Home / Urban / DIALAH SANG DEWA PERANG / Bab 8 Edward Hamilton

Share

Bab 8 Edward Hamilton

Author: Seruling Emas
last update Huling Na-update: 2023-04-08 16:56:29

“Jangan buru-buru membuat kesimpulan, Jack. Kau tahu akibatnya jika menyinggung orang yang tak bisa kau singgung sama sekali!” Tuan Fred menasehati.

“Semua yang terjadi di sini, dan juga yang dialami mommy, tak mungkin hanya kebetulan, Tuan Fred!” Jack menggoyangkan tangannya yang sedang meremas kertas informasi itu.

“Saranku, datang dan bertanyalah secara pribadi pada ayahmu lebih dulu. Jangan masuk ke kediaman utama!” Tuan Fred mengejar Jack yang sudah berjalan keluar ruang kerja.

“Jangan khawatir. Aku tahu apa yang harus kulakukan!” Jack masuk ke kamarnya dan menutup pintu.

Tuan Fred masih mematung di depan pintu kamarnya. Pria paruh baya itu merasa sedikit kesulitan menghadapi Jack. Pada dasarnya ibu dan anak yang dilihatnya tumbuh besar itu memiliki sifat yang hampir sama. Sama-sama keras kepala. Namun, ibunya selalu bersikap tenang dan menyimpan rencana-rencananya sendiri. Sementara Jack, lebih ekspresif dan membuat keputusan sangat cepat.

“Aku hanya risau kau bernasib sama dengan Daniella, Jack,” batin Tuan Fred.

***

“Aku akan pergi antara satu atau dua hari. Jagalah rumah,” ujar Jack saat sarapan. Tom, bisa kau antar aku ke perhentian bis pagi ini?” tanya Jack.

“Tentu.” Tom mengangguk dan mempercepat makannya.

“Val, catat apa-apa kebutuhan granny yang mesti dibeli. Mungkin bisa dicarikan oleh Tom di kota,” ujar Jack pada Valerie.

“Oke!” jawab gadis itu.

“Apa lagi yang mungkin kalian butuhkan di perkebunan ini, Tuan Fred?” kau bisa siapkan catatannya untuk kupikirkan nanti.” Jack kembali memberi intruksi pada Tuan Fred.

“Akan kuperiksa. Hanya saja, kupikir kita harus membongkar tanaman anggur yang lama, lalu mempersiapkan lahannya untuk ditanami di awal musim semi berikutnya,” sahut Tuan Fred cepat.

“Kau selalu bisa melihat gambaran besarnya Tuan Fred. Tak heran grandpa sangat menyukaimu. Setelah aku pulang, kita akan lakukan seperti itu saja. Tapi, biarkan aku memeriksa dulu seberapa luas kebun kita yang rusak.”

“Begitu lebih baik.” Tuan Fred mengangguk tenang. Dia merasa punya kewajiban untuk membimbing Jack menjadi pengusaha perkebunan yang handal seperti kakeknya dulu.

“Kutunggu dalam lima menit, Val, Tom!” Jack menyudahi sarapannya dan berdiri.

Valerie langsung berdiri dan berlari ke kamar granny untuk mencatat semua kebutuhan perawatan yang harus dicari Tom di kota. Dia mencatat semuanya di ponsel dan mencari Tom untuk mendapatkan nomor pria itu.

Saat Jack sudah keluar dari kamarnya dengan pakaian rapi, Valerie langsung menyapanya. “Sudah kukirimkan pesananku pada Tom,” lapornya.

“Oke! Ayo Tom!” panggil Jack.

“Tom sedang mengeluarkan motormu dari garasi.” Tuan Fred memberi tahu.

Jack mengangguk dan melangkah ke pintu. “Aku berangkat. Jaga granny!” pesannya.

Val dan Tuan Fred mengangguk dari ambang pintu. Mereka mengawasi dua orang itu mengendarai motor antik menuju kota.

Jack mengambil uang di atm terminal bis. “Ini uang untuk pegangan kalian. Belilah juga semua kebutuhan rumah. Besok atau paling telat lusa, aku sudah kembali.”

“Baik.” Tom menerima uang yang diserahkan Jack dan buru-buru menyimpannya dalam saku dalam jaket. “Aku kembali, Jack.”

Jack berbalik ke dalam terminal setelah bayangan Tom menghilang dari pandangannya. Ponselnya berdering. Jack mengangkatnya.

“Aku sudah melihatmu!” kata suara di seberang. Tak lama sebuah mobil hitam pekat dan berkilat, berhenti di depan Jack. Pintunya segera terbuka.

