halo semua, apa kabar? 😊🫶🫶
Serena mengayunkan langkah ke kamar Al. Semua file yang ada di Ipad-nya mendadak hilang. Dia tidak tahu cara memulihkannya. Serena sudah memutari rumah, tapi tak menemukan Paul yang terkenal ahli dalam jaringan IT.Max dan Felix juga sedang keluar. "Cari saja Al, dia bisa memulihkan data kalau cuma hilang di Ipad." Max menyarankan.Serena awalnya ragu, dia cukup lama mondar mandir di dalam kamar. Dia sedang tidak ingin berdekatan dengan Al. Namun semua hasil kerja kerasnya ada di dalam benda tipis nan canggih tersebut.Dia tidak mau kehilangan semua itu. Karenanya, mengesampingkan rasa kesal di hati, Serena tak punya pilihan selain minta tolong pada Al.Kakinya berhenti di depan pintu ganda berwarna cokelat. Al sudah mengatakan, dia salah satu orang yang bisa masuk ke kamarnya.Namun sepertinya waktu yang Serena ambil tidak tepat. Sebab ketika dia membuka pintu, yang dia lihat justru sebuah pemandangan yang membuat suaranya tercekat.Serena melihat Al sedang mencium Ara. Jantungnya b
"Lanjutkan! Fokus Serena!"Ingin rasanya Serena memaki, tapi dia jelas tidak mau disuruh squat jump dua puluh kali gegara mengeluh.Walau baru sembuh dari kedinginan, Beita tetap melatih Serena malam itu. Kali ini menembak jadi materi yang Beita ajarkan.Sesuai penilaian Al, Serena punya bakat dalam menembak. Cukup mengherankan, mengingat Serena sangat canggung saat bersinggungan dengan senjata api. Namun, begitu benda tadi berada dalam genggaman Serena. Gadis itu seketika menampilkan sisi lain dari dirinya.Meski sekali lagi, kemampuan Serena perlu diasah hingga maksimal."Apa yang buat fokusmu pecah, buang! Kalau kau gagal lagi, push up tiga puluh kali."Suara Beita benar-benar alarm mengerikan untuk Serena. Latihan menembak tidak masalah. Mengingat Serena menyukainya. Yang membuatnya malas adalah sebelum latihan, dia diharuskan masuk ke gym lima belas menit.Sebelum latihan yang sesungguhnya, Serena sedikit demi sedikit dilatih fisiknya sekalian pemanasan.Serena mendengus kesal.
"Apa maksudmu kau akan pergi?" Frans bertanya pada Nereida yang telah berganti pakaian."Putriku akan menjemputku. Dia dalam perjalanan kemari," balas Nereida. Cinta itu masih begitu besar untuk Frans.Tapi Nereida akan merelakannya, dia ingin menjalani hidup lebih baik bersama Serena, putri kandungnya."Jangan mimpi. Jika kau keluar dari sini, Eternal Diamond akan jatuh sepenuhnya ke tangan Anthony."Serena tertawa mendengar ucapan Frans. Dia benar-benar bodoh telah percaya pada Frans selama ini."Tetap tinggal di sini," pinta Frans."Tinggal? Kau ingin aku berada di rumah ini, melihatmu dan dia bermain tiap waktu. Maaf, aku tidak sudi." Nereida melempar pandangan jijik pada perempuan yang mengenakan gaun seksi. Wanita yang sejak tadi duduk di sofa, mendengarkan pembicaraan Frans dan Nereida sambil meminum wine dari gelas bertungkai panjang."Kenapa? Kau tidak terima? Dia perlu servis, sementara kau tidak mau melayaninya. Salahku di mana?""Salahmu kau muncul di antara kami. Kau mem
