benar juga. Bukankah aku sendiri yang bilang, kalau aku ini kerja kantoran. Kupikir setelah semua ini, dia tidak akan punya waktu lagi menggangguku.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
댓글 (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
makanya jangan bohong sarah
댓글 모두 보기

최신 챕터

  • DIA AYAHKU   Part 111 ( Ending )

    Kami kembali ke rumah Paman setelah acara akad selesai. Meninggalkan Ayah untuk menjalani prosesi kekeluargaan yang sangat sederhana. Entah bagaimana cara Tante Retno meyakinkan orang tuanya, bahwa pilihannya secara logika yang tak masuk di akal. Benarkah ada cinta yang serupa itu? Ah, beruntungnya Ayahku. Buah dari kesabaran dan juga ketulusan hatinya selama ini. Hingga bertemu pula lah dia dengan wanita yang punya hati sehebat itu. .Aku merebahkan diri di atas ranjang, menumpahkan segala rasa yang sulit aku ungkapkan. Bahagia, sedih, kecewa, aku bahkan tak tahu harus menangisi perihal yang mana. Untuk kali kedua, Ibu dan Dara meninggalkan kami. Tidak ada alasan lagi bagiku untuk mencari-cari, karena itu adalah keinginan mereka sendiri. Kelak, Dara sendirilah yang akan mengemis dan mencari-cari Ayah sebagai satu-satunya wali untuk menikahkannya. Menemukan kami, bukanlah hal yang sulit. Teringat saat kami masih di kampung, setelah Nenek memberikan restu untukku dan juga Paman, A

  • DIA AYAHKU   Part 110

    Di kamar ini, aku menatap cermin untuk berhias diri. Ditemani Hana yang juga tampil menawan tanpa kacamata. Sebuah gaun brokat berwarna coklat muda menempel sempurna di tubuhku, dengan bawahan rok span batik berwarna senada. Hari ini, hari yang membuatku begitu gugup. Dimana kami akan menapaki kehidupan yang berbeda dari sebelumnya. Semua orang sudah bersiap-siap menunggu di luar. Menyambut hari bahagia di tempat yang sudah ditentukan. Aku melirik wajah Hana, rona bahagia juga terpancar di wajahnya. Hana menyentuh bahuku dengan perasaan yang entah bagaimana. Yang jelas, untuk saat ini aku tak mau mendengar kata-kata mutiara dari mulutnya, yang akan membuat maskaraku luntur karena air mata.Kami melangkah keluar dari kamar. Menuju para sanak saudara yang sudah berbaris rapi dengan corak baju yang serupa. Kupandangi sosok Ayah dengan kemeja putih lengan panjang yang dimasukkan ke dalam celana bahan, serta ikat pinggang. Dipakaikan juga oleh Nenek sebuah jas berwarna hitam, tentu saja

  • DIA AYAHKU   Part 109

    "Nenek bilang apa, Paman?" aku menemani Paman memancing di sungai yang agak jauh dari rumah. Bukan perkara tidak ada lauk, tapi ini kebiasaannya saat pulang kampung yang sulit untuk dihilangkan. Mungkin juga untuk menghindari pertemuan dengan Nenek seperti yang Unde katakan tadi. "Tidak tahu. Biarkan saja. Tidak usah dipikirkan," gerutunya. Wajahnya terlihat tidak sedang baik-baik saja. "Paman bertengkar?""Tidak.""Jangan bohong, aku melihat Paman menghindar saat Nenek lewat tadi.""Kau bicara apa?" dia menggoyang-goyangkan pancingannya. "Jangan lagi seperti itu. Paman bilang, sudah dewasa. Tidak baik mendiamkan Nenek terus-terusan. Kalau tahu begini, aku tidak akan bilang pada Paman yang sebenarnya," aku mengancam. "Kau marah?""Iya. Katanya mau bicara. Kalau hanya diam-diam begini, kapan selesainya?" "Wah, kau ini agresif sekali. Sudah tidak sabar, ya?" dia tersenyum nakal."Benar, aku ingin bebas melakukan apapun terhadap Paman. Kenapa? Apa aku terlihat seperti wanita nakal?