“Masuklah!” ujar pria di samping kemudi.

“Kau baru kembali. Bagaimana kau bisa mendapatkan mobil semahal ini, Hunter?” tanya Jack sambil masuk ke dalam. Dia mengamati interior mobil dan sedikit menekan tempat duduknya. “Sangat nyaman.”

“Mobil ini sudah disediakan untuk tranportasimu, Bos. Sudh ada di garasi saat aku tiba. Kalau tak suka, kita bisa piliih mobil lainnya yang ada di garasi.” Hunter mengulas senyuman lebar.

Mobil itu meluncur ke luar kota. Hunter mengantar Jack ke New York lewat darat, setelah mengetahui bahwa pria itu ingin pergi dengan bus ke sana.

“Apakah yang lain sudah tiba?” tanya Jack.

“Lion akan datang bersama pasukan malam ini. Tiga hari lagi, acara pelantikamu.” Sahut Hunter.

“Tak perlu membuat acara besar. Cukup kumpulkan saja para komandan yang berada di bawahku,” perintah Jack.

“Sesuai perintah, Bos!” Hunter menyahuti.

Setelah itu Jack mendengar Hunter meneruskan perintahnya pada anggota tim lain.

“Bagaimana penelusuran kasus ibumu?” tanya Hunter.

“Aku sedang menelusurinya<” jawab Jack.

“Ke rumah ayahmu? Kenapa tak kau biarkan kami membereskan hal ini?” tanya Hunter lagi.

“Aku masih belum punya wewenang,” jawab Jack sekenanya.

“Apakah setelah pelantikan, kau akan mengijinkan kami menyelidiki hal ini? Aku yakin akan beres dalam dua hari!” ketus Hunter.

“Bantu selidiki saja. Biar aku sendiri yang menghadapi mereka!” tolak Jack.

“Baik.” Hunter tidak memaksa lagi.

Mereka sampai di New York menjelang sore. Jack hanya tahu rumah besar keluarga Hamilton. Dia mencoba menghubungi nomor telepon ayahnya untuk mengajaknya bertemu. Namun nomor itu seperti tidak aktif lagi, atau memang sengaja dimatikan.

“Apa yang terjadi? Apakah setelah kematian mommy, nomor ini langsung dimatikan?” gumamnya heran. Tak punya pilihan, Jack turun dari mobil dan memasuki halaman rumah besar itu. Hunter melajukan mobilnya pergi.

“Anda siapa? Mau bertemu siapa?” Seorang penjaga bertubuh besar, menghentikan langkahnya di depan pintu pagar.

“Aku Jack. Zachary Hamilton!” sahut Jack. “Aku mau bertemu ayahku, Aaron Hamilton. Ataupun Pria tua Itu, Edward hamilton!” jawab Jack dingin.

Penjaga itu sedikit terkejut. Dia belum pernah bertemu putra Aaron Hamilton yang satu ini. Kemudian dia melaporkan kedatangan Jack pada pengurus rumah. “Biarkan dia masuk!” jawab pengurus rumah itu.

Penjaga membuka pintu pagar. “Anda diijinkan masuk,” jawabnya sopan. Sekarang dia mengerti bahwa ada putra lain Aaron selain yang ada di rumah besar itu. Buktinya, pengurus rumah saja mengetahuinya dan buru-buru mempersilakan masuk.

“Jack? Kau Zachary?” Seorang pria yang mungkin setua kakeknya, menyambutnya di pintu. Namun, Jack yakin kakeknya yang angkuh tidak mungkin berpakaian seperti itu.

“Ya!” jawabnya singkat. “Apa aku bisa bertemu ayahku, Aaron Hamilton?”

“Kenapa kau datang ke sini?” Pria tua itu terlihat cemas.

“Karena aku yakin keluarga ini punya andil dalam pembunuhan mommy!” tuduh Jack.

“Apa! Daniella---” Pria itu sangat terkejut. Jack bisa menilai bahwa berita itu benar-benar baru didapatnya. Ekspresi terkejutnya bukan pura-pura.

“Ayahmu sedang berbisnis ke Washington, sejak sebulan ini. Kapan ibumu meninggal?” tanya pria itu ingin tahu.

“Kau siapa? Jika ayahku tak ada, aku mau bertemu dengan kakek!” Jack tak mau pulang tanpa hasil.

“Jack. Kau mungkin tidak mengingatku. Aku Hudson, Pengurus rumah tangga Hamilton. Kurasa … bertemu Tuan Erdward bukanlah ide yang bagus, Jack!” Pria itu mencegah niat Jack.