Serena kehilangan kata saat memeluk ibunya yang sudah tidak bergerak. Bunyi bising alat pendeteksi detak jantung tak lagi mengganggunya. Semua tidak ada artinya jika sang ibu tak lagi bersamanya."Jangan pergi, jangan tinggalkan Rena. Rena mohon, Bu. Rena janji, Rena akan bersama Ibu, Rena tidak akan tinggalkan Ibu. Ibu, bangun. Ya, jangan begini."Lalita menunduk, dia tidak pernah menangis tapi kali ini dia melakukannya. Sergie juga cuma berdiri mematung, bak prajurit siap menerima perintah dari komandannya."Rena ...."Ravi menyentuh bahu Serena. Tapi sang gadis menggeleng ribut. "Tidak! Ibu masih hidup!" Tandasnya coba mengingkari apa yang logikanya beritahu.Berat bagi Ravi untuk menerima, tapi faktnya memang seperti itu. Dia sudah mengkonfirmasi pada Lalita dan benar. Menyakitkan, sangat. Saat Serena siap memberikan kebahagiaan, Nereida justru pergi."Rena ...." Ravi berucap lagi ketika Serena mulai berhenti menangis. Gadis itu sejak tadi menunduk, tidak berucap sepatahkatpun.Sa
"Max, periksa dia. Aku membiusnya, dia berisik."Perintah Al begitu pria itu sampai di laboratorium Max.Serena sudah dibaringkan di tempat tidur. Max dengan sigap memeriksa. Sementara Al akhirnya mengutus Lalita untuk mengikuti Ravi. Dia harus pastikan Nereida mendapatkan pemakaman yang layak.Jika keluarga Alexander tidak ingin memberikan, maka dia yang akan melakukannya."Hanya syok. Tidak berbahaya." Lapor Max kala Al sudah berdiri di hadapannya.Al memandang Serena yang pipinya masih basah oleh airmata. "Aku cukup paham perasaannya. Dia kumpulkan uang, dia minta aku carikan donor jantung untuknya. Giliran semua sudah siap, ibunya justru meninggal. Mana caranya tragis gitu. Wajar kalau Serena mengamuk."Suami Serena masih tak merespon. Dia hanya diam sambil memperhatikan istrinya."Biarkan dia istirahat kalau begitu."Max menurut, dia dan Al keluar dari tempat itu. Satu kesalahan fatal yang Al dan Max lakukan."Tapi istrimu hebat. Untuk pemula ...."Suara Max menghilang di balik
Thalia melipat tangan, tatapannya tajam mengarah pada Anthony. "Kau mengincarnya?""Aku mau dia sejak lama, tapi dia selalu bisa kabur. Tidak masalah dia bekas Alterio. Dia tambah cantik juga seksi. Betul tidak?"Anthony mencondongkan tubuhnya, dengan Thalia lekas memalingkan muka, enggan mengakui kalau yang dikatakan sang kakak benar."Dari mana kau tahu dia Alterio Inzaghi?"Anthony mengedikkan bahu. Tanggapan Anthony membuat Thalia berdecih kesal."Tapi instingku mengatakan jika Alterio Inzaghi. Bagaimana tampan bukan?"Thalia akui, sosok yang membawa Serena pergi mempunyai rupa menawan. Dari sepasang mata yang dibingkai alis tebal, sudah mewakili seluruh fitur ketampanan yang lelaki itu miliki.Adik Anthony menggertakkan rahang, jika dia tahu Alterio tampan, dia akan terima pernikahan hari itu. Tapi sekarang, justru Serena yang menikah dengan Alterio. Namun semua itu masih praduga dari Anthony. Baik Thalia maupun Anthony belum bisa memastikan kebenarannya."Yang kau katakan tadi
"Serius kau biarkan dia masuk sendirian?" Felix bertanya pada Al yang saat ini berdiam diri di ruang kerjanya."Dia pulang ke rumah keluarganya," balas Al enteng."Bahkan yang namanya keluarga bisa jadi musuh yang berbahaya. Kita tahu kalau Elle Alexander tidak menyukai Serena dan Nereida," tandas Felix."Lalu apa gunanya kita tempatkan Sergie dan Lalita di sana. Lagi pula, akan ada banyak orang. Elle Alexander tidak mungkin bertindak seenaknya.""Al aku temukan sesuatu!" Paul menyerbu masuk dengan wajah antusias.Al dan Felix sama-sama menyuguhkan ekspresi yang bisa diartikan sebagai "apa maksudmu""Elle Alexander dan Soraya berteman. Tebak ke mana arah pertemanan mereka.""Soraya, adik ipar Frans Hernandez. Coba aku tebak, perempuan matre yang rela membuka paha supaya dapat lakik kaya. Agar hidup mereka terjamin." Felix menyahut cepat.Paul menjentikkan jari, tepat sekali jawaban Felix."Jika Elle hidup terhormat dengan Nandito Alexander, Soraya lebih pilih jadi benalu. Menempel pad
