Share

Aku Harus Kabur

last update Last Updated: 2025-06-06 02:28:53

Aku terus berlari menyusuri lorong, tidak perduli pada apapun lagi. Sayangnya tepat di belokan, langkahku harus terhenti saat mendapati sebuah jalan buntu.

Aku pun memindai sekeliling, hingga menemukan sebuah pintu kecil dan bergegas masuk ke dalamnya yang ternyata adalah lemari loker khusus tempat penyimpanan alat-alat kebersihan.

Aku berusaha mengatur napas sebisa mungkin agar tidak terdengar, bahkan aku bisa mendengar suara langkah kaki mereka di luar sana saat ketiganya mendekat. Aku lantas berusaha mengintip dari sela-sela ventilasi.

"Dasar bodoh! Kenapa kamu bisa kehilangan wanita itu?!"

"A-aku hanya sedang membuka pintu. Tapi, ternyata Dia berhasil melarikan diri."

"Dasar si cacat goblok! Cari Wanita itu sampai dapat! Jika tidak, Tuan Kennan akan marah besar dan nyawa kita bertiga akan menjadi gantinya, mengerti?!" Tangannya memukul kepala si pria kurus itu dengan kuat.

Si pria kurus terlihat meminta maaf berulang kali yang segera didukung oleh si wanita berbadan gemuk itu.

Entah apalagi yang mereka perbincangkan saat si pria berbadan kekar terlihat menendang pintu tempat persembunyianku dengan kuat, membuatku hampir menjerit. Namun, segera aku bungkam mulutku dengan tangan bersama jantung berdegup sangat kencang seolah-olah hendak lepas dari raga.

"Hey, apa kalian mendengar sesuatu?" ujar si pria berbadan kurus terbata-bata.

Oh, apa dia mendengar suara napasku?

"Aku tidak mendengar apapun dan berhentilah mengoceh, karena—" Si pria berbadan kekar menghentikan ucapannya saat mendengar dering ponsel terdengar, "sstttt! Diam! Tuan Kennan menelepon!"

Aku bisa melihat keduanya menganggukkan kepala.

"Halo, Tuan," ujarnya sopan yang justru terkesan seperti tengah menjilat seseorang dan itu membuatku jijik, "oh, tenang saja, Tuan. Sebentar lagi operasi akan selesai." Ia berusaha keras bersikap santai. Lalu, menggerakkan kepala agar kedua temannya mengikuti langkahnya pergi.

Lagi dan lagi keduanya menurut, mengikuti langkah pria itu meninggalkan lorong ini, dan itu tentu saja membuatku lega. Namun, masih tidak berani melepaskan bekapan tangan di mulut.

Hening bahkan terasa selama beberapa saat hingga aku pun merasa keadaan sudah aman. Aku lantas melepaskan bekapan tangan juga mengatur napas sembari menyeka keringat sambil duduk bersender dan memejamkan mata, merasa lega untuk saat ini.

Aku tahu aku harus segera pergi dari tempat ini sebelum mereka berhasil menemukanku. Aku lantas kembali berusaha mengintip dari celah ventilasi dan menemukan di dinding sana jendela ventilasi yang aku rasa mampu aku lewati.

Perlahan aku membuka pintu, tak lupa meraih sesuatu yang bisa aku gunakan sebagai alat pertahanan diri.

Aku lantas keluar perlahan, tak lupa menatap sekitar guna memastikan diriku aman. Saat kulihat lorong sepi, aku lantas mengambil beberapa tumpukan kayu pallet guna menjadi tempatku menjejakkan kaki.

Aku lantas naik, dan berusaha membuka lubang ventilasi tersebut menggunakan benda yang aku bawa, sebuah obeng panjang.

"Aku pasti bisa," gumamku lirih sambil terus berusaha sekeras mungkin hingga akhirnya benda tersebut berhasil aku taklukkan. Namun, karena terlalu bersemangat, aku sampai melupakan memeganginya dengan kuat hingga akhirnya terjatuh ke lantai dan menimbulkan suara keras, "oh tidak."

"Hey, siapa di sana?!"

Aku kaget setengah mati saat mendengar teriakan tersebut, lalu lantas menengok sebentar dan mendapati si pria kurus berjalan cepat terpincang-pincang ke arahku, membuat mataku terbelalak dan bergegas naik ke dalam lubang ventilasi.

"Jangan kabur kamu!"

Aku mengabaikan. Aku tidak perduli dengan teriakannya karena aku yakin sekali tertangkap, aku dan janinku pasti tidak akan pernah selamat.

