Share

Bab 12

Penulis: Flower Lidia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-06 09:44:33

Hari ini melelahkan.

Dua pasien hampir tak tertolong, dan satu operasi darurat di tambah nyinyiran dari teman SMP, membuatnya agak stres dan menguras tenaga. Yang dia inginkan sekarang hanyalah mandi air hangat, berbaring, dan minum teh hangat.

Ziva membuka pintu apartemen dengan pelan.

Dan saat itu juga…

Matanya membelalak.

Tepat di tengah ruang tamu yang temaram, berdiri Reza dan Alisya—terlalu dekat, terlalu mesra.

Alisya sedang memasangkan syal di leher Reza. Tangannya menyentuh leher pria itu dengan lembut, lalu membenarkannya dengan penuh perhatian seperti pasangan sejati di drama Korea. Reza tidak menolak. Bahkan menatap Alisya dengan senyum samar yang… hangat.

“Reza, jaga kesehatan ya. Cuaca sekarang lagi gak jelas,” kata Alisya dengan suara manja.

Reza mengangguk. “Iya. Makasih udah ke sini.”

Alisya tersenyum manis. “Besok aku ke sini lagi, ya? Biar nemenin kamu makan malam.”

Reza tidak menjawab langsung. Tapi... tidak juga melarang.

Alisya pun melangkah maju, lalu dengan cep
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 144

    “Eh, Mbak, tolong ambilin top coat di meja belakang ya,” pinta pegawai utama yang menjadi atasan langsungnya.Clara langsung mengangguk cepat. “Iya, sebentar.”Ia melangkah ke belakang ruangan, tapi langkahnya terasa berat.Begitu sampai di sudut ruangan, napasnya mulai memburu.Tangannya mengepal kuat.“Ziva…” gumamnya pelan. “Bahkan di tempat baru pun, kamu masih ada di depanku. Tapi kali ini, aku gak akan diam aja.”Ia menatap bayangan wajahnya di cermin kecil di dinding.Sorot matanya kini berbeda — dingin, tajam, dan menyimpan niat yang tidak bisa ditebak.Clara berdiri diam di meja kerja, menyiapkan alat-alat nail art yang berkilau di bawah cahaya lampu. Pisau kecil pembersih kutikula, gunting kuku, pinset, jarum halus untuk desain detail—semuanya tertata rapi di nampan logam perak.Namun di matanya, alat-alat itu seperti senjata.Ia mengusap permukaannya dengan kain basah, gerakannya pelan, presisi, dan… sedikit terlalu lama.Senyumnya tipis—terlalu tipis untuk disebut ramah.Z

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 143

    Begitu melangkah masuk ke Luna’s Nail & Spa, Ziva langsung disambut oleh aroma bunga mawar dan melati yang menenangkan.Tempat itu tampak mewah lantainya mengilap, dindingnya penuh cermin besar, dan di setiap sudutnya tercium wangi lembut lilin aromaterapi.“Selamat datang, Ibu Ziva,” sapa resepsionis dengan ramah sambil membungkuk kecil.“Ibu mau perawatan kuku seperti biasa?”Ziva tersenyum anggun, satu tangan menepuk tasnya pelan.“Hari ini aku pengen yang beda. Aku lagi hamil, jadi harus tampil lebih… berkarisma gitu.”Resepsionis menahan tawa kecil, lalu mengangguk sopan.“Tentu, Bu. Silakan ke ruang VIP. Nanti tim desain kami bantu pilihkan motif terbaik.”Ziva berjalan melewati deretan kursi pelanggan lain, langkahnya ringan, sepatu flat-nya berkilau setiap kali terkena cahaya lampu gantung kristal.Beberapa orang sempat melirik bukan karena sombong, tapi karena pesona Ziva memang menonjol tanpa usaha.Begitu duduk di kursi empuk warna pastel, seorang desainer kuku datang mem

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 142

    “Bayi dan ibunya meninggal secara misterius setelah proses persalinan di salah satu klinik swasta.”Musik dramatis video itu terdengar sayup, disertai foto hitam putih seorang ibu muda dengan senyum lembut, bersama bayi mungil yang baru lahir.Keterangan video menyebutkan bahwa penyebab pasti belum diketahui — entah karena kelalaian, atau gangguan medis yang belum terdeteksi.Ziva menatap layar lama, matanya pelan-pelan redup.“Ya Tuhan… segampang itu nyawa hilang,” gumamnya lirih, nada suaranya berubah lembut dan sendu.Ia menggulir kolom komentar, membaca berbagai reaksi netizen sebagian marah, sebagian sedih, sebagian lainnya malah nyinyir tanpa empati.“Kadang orang lupa… yang dilihat cuma hasil, bukan perjuangan,” katanya pelan, lebih pada dirinya sendiri.Terapis yang tadi sibuk memijat berhenti sebentar, menatap wajah Ziva di cermin.“Ada apa, Bu?” tanyanya hati-hati.Ziva tersenyum lemah. “Ah, gak apa-apa. Cuma lihat berita gak enak. Tentang ibu yang kehilangan nyawa waktu la

