Demi mendengar suara lelaki, lebih-lebih dia kenal. Riva langsung menegakkan tubuh. Bola matanya melebar cantik, dengan wajah syok level akut.Dia dan Beita ada di satu kamar, satu ranjang lagi. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Binar benci terlihat di mata Riva.Beita sejenak merasa terluka melihat tatapan Riva padanya. "Harusnya aku yang tanya. Apa yang sudah kamu lakukan padaku semalam." Pria itu mencondongkan tubuhnya, hingga Riva terpaksa memundurkan diri. Tapi tindakannya berakibat fatal. Riva yang berada di tepi ranjang, hampir terjun dari kasur andai Beita tak menahan pinggangnya."Men-menjauh dariku!" Riva membebaskan diri dari situasi canggung yang aslinya membuat jantungnya berantakan kinerjanya.Namun rasa marahnya pada Beita masih terlalu besar. Dia tentu tak akan melupakan kejadian hari itu."Kenapa? Bukannya semalam kamu yang merengek padaku?" Pancing Beita. Dia tentu masih ingat dengan jelas, bagaimana merepotkannya Riva semalam.Jika dulu dia langsung menyiram Riva d
Walau sudah mempersiapkan diri untuk ditolak. Tetap saja perih itu terasa. Sungguh, ternyata sesakit ini rasanya tidak diakui oleh orang yang seharusnya menyayangi kita.Bibir Serena terkatup rapat. Wajahnya menunjukkan kalau dia sedang berusaha keras, untuk tidak memaki Edgar atas kesalahannya.Oh, Serena buru-buru merevisi prasangkanya. Bagi mereka yang brengsek, tidak ada masalah meninggalkan wanita yang sudah mereka tiduri begitu saja. Edgar salah satunya. Harusnya Serena memang tak berharap lebih.Al sendiri setelah melihat reaksi Edgar, pria itu meyakini kalau Edgar sebenarnya sudah tahu siapa Serena. Jika responnya seperti barusan, berarti Edgar memang tidak menginginkan Serena. Tidak masalah, Alterio bisa memberikan semua pada Serena."Tidak ada yang dia inginkan. Dia punya segalanya saat ini.""Apa maksudmu?" Edgar menangkap niat lain dalam ucapan Alterio.Edgar lekas memperhatikan bagaimana protektif-nya Al pada Serena. Jantung pria itu berdebar kencang. Mungkinkah Serena
Serena termenung cukup lama di kamar. Dia pandangi wajahnya yang seketika mengingatkannya akan Nereida. Sebelum dia menyadari satu hal. Mata birunya adalah milik Edgar."Itulah kenapa aku tidak asing saat melihat matanya. Ternyata bounding ayah dan anak itu memang ada. Aku bahkan tidak tahu wajahnya sejak lahir. Tapi waktu melihatnya untuk pertama kali, aku merasa mengenalnya."Istri Al telah memutuskan untuk muncul di hadapan Edgar. Bukan untuk menuntut materi seperti yang Max maksud. Namun dia ingin membuktikan, kalau anak yang tidak pernah Edgar inginkan, bisa punya kemampuan yang layak untuk diadu.Diakui? Tidak, Serena juga tidak punya keinginan seperti itu. Pada intinya, Serena hanya ingin menunjukkan kalau dirinya ada di dunia. Perkara Edgar akan mengakuinya atau tidak, dia tidak mengharapkannya."Sudah siap?" Alterio masuk sambil menenteng jas sebelum memakainya. Serena dengan sigap membantu. Alterio hanya diam sambil memperhatikan paras cantik istrinya."Putri Martinez mau
"Ayo nikmati pestanya, Va." Puluhan gelas diangkat untuk bersulang. "Cherrsss!" Teriak mereka. "Jarang-jarang lo Riva nongol di tempat beginian. Biasanya dia nongkrong di arena balap. Sama cowoknya yang kece." Mesya mulai jadi kompor meleduk. Riva yang sudah habis satu gelas, berdecak kesal. "Mana aku punya cowok?" Kilahnya. Tampilan gadis itu malam ini benar-benar menggoda. Celana kulit membalut kaki jenjangnya. Meski seri yakult, tapi Riva tetap punya pesonanya sendiri. Tank top yang dia pakai ditutupi jaket kulit yang kian menambah keseksiannya. Siapapun yang melihat pasti tahu kalau Riva barang bagus. Tapi semua yang ada di sini tahu siapa dirinya, maka mereka tidak berani macam-macam. Berurusan dengan keluarga Alexander akan merepotkan mereka. Tapi bukannya tidak ada yang memanfaatkan kesempatan itu. Yang ada di ruangan itu sebagian besar perempuan. Dengan satu dua pria yang datang menemani pasangannya. Mesya khusus menjaga Riva malam ini, makanya dia tidak boleh mabok. Ti
Sudah dua hari Beita mangkir dari pekerjaannya. Tidak ngantor, tidak dinas. Dia hanya mengurung diri di The Hills. Rumah yang sejatinya masih satu komplek dengan The Palace.Sebenarnya area itu memang sudah diklaim oleh klan Black Diamond. Mereka beli resmi, patungan. Nah tiap anggota inti bebas bangun rumah di situ. Selain Beita ada Felix dan Paul yang sudah punya kediaman sendiri. Max sendiri memilih nimbrung di The Palace. Sebab laboratorium tercintanya ada di sana. Dia tidak mau pisah. Soalnya ribet jika harus memindahkan lab sebesar itu. Belum lagi resiko meledak dari bahan kimia dan formula jika dipindahkan.Lebih jauh lagi karena lab Max di The Palace dirancang tahan ledakan. Baik dari ketebalan dinding betol yang mencapai tujuh belas inci. Ditambah struktur bangunan juga material pembuatan.Lab Max hampir menyerupai bunker yang tidak bisa ditembus serangan dari luar. Sekaligus ledakan dari dalam tidak akan merusak keluar.Bagaimana bisa Max meninggalkan tempat itu jika iany
Satu pukulan Edgar berikan pada sang asisten. Pria itu tampak marah luar biasa."Maafkan saya, Tuan. Saya pikir Anda ingin menghabiskan waktu dengannya. Jadi saya berinisiatif memberikan obat itu.""Lancang! Kau pikir setiap gadis yang kutemui akan jadi teman tidurku. Berapa lama kau ikut aku, Ben. Seharusnya kau tahu mana perempuan yang ingin kutiduri dan mana yang tidak!"Ben tertegun. Hanya karena seorang Serena, Edgar memarahinya habis-habisan. Ini tidak masuk akal, kecuali karena sesuatu yang tidak dia ketahui.Mungkinkah sang tuan telah mengetahui siapa Serena. Tapi sepertinya tidak mungkin. Jika Edgar tahu siapa Serena pria itu pasti akan membawa Serena pulang.Menjadikannya pewaris. Serena memang memenuhi syarat untuk semua itu. Meski hanya lulusan sekolah menengah, tapi kecerdasan dan kemampuan Serena setara dengan mereka berpendidikan strata satu."Maaf, Tuan. Saya salah kali ini. Apa Tuan ingin mengagendakan pertemuan lagi. Saya akan minta maaf, lalu akan buatkan janji deng