Aku bahkan masih bisa mendengar teriakannya saat tubuhku berhasil lolos melewati lubang tersebut dan mendarat di sebuah tempat pembuangan sampah yang sangat busuk. Namun, aku tidak perduli sekitar apa tempat itu, bagiku yang terpenting sekarang adalah berusaha melarikan diri secepat mungkin dari tempat ini.

Aku terus berlari menyusuri lorong gelap tersebut, bahkan aku bisa mendengar bunyi langkah kakiku juga suara cicitan tikus sepanjang lorong.

"Aku harus belok ke mana?" pikirku saat akhirnya sampai di ujung lorong yang mempunyai dua arah. Namun, belum sempat aku berpikir lebih lanjut, sorot senter mengenai wajahku dari arah salah satu lorong, membuat mataku terasa sangat silau.

"Itu Dia! Kejar!" Teriakan keras itu menyentakku, membuatku harus mengambil keputusan cepat.

Aku bergegas berlari menuju lorong yang satu lagi, enggan menengok ke belakang dan tidak perduli akan teriakan demi teriakan meminta diriku berhenti, hingga akhirnya tepat di ujung lorong yang penuh cahaya aku justru semakin mempercepat laju kakiku. Namun, aku justru lupa menahan hingga saat sebuah cahaya menyorot ke arahku disertai bunyi decit ban beradu kuat dengan jalan, tubuhku pun beradu keras dengan benda tersebut, dan belum sempat diriku menyadari semua yang terjadi, kegelapan justru telah merenggut kesadaranku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DIBUANG SUAMI, DIRATUKAN AKTOR TERNAMA   Siapa Dia?

    Hari ini hari keempat aku berada di rumah sakit ini. Beruntung seorang perawat bersedia membawaku pergi ke taman belakang rumah sakit saat kukatakan jika aku merasa bosan terus menerus berada di dalam kamar. Perutku bahkan sudah terasa lebih baik daripada sebelumnya dan nanti siang dokter akan melakukan kunjungan guna memastikan jika bayiku benar-benar masih selamat. Ku usap lembut perutku yang tertutup piyama sambil menatap pemandangan danau angsa. Senyum manisku terukir kala melihat di depan sana sepasang angsa tengah melakukan tarian perkawinan. "Sangat indah," ujarku lirih. Angin sepoi-sepoi bahkan menerbangkan anak rambutku yang terlepas dari ikatan hingga menutupi sedikit wajahku. Ku beranikan diri menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. Namun, gerakanku seketika terhenti saat mendengar suara dari belakang, "Nyonya, sekarang sudah jam 10. Dokter sebentar lagi akan datang. Jadi, sebaiknya kita segera kembali.""Baik. Terima

  • DIBUANG SUAMI, DIRATUKAN AKTOR TERNAMA   Hutang?

    "Mati kamu wanita sialan!""Ya, Dia pantas mati! "Bunuh saja! Bunuh!""Sekalian hancurkan makam ibunya!""Ya ... ya! Hancurkan! Hancurkan!"Suara-suara sumbang terdengar tumpang tindih. "Tidak! Jangan lakukan itu! Jangan sentuh makam ibuku!" aku berteriak kencang, mencegah mereka bertindak anarki. Namun, mereka justru mendorongku dengan kuat hingga terjengkang ke belakang, bersamaan dengan ayunan palu mengenai bagian atas makam, "tidak!" Aku kembali menjerit pilu. Tanganku terulur ke depan, berharap bisa menyelamatkan satu-satunya hal yang tersisa dari wanita yang sangat berharga di hidupku. Akan tetapi, mereka justru tertawa terbahak-bahak kala benda itu terus terayun, menciptakan serpihan-serpihan debu beterbangan di udara, juga puing-puing berjatuhan ke tanah berumput hijau di kedua sisi. "Tidak ... tidak!" pekikku nyaring. Mataku terbuka, napasku terengah-engah. Kutatap nyalang sekitar hingga kudapati wa

  • DIBUANG SUAMI, DIRATUKAN AKTOR TERNAMA   Aku Di mana?