“Apa kau melarangku bertemu kakekku sendiri, atau dia yang memberimu perintah?” tanya Jack tegas.

Pria tua itu diam. Dia merasa sulit untuk melarang, tanpa perintah. Mencegah masuk juga tak mungkin, karena pria muda di depannya adalah pewaris sah kediaman itu.

“Ikuti aku.” ujarnya. Kemudian masuk dengan cepat.

Jack mengikuti langkah pria itu yang terus melangkah masuk ke bagian dalam rumah. Lalu ke belakang. Dia berhenti di sebuah ruangan luas yang terbuka mengarah taman dalam. Seorang pria sepuh, duduk di kursi malas sambil mendengarkan musik dari piringan hitam yang ada di bufet besar.

“Tunggu di sini!” kata Hudson. Kemudian pria itu mendekati pria yang sedang memejamkan mata dan berbisik.

Jack tak bisa mendengar percakapan mereka berdua. Namun tak lama, Pria tua yang setengah berbaring itu, duduk dengan tegak dan melihat ke arahnya. Dengan menumpu tongkat dari kayu redwood yang berkilat, Pria itu menghampiri Jack. Wajahnya sangat bengis.

“Dia sudah mati, Heh? Pelacur itu sudah mati? Kabar bagus. Aku senang sekali mendengarnya!” Pria tua itu tertawa senang di depan Jack yang wajahnya sudah menggelap suram menahan amarah.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Seruling Emas
Terima kasih tanggapannya kak
goodnovel comment avatar
Papa_Yor
ngeselin banget sih si kakek
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 148. Cinta Akan Menemukan Jalannya Sendiri

    Jack tidak mengerti sama sekali tentang urusan medis ini. Dia berpikir dan membuat dugaan-dugaan denagn beragam kemungkinan yang mungkin terjadi di lapangan, tanpa butuh banyak teori rumit. “Bagaimana jika kakek ternyata dihipnotis oleh orang lain agar melupakan semua hal yang dialaminya selama ini?” Jack terkejut sendiri denagn praduganya itu. Dengan cepat jarinya mengetik pesan pada Hudson untuk menyampaikan dugaannya pada dokter. Jack ingin dokter mencari ahli hipnoterapi untuk memeriksa kakeknya besok pagi! “Yah ... kita memang harus terbuka dengan segala kemungkinan!” gumamnya sendiri. Sebuah helikopter sudah menjemputnya di halaman rumah. Lion,Falcon, dan Ned, pergi menemani Jack ke pertemuan para pimpinan militer negara. Nyonya Smith juga turut serta dalam helikopter. Sebuah tas kerja yang menggelembung berada di pangguannya. Begitu Jack masuk dan duduk dengn baik, dia sudah menyerahkan tablet untuk dibaca sang jenderal muda. Granny dan Valerie menatap helikopter tentara it

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 147. Keterlibatan Alessandro Garcia

    Pria bertopeng itu tak peduli. Dia terus berjalan menuju pintu keluar. “Itu kalau kau bisa bertahan hidup di penjara dan tidak dijatuhi hukuman mati!” balasnya sinis.Keesokan pagi, kepolisian Philadelphia gempar karena Calvin Fisher ditemukan tergeletak tak berdaya di pinggir jalan depan kantor polisi. Pria itu langsung dilarikan ke rumah sakit dengan kawalan polisi dari kedua kota untuk menyelamatkan nyawanya.Di Meadow Creek, Jack sarapan dengan puas. Six telah melaporkan hal itu padanya sebelum subuh. Hatinya menjadi tenang dan seringan kapas. “Kau harus sembuh, Brianna,” bisiknya dalam hati.Iring-iringan mobil Jack menembus jalanan y ang ditutupi salju tipis. Kecepatan mereka tidak melebihi batas yang diperbolehkan, karena jalanan licin dan berbahaya. Tiba-tiba muncul seseorang yang tubuhnya penuh salju dan pucat, berdiri merenangkan tangan menghadang laju mobil.Para pengawal Jack segera waspada dan mengacungkan pistol lewat jendela pada orang itu sambil menurunkan kecepatan.“

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 146. Pilihan yang Tak Bisa Ditolak