Elle mundur menjauh, ketakutan melihat sosok Serena yang tanpa ragu menarik rambut Soraya. Teman Elle menjerit-jerit minta tolong, tapi tidak ada yang berani menolong.Mereka tahu siapa Serena. Nona muda di keluarga Alexander. Meski banyak orang di kediaman itu mencibir soal asal usul Serena, tapi mereka tetap tak berani berbuat apa-apa.Terlebih tuan besar dan tuan muda mereka sangat mengayomi Serena."Tolong, tolong saya tuan Alexander," mohon Soraya. Akting memukau Soraya suguhkan, siapa tahu Nandito Alexander atau Ravi terpikat padanya. Namun tebakan Soraya salah, dua pria keluarga Alexander terlalu lurus untuk dia goda."Kalau Paman membelanya, aku juga akan benci Paman," ancam Serena. Dia gulung rambut Soraya hingga perempuan itu menjerit kesakitan lebih lantang."Siapa yang mau membelanya. Terserah kau mau melakukan apa padanya."Bola mata Soraya nyaris melompat keluar dari tempatnya mendengar jawaban Nandito. Pria itu bahkan mendukung tindakan Serena, sinting.Serena menyungg
Alterio mendengus kesal. Dia berjalan keluar dari ruangan dengan langkah tergesa, tapi tidak mengganggu tidur Serena. Perempuan tersebut tak terusik sedikitpun oleh suasana hati Al yang buruk.Al benci, dalam sehari dia mendapat dua kali ceramah dengan materi sama. "Max sama Ravioli punya telepati kali ya," gerutu Al.Menyoroti nasihat Max dan Ravi yang sama intinya. Serena itu menarik di mata pria lain."Siapa yang berani melirikmu," tanya Al pada Serena yang telah berpindah ke kursi penumpang. Pria itu bisa naik lift yang membawanya turun ke lantai dekat parkiran. Hingga dia tidak perlu menghadapi dua petugas keamanan songong tadi.Dua sosok yang ternyata menunggu Serena dan Alterio turun dari ruangan Ravi. Siapa sangka jika Alterio membawa Serena melalui jalan lain. Hingga di tunggu sampai lebaran monyet pun, mereka tidak akan bertemu Serena dan Al.Tidak ada respon atas pertanyaan Al. Serena agaknya terlalu lelap untuk diganggu tidurnya. Al belum ingin pulang. Jadi dia membawa Se
Alterio kalang kabut waktu mendapati Serena tak ada di rumah. Saat makan siang dia menyempatkan diri untuk pulang. Felix berkata Serena belum masuk kantor. Jadi dia pikir sang istri pasti di rumah.Namun dia tak mendapati siapapun di rumah utama. Bahkan Beita yang tadi pagi lukanya terbuka lagi, sudah berada di kantor.Al langsung naik ke rumah pohon, tapi Serena tidak ada di sana. Pria itu kembali mencari, kali ini dia langsung menemukan keberadaan Serena.Satu lokasi yang membuat Alterio diserang kesal. Dalam hitungan menit, Alterio sudah berjibaku dengan dua petugas keamanan yang kali ini yakin kalau mereka bertindak benar.Alterio tidak punya kartu akses, juga bukan petinggi ED. Dia tidak diizinkan masuk."Aku memang bukan orang penting di sini, tapi aku bisa membuka lift dengan sidik jari. Jadi apa itu dianggap layak untuk bertemu bos kalian."Tumben Alterio bersikap kooperatif. Padahal dia bisa saja menerobos masuk tanpa peduli bakal memicu keributan. Atau sekalian Al ledakkan s