    "Sepertinya Dia sudah sadar?" Samar terdengar suara dengung di sekitar saat kelopak mataku perlahan terbuka. Silau! Tanganku perlahan terangkat ke atas guna menghalau sinar terang yang terasa menusuk. "Matikan lampunya! Jangan lupa panggil Dokter Raline. Katakan padanya jika pasien kamar 301 sudah sadarkan diri. Jangan lupa beritahu suami pasien agar segera datang. Oh ya, tadi Dia bilang mau ke mana?" "Katanya mau nyari sarapan sebentar, Dok." "Berarti deket dari sini. Jangan lupa langsung hubungi ya, Suster Ida!" "Siap, Dokter Anwar!" sahutnya, disusul derap langkah menjauh juga suara pintu digeser. Kemudian hening terdengar, hanya suara jarum jam yang berdetak, mengisi kekosongan ruangan. Sial! Kepalaku rasanya pening sekali. Aku mengernyit dan meringis lirih kala berusaha keras membuka mata. "Jangan memaksakan dirimu, Nyonya!" tegur seorang pr

  • DIBUANG SUAMI, DIRATUKAN AKTOR TERNAMA   Aku Harus Kabur

    Aku terus berlari menyusuri lorong, tidak perduli pada apapun lagi. Sayangnya tepat di belokan, langkahku harus terhenti saat mendapati sebuah jalan buntu. Aku pun memindai sekeliling, hingga menemukan sebuah pintu kecil dan bergegas masuk ke dalamnya yang ternyata adalah lemari loker khusus tempat penyimpanan alat-alat kebersihan. Aku berusaha mengatur napas sebisa mungkin agar tidak terdengar, bahkan aku bisa mendengar suara langkah kaki mereka di luar sana saat ketiganya mendekat. Aku lantas berusaha mengintip dari sela-sela ventilasi. "Dasar bodoh! Kenapa kamu bisa kehilangan wanita itu?!""A-aku hanya sedang membuka pintu. Tapi, ternyata Dia berhasil melarikan diri.""Dasar si cacat goblok! Cari Wanita itu sampai dapat! Jika tidak, Tuan Kennan akan marah besar dan nyawa kita bertiga akan menjadi gantinya, mengerti?!" Tangannya memukul kepala si pria kurus itu dengan kuat. Si pria kurus terlihat meminta maaf ber

  • DIBUANG SUAMI, DIRATUKAN AKTOR TERNAMA   Aku Mohon, Jangan Lakukan Itu, Mas!

    "Please, jangan lakukan ini, Mas!" Aku memohon, berharap dirinya memiliki sedikit saja hati nurani. Tangisku bahkan pecah saat diseret paksa olehnya menuju area terdalam bangunan. Lenganku juga terasa kebas akibat kuatnya cengkraman dan aku yakin akan menimbulkan bekas. Sayangnya raut dingin itu tidak berubah sedikitpun, bahkan hingga dirinya mendorong tubuhku ke hadapan beberapa orang berpakaian putih khas tenaga medis yang hanya memperlihatkan raut datar melihat semua perlakuan yang Kennan berikan padaku, membuatku jatuh tersungkur di depan kaki ketiganya. Ringisan pelan lolos dari bibirku saat siku beradu dengan lantai, beruntung tangan kananku berhasil menekan lantai hingga perutku tidak langsung membentur area tersebut. Mungkin inilah yang dinamakan nurani seorang ibu yang ingin melindungi calon anaknya sehingga tanpa sadar diriku reflek melakukan hal tersebut. Namun, belum sempat diriku kembali menghiba, suaranya kembali terdengar, "Bawa dia dan p

  • DIBUANG SUAMI, DIRATUKAN AKTOR TERNAMA   Dipaksa Menggugurkan Kandungan

    Aku baru saja keluar dari dalam kamar mandi saat tiba-tiba saja sebuah gaun dilemparkan ke arahku. Aku kaget dan terpaksa menyambutnya. "Pakai baju ini!" ucap seorang pria yang mengenakan jas pas badan. "Apa ini, Mas?" Kukerutkan kening sambil mendekap gaun di dada juga menatap pria di depanku sedikit takut. Bahkan handuk yang aku kenakan tanpa sadar terlepas dari kepala, membuat rambut sepunggung milikku yang masih lembab terurai, jatuh dengan lembut bersamaan dengan handuk yang teronggok di belakang. Jantungku seketika berdetak kencang saat melihat raut tidak suka yang ia perlihatkan. Tubuhku bahkan tanpa sadar bergetar dan aku terpaksa menelan ludah gugup. "Bukankah sudah aku katakan, jangan pernah bertanya apapun karena kamu tidak pantas melakukannya!" Ucapannya terasa sangat menusuk, membuatku tanpa sadar bergerak mundur saat dirinya memangkas jarak. Aku berusaha menolak, "T-tapi—" "Pakai!" titahnya tegas, membuat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status