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 141

    Pagi itu, sinar matahari menembus jendela besar apartemen mereka, memantul lembut di lantai marmer.Ziva sibuk menata rambutnya di depan cermin, sementara Reza berdiri di belakangnya sambil menggulung lengan kemejanya.“Rambut kamu tambah panjang ya,” kata Reza tiba-tiba, suaranya hangat.Ziva menatap pantulan mereka di cermin, tersenyum kecil. “Iya, makanya hari ini aku mau creambath. Udah kayak rumput kering nih.”Reza tersenyum, langkahnya pelan mendekat.“Tetep cantik, kok. Ziva mendengus manja, pura-pura sibuk mengambil tasnya.“Udah, aku berangkat sendiri aja ya. Aku pengen me time, gak mau ada yang ganggu.”Reza menatapnya lembut, tidak menahan.“Yaudah, silakan. Kamu butuh waktu buat diri kamu sendiri juga, Sayang.”Ia sempat membantu Ziva memakaikan jaket panjangnya.“Cuma satu syarat.”Ziva menatap curiga. “Apa?”“Kalau udah kelar, kabarin aku. Aku jemput. Deal?”Ziva tersenyum kecil, pura-pura berpikir lama sebelum akhirnya mengangguk.“Deal. Tapi aku bakal lama.”“Gak mas

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 140

    Ziva menoleh cepat, wajahnya langsung cerah.“Reza! Kamu nyusul ke sini?” serunya riang.Clara membeku di tempat.Pisau kecil di tangannya nyaris terjatuh.Dalam sepersekian detik, ia menunduk, menyelipkan cutter itu ke dalam tas dan berpura-pura melihat rak bumbu dapur.Reza berjalan cepat ke arah Ziva, mengenakan kemeja putih dan celana bahan hitam — aura CEO-nya terpancar kuat di tengah keramaian supermarket.Wajahnya serius, tapi begitu sampai di depan istrinya, ia tersenyum hangat.“Aku bilang cuma ke toilet sebentar, tapi kamu malah ke supermarket sendirian,” katanya, menatap Ziva dengan nada setengah khawatir.Ziva tersenyum polos.“Kan kamu lama banget di toilet. Aku cuma mau beli buah sebentar.”Reza menghela napas kecil, lalu tanpa sadar mengusap puncak kepala Ziva.“Dasar bandel. Yuk, aku bantu dorong trolinya.”Pemandangan itu seperti adegan film romantis bagi sebagian pengunjung tapi bagi Clara, rasanya seperti duri yang menusuk dada.Ia menunduk, menarik napas tajam.De

  • DIJODOHKAN MAMA   Bab 139

    Ziva menelan ludah. Entah kenapa, hatinya terasa hangat sekaligus aneh.Ia jarang sekali sedekat ini dengan Kakek Yudistira. Biasanya hanya ngobrol sebentar, formal, penuh hormat. Tapi kali ini… rasanya seperti ayah sendiri yang sedang menasihatinya.“Kakek baik-baik aja kan?” tanya Ziva pelan, suaranya nyaris bergetar.Kakek terkekeh. “Hehe, Kakek sehat kok. Cuma lagi pengen ngomong banyak aja, takut nanti keburu lupa.”“Lupa?”“Iya, lupa ngasih pesan penting buat kamu. Nih, catat ya…” katanya sambil mengangkat jari telunjuk, gaya khasnya kalau mulai serius.“Pertama,” ujarnya, “jangan pernah adu gengsi sama pasangan. Gengsi itu api kecil yang bisa bakar rumah tangga kalau gak dimatiin.”Ziva mengangguk pelan, menahan senyum.“Kedua,” lanjutnya, “kalau Reza mulai keras kepala, jangan dilawan pakai keras kepala juga. Lawan pakai diam. Itu jurus pamungkas nenekmu dulu.”Ziva tertawa kecil. “Kedengarannya berhasil banget ya, Kek?”Kakek mengangguk mantap. “Hehe, makanya Kakek awet muda.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status