  • DIA AYAHKU   Part 108

    Selesai mandi dan makan malam, kami semua berkumpul di ruang tengah yang sangat luas. Sengaja di buat seperti itu karena kebanyakan sanak famili yang datang lebih suka duduk bersila, ketimbang di kursi. Suasana kekeluargaan akan lebih terjalin dengan akrab. Alena dan Raya duduk di sebelahku, merasa senang karena membawakan mereka oleh-oleh berupa tas slingbag dan masing-masing sepatu sneakers yang kami beli bersama Tante Retno. Kedua remaja yang kini duduk di bangku kelas dua SMP itu begitu sumringah, terlebih lagi Raya. Helm kuda poni yang kemarin sempat ku ambil kembali, kini khusus kubawakan untuknya. Tak ada lagi gunanya bagiku untuk menyimpan masa lalu. Kedua Undeku datang bersama keluarga dengan membawa makanan yang sangat banyak. Dibawakan juga buah manggis dari ladang. Sungguh kami benar-benar merasa disambut oleh keluarga ini. Kami membicarakan banyak hal. Mulai dari kaki Ayah, pekerjaan Ayah, dan juga menyangkut pautkan wanita yang kini duduk di seberang Ayah. Aku juga b

  • DIA AYAHKU   Part 107

    Paman melajukan mobil dengan sangat handal. Sesekali melirikku dari balik kaca spion sambil tersenyum. Aku membalas senyum manis itu, seolah-olah kami saling berbicara tanpa suara. Entah bagaimana dengan Tante Retno dan juga Ayah, apakah mereka juga melakukan hal yang sama atau tidak. Bukankah yang namanya jatuh cinta itu tidak pernah memandang dari segi usia? Semua orang bisa saja berbuat konyol dan hal-hal tidak masuk akal lainnya. Seperti kami ini misalnya. Nekat pulang kampung layaknya satu keluarga, padahal belum ada ikatan apa-apa. Perjalanan yang melelahkan membuat kami sesekali berhenti. Banyak tempat pemberhentian di tepi-tepi jalan, dengan pondok es kelapa muda sebagai pemikatnya. Kami lebih memilih makan siang di tempat seperti itu, ketimbang berhenti di rumah makan atau restoran. Hal ini juga demi menghormati pengorbanan Tante Retno yang sudah memasak dari jam empat subuh tadi. Demi apa akupun tak tahu, sampai melakukan hal semacam ini. "Demi rasa kekeluargaan, kita h

  • DIA AYAHKU   Part 106

    Aku tak tahu kisah apa yang kini telah kujalani. Bisa-bisanya aku menjalin hubungan akrab dengan Tante Retno, begitu aku berhasil membujuk Ayah untuk pergi ke acara reuni bersamanya. Tak jarang Tante Retno mengajakku untuk menemaninya menemui klien. Bertukar pikiran dengan gambar fashion yang kini sedang di kelolanya. Dia terlihat sangat baik dan ramah, juga tulus. Selalu mengunjungi Ayah dan membantuku memasak layaknya seorang Ibu. Pernah Paman menyinggung soal pernikahan di depan keduanya, Tante Retno terlihat malu-malu, sementara Ayah, seperti biasa terlihat datar dan tanpa ekspresi."Ada-ada saja kau, Harun. Menikah denganku sama saja mendaftarkan diri menjadi pembantu," tegas Ayah. "Apa yang bisa diharapkan lagi dariku ini.""Tapi, Bang. Itu... " Paman sedikit menggaruk rambutnya. "Ada apa?""Itu... ""Itu apa?""Maksudku..., masih bisa kan, membuat adik buat Sarah?" wajah polosnya begitu serius seperti tanpa dosa. Sementara wajah Tante Retno dan Ayah tampak tegang dan juga me

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status