    Hudson menggeleng tak berdaya. “Itu nomor private. Tak ada jejak panggilan di ponsel.”Jack diam dan memperhatikan kakeknya. “Aku terlalu letih dengan banyaknya rahasia masa lalumu. Aku tidak akan mempedulikannya lagi. Jika kau ingin aku mencari orang itu, maka sadarlah dan ceritakan masalahnya padaku. Jika tidak, aku tak ingin menggalinya. Biarkan dia muncul sediri jika berani!”Dokter tidak mengatakan ada yang buruk dengan kondisinya, selain pingsan yang diperkirakan karena kejutan kecil. Namun, tidak sampai membuat Edward Hamilton mengalami serangan jantung. Mereka sudah melakukan tes dan tidak melihat ada yang salah di jantungnya.“Aku akan istirahat di sini, malam ini. Kau bisa pulang dan istirahat di rumah. Hanya saja, besok pagi aku harus kembali bekerja.” Jack menjelaskan posisinya yang sulit.“Saya mengerti.” Hudson mengangguk.Malam itu Jack menghubungi Brodie Baker untuk datang dan membawakan laporan perusahaan yang membutuhkan persetujuannya ke rumah sakit. Dia mungkin aka

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 145. Pemakaman Vladimir Deska

    Jack tercengang mendengar pengakuan Six. Dia menggeleng gusar. “Kau sangat tahu. Dengan posisiku di ketentaraan, aku tidak akan membiarkan tindakan main hakim sendiri seperti ini!” dengusnya kasar. “Jangan khawatir, jika terjadi sesuatu, akulah yang akan bertanggung jawab. Kami sangat tahu bahwa kau telah membahayakan karier militermu dengan mengambil alih kepemimpinan kelompok dalam masa krisis ini. Kami sangat berterima kasih untuk itu.” Six mengangkat tubuhnya yang semula membungkuk jadi duduk tegak dan menoleh pada Jack di samping. “Kami semua sudah menyepakati bahwa kami tidak akan pernah menyebutmu sebagai pimpinan jika terjadi hal yang mungkin akan menyeret kita semua ke ranah hukum!” Jack tak menyangka akan mendengar hal seperti itu. Kalian ....” Six mengangguk. “Kau jangan merasa terbebani dengan Kelompok Bawah Tanah. Sedikit hal yang kusesali tentang keinginan Deska yang menjodohkanmu dengan Brianna, meskipun dia mengetahui pekerjaanmu.” Six berdiri dan menghampiri lagi

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 144. Rencana Pembalasan Six

    Para pelayan di kediaman Deska langsung menyiapkan pemakaman untuk keesokan hari setelah mendapatkan informasi resmi tentang meninggalnya tuan mereka. Sementara itu, Jack dan pelayan pribadi Vladimir Deska tetap menunggu hingga semua prosedur selesai. Mereka membawa pulang peti jenazah Deska beberapa jam kemudian saat malam sudah turun.Jack mengabarkan pada Tuan Fredd bahwa dia tak bisa pulang, karena ayah mertuanya meninggal hari itu. Dia akan tinggal hingga pemakaman selesai dilakukan.Wajah seisi rumah itu diliputi kesedihan mendalam. Apapun pekerjaan Vladimir Deska di luar, dia tetaplah majikan yang baik pada para pekerjanya di rumah itu. Hingga tengah malam, makin banyak tamu dan perwakilan perusahaan yang datang ke kediaman dan melihat Vladimir Deska untuk terakhir kali.“Kami tidak melihat Brianna sejak tadi. DI mana kah dia?” tanya salah seorang tamu pada pelayan rumah.“Nona juga sedang sakit saat ini. Itu sebabnya tidak bisa hadir di sini,” jawab salah seorang pelayan.“Sa

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 143. Akhir Vladimir Deska

    Jack melangkah cepat mengikuti pelayan pribadi Vladimir Deska yang menunggunya di helipad.“Bagaimana keadaannya sejauh ini?” tanya Jack.“Tak ada kemajuan, Tuan Muda,” jawab pria itu lesu.Jack melirik pria di sampingnya. Pelayan itu tampak sangat letih, tapi tetap berusaha sigap melayani tuannya.“Kau bisa istirahat sebentar setelah ini. Biar aku yang menjaga Tuan Deska!” kata Jack.“Saya tahu Anda murah hati, Tuan Muda. Namun, saya juga tahu bahwa Anda pun memiliki banyak hal untuk diurus. Saya tidak akan membebani Anda lebih jauh,” tolaknya dengan penuh pengertian.Jack memaksa jika memang pria itu merasa masih sanggup melakukan tugasnya. Mereka memasuki lift menuju lantai perawatan Vladimir Deska.Jack menatap nanar mertuanya terbaring dengan begitu banyak alat bantu di tubuhnya. Pria yang pernah sangat berkuasa di Kelompok Bawah Tanah itu, kini terbaring tak berdaya. Bahkan untuk menarik napas saja sudah tak mampu.“Tuan Muda, Dokter ingin bertemu dengan Anda.” Pelayan pribadi i

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status