Serena melipat tangan, melihat dua petugas keamanan yang sumringah melihat asisten Ravi. Mereka pikir ini waktunya mengusir Serena.Namun sapaan dari asisten Ravi membuat mereka tertegun. Pria yang sebelas dua belas dengan Ravi dinginnya, tampak hormat pada Serena."Nyonya, kenapa tidak bilang kalau mau ke sini?"Ha? Paras dua petugas kebersihan tadi berubah kecut. Asisten Ravi menyapa dengan santun, itu artinya pria dengan tampilan formal itu kenal baik dengan Serena."Aku sedang luang. Bolehkah aku bertemu Ravi Alexander?"Makin tercengang dua petugas tadi. Serena bahkan tidak perlu memanggil Ravi dengan sebutan tuan. Apa hubungan bos mereka dan perempuan cantik di depan mereka.Mungkinkah wanita itu adalah kekasih tuan mereka. Saat kepala mereka masih dipenuhi tanya. Asisten Ravi sudah menjawab dengan antusias."Tentu saja. Kantor ini milik Anda, Nyonya bebas datang kapan saja. Mari." Sang asisten menunjukkan jalan.Serena sempat melihat wajah dua petugas tadi berubah pias. Baru ta
Serena kesal sekaligus sedih di waktu bersamaan. Fakta kalau Lisa adalah dalang dibalik kejadian beberapa waktu lalu, cukup memukul mentalnya.Padahal Lisa punya tempat tersendiri di hati Serena. Sekarang Lisa sudah tidak ada. Ada hampa juga kecewa yang Serena rasakan. Perempuan itu meringkuk di bantal besar yang terhampar di lantai.Serena tanpa Al duga pergi ke rumah pohon. Dia melamun sambil memandang ranting pohon yang jadi atap tempat itu.Dia tidak tahu apa yang akan dia hadapi besok. Apa mereka masih akan menghujatnya, atau semua sudah berhenti. Apa yang harus Serena lakukan.Haruskah dia pergi ke kantor atau tetap bersembunyi seperti hari ini. Helaan napas berat jadi hal terakhir yang Serena lakukan sebelum memejamkan mata.Dia berniat kabur dari Al malam ini. Dia marah pada sang suami. Namun rencana kabur Serena tinggal rencana saja. Sebab lima belas kemudian, suara langkah mendekat terdengar. Diikuti hembusan napas penuh kelegaan. Al menemukan Serena. Pria itu duduk bersila
Lisa pikir masih bisa menyelamatkan diri. Dia akan mencobanya. Tidak peduli Gaston hanya memanfaatkannya atau sungguh menyayanginya. Lisa akan urus nanti. Yang penting kabur dulu.Dia melihat celah saat semua orang orang fokus pada Serena. Istri Alterio? Ini di luar perkiraan. Gaston bilang, Serena hanya salah satu wanita yang sedang dekat dengan pria itu.Jadi Serena adalah target yang tepat jika ingin mengusik Al. Siapa sangka jika posisi Serena lebih dari itu.Serena masih sibuk berdebat dengan Al. Dua orang itu sepertinya punya hubungan rumit. Suami istri tapi kesannya jauh dari itu. Dalam pikiran Lisa, Serena adalah sasaran yang bisa mengacaukan konsentrasi Alterio dan yang lainnya.Maka ketika dia berhasil merebut senjata Felix. Benda itu langsung terarah pada Serena."Mati kau!" Letusan peluru terdengar. Serena ditarik menghindar. Gadis itu terkejut, dia pun menoleh. Serena langsung syok mendengar tembakan kembali terdengar. Lisa ambruk di tanah, dengan Beita menekan lengann
Awalnya Serena memang berniat tidur. Tapi kemudian dia terjaga dan sulit memejamkan mata kembali. Kejadian hari itu, meski Al dan pamannya menunjukkan sikap bahwa semua baik-baik saja.Tetap saja Serena merasa terganggu. Dia tidak tahu bagaimana suasana di luar sana. Apa mereka masih menuduhnya sebagai pembunuh?Melihat ekspresi Al yang tenang macam biasa. Serena menduga kalau pria itu telah temukan jalan keluarnya. Namun Serena tetap tidak tenang.Pada akhirnya dia meraih jaket Al, memakainya lalu berjalan keluar kamar. Suasana The Palace sepi. Serena pikir sebab mereka pergi dinas bersama Al.Langkah Serena menuntunnya menuju rumah pohon. Tempat yang akhirnya Al bangun sedemikian rupa. Ada tangga yang memungkinkan Serena tak perlu memanjat kalau sedang malas.Dalam hitungan detik, dia sudah berdiri di atas rumah pohonnya. Ada lantai papan yang disediakan jika Serena ingin selonjoran di sana.Semua terlihat menyenangkan. Serena sesaat menutup mata. Dia nikmati semilir angin malam yan
"Tidurlah."Alterio mengusap punggung Serena yang terbaring di atas dadanya. Mereka sudah pulang dari mansion Alexander dua jam lalu.Keduanya menolak saat diminta untuk menginap. Alterio menjawab dengan santai kalau kewajibannya sebagai menantu keluarga Alexander setidaknya sudah dia penuhi.Jadi perkara menginap atau tidak akan diurus lain kali. Nandito tak bisa mencegah Alterio, terlebih pria itu berujar masih punya masalah yang harus diurus.Dari ekspresi Al, Nandito langsung tahu kalau persoalan yang harus dibereskan Al adalah perkara Thalia."Enggak bisa.""Masih mikirin Thalia. Dia sudah mati. Langsung dikubur tadi.""Ngapain mikirin mayat. Serem.""Lalu?" Al sejatinya sangat terganggu dengan tingkah Serena yang mendadak jadi kelinci imut yang menggemaskan.Serena yang biasanya tantrum kalau dia sentuh, kini tiba-tiba jadi pasrah. Diam saja saat pria itu menariknya dalam pelukan."Terima kasih buat dua triliun itu."Akhirnya Serena tahu kalau Al adalah orang yang membantu keuan
Ekspresi Elle berubah tegang. Sama halnya dengan Nandito. Bedanya pria itu dengan cepat bisa mengendalikan diri."Bukan hal besar. Hanya saja dulu ibumu sangat baik pada tantemu. Tapi dia justru berlaku buruk padamu. Om jadi malu."Serena mengulas. Dia sangat senang sikap Nandito tak berubah padanya. Meski di luaran sana banyak orang blak-blakan mencacinya."Kapan kamu datang? Kenapa tidak kasih tahu. Datang sama Lalita atau Sergie? Atau sama suamimu?"Pertanyaan beruntun Nandito berikan. Pria itu aslinya sangat cemas dengan pemberitaan soal Serena. Takut Serena terpengaruh lantas tak mampu bertahan."Aku datang sama Lalita. Sergie lagi ada urusan. Tahu sendirilah."Nandito tersenyum merespon jawaban Serena. Sang keponakan sengaja tak menjawab soalan seputar suaminya."Turunlah makan sebentar lagi. Tante siapkan makan malam." Elle pilih menghindar dari situasi yang menyudutkan dirinya. Serena mengangguk, tidak merespon berlebihan. Setelahnya suasana hening menyelimuti ruangan dengan
Kejadiannya persis seperti Nereida. Serena merekam dengan apik di benaknya. Seperti apa ibunya saat terjatuh dari tangga, lalu berhenti dengan kepala terus mengucurkan darah.Akibatnya, tak lama kemudian Nereida meninggal. Serena mematung di tempatnya berdiri, menyaksikan beberapa orang mulai berdatangan memberi pertolongan pada Thalia.Jiwa Serena serasa terhisap kembali ke masa itu. Saat dia menangis histeris saat Lalita dan Sergie mencoba menyelamatkan ibunya. Namun gagal."Ibu, mereka sudah mendapat balasannya. Ibu bisa tenang di sana.""Dia yang mendorongnya!" Suara itu membuat Serena tersadar. Saat itu Serena merasa ada tangan yang menyentuh bahunya. Lalita ada di sana. Jelas untuk melindunginya."Jangan sembarangan menuduh. Memangnya kamu lihat kejadiannya?" Seru yang lain. Tubuh Thalia sudah diangkut menuju rumah sakit. Yang tersisa di sana tinggal staf umum RD. Kenapa disebut umum, sebab mereka murni karyawan biasa.Kalau mereka merangkap anggota Black Diamond. Mana berani