Share

BOHONG DEMI KEBAHAGIAAN

last update Last Updated: 2022-07-19 18:23:08

[Weekend ini aku ke Jakarta, lho. Kita ketemuan, ya.] 

Sebuah pesan masuk ke ponsel Citra.

Citra hanya mengernyit. Tidak ada namanya. Tepatnya, Citra belum menyimpan nomor kontak itu.

Citra memilih memasukkan kembali ponsel itu ke dalam laci meja kerjanya. Tak ada niat membalasnya segera. 

Pekerjaan kantornya yang menumpuk, membuatnya melupakan segala masalahnya. Dan Citra sangat bersyukur dengan hal ini. Karena membuatnya tidak tenggelam dalam emosi. 

Sayangnya, saat dia memasuki rumah, emosinya kembali terkuras. Melihat anak-anak yang ceria, membuat dia teringat masa-masa bahagianya bersama Firman, yang kini hancur dalam sekejap.

Menjelang tidur, Citra membuka kembali ponselnya yang sejak siang tadi hanya berada di tas kerjanya. Dilihatnya berderet notifikasi pesan singkat disana. 

[Hei, nggak dibales, sih. Ini Rani.] Pesan itu masuk beberapa saat setelah pesan yang pertama. 

[Aku boleh main ke rumahmu, kan? Aku ingin lihat keponakanku yang lucu-lucu.] Pesan berikutnya terbaca oleh Citra. 

[Nanti kita jalan-jalan ya. Kamu ajak keluargamu, aku ajak suamiku.]

Citra mengenggam ponselnya erat. Hatinya semakin hancur. 

"Rani, Maafkan aku." Citra segera meletakkan ponselnya di nakas setelah dinon-aktifkannya ponsel itu. Seolah tak ingin membaca pesan dari Rani. 

***ETW***

Sudah hampir seminggu sejak kepulangan Firman dari Surabaya, Citra masih mendiamkannya. Citra seperti marah namun tak dapat mengungkapkan. Dia hanya bisa diam membisu. 

Firman pun tak jua berani buka suara untuk menjelaskan apa yang sudah terjadi. Lidahnya menjadi kelu melihat kebisuan Citra. Bahkan, menyentuh Citra pun Firman menjadi segan. Firman tahu, dia sudah melakukan kesalahan besar. Tapi tak tahu bagaimana caranya memperbaiki. 

Tapi itu semua hanya terjadi antara Firman dan Citra.

Citra masih seperti biasa pergi bekerja dan mengurus kebutuhan rumah tangga. Beruntung mereka punya dua asisten yang mengurus rumah dan anak-anak. 

Firman hampir lupa kalau hari ini Rani akan ke Jakarta. Untungnya, tidak sulit mencari apartement full furnished di Jakarta. 

[Mas, jangan lupa jemput, ya. Aku sudah mau boarding] Sebuah pesan dari Rani masuk ke ponsel Firman. 

Firman yang dari tadi mematung melihat Citra yang masih terdiam di kamar Rara, segera beranjak. 

“Mas …. ” panggilan lirih Citra menghentikan langkah Firman.

Langkah Firman pergi di hari libur seolah memberi isyarat bagi Citra kalau Firman tak benar-benar minta maaf padanya. 

“Ceraikan aku….” lanjut Citra. Airmatanya masih mengurai, menganak sungai membasahi wajah cantiknya. 

Kalimat singkat yang meluncur dari mulut Citra sontak membuat hati Firman hancur berkeping-keping. Itu adalah kata-kata yang paling ditakuti Firman. Bodohnya dia, kenapa tidak dari dulu dia menyadari bahwa kesalahannya akan membuat kata itu meluncur dari mulut Citra. 

Firman berbalik dan berjalan mendekati Citra yang duduk menyendiri di depan jendela kamar Rara. Dia melipat kakinya di depan Citra, agar bisa melihat wajah Citra dari dekat. Diraihnya jemari tangan Citra dan ditautkannya dengan jemarinya erat. 

“Mas, minta maaf. Jangan pernah katakan itu. Jangan hukum mas seperti ini.” Air mata Firman luruh. 

Tapi Citra bergeming. Menatap Firman saja rasanya enggan. Citra lebih memilih menatap luar jendela. Melihat kendaraan yang melintas di depan rumahnya. 

Hingga bunyi ponsel membuat Citra menoleh, karena Firman tak jua mengangkatnya. 

“Angkat, Mas,” kata Citra. 

Namun, Firman justru membuat nada diam di ponselnya. Tak ada keinginan mengangkat, meski tahu siapa yang memanggil. 

Citra menjadi geram. “Aku memaafkanmu, jadi tolong tinggalkan aku,” jawab Citra tanpa sedikitpun menatap Firman. “Pergilah, jangan buat sahabatku luka,” lanjut Citra. 

Kata-kata Citra sungguh menyakitkan. Citra hampir tak pernah berkata sekaku ini. Biasanya dia akan berkata yang lembut dan hangat.

“Dik…” Firman tergugu di hadapan Citra. Dibenamkannya kepalanya ke pangkuan Citra, berharap Citra akan melunak. Firman merasa sudah tidak ada harganya dihadapan Citra. 

Panggilan ponsel kembali terdengar. 

“Pergilah, Mas. Jangan membuat sahabatku menunggu.” Citra berdiri dari kursi tempat dia duduk. Pangkuannya sudah basah dengan air mata Firman. Tak ada gunanya menangis sekarang. Semua sudah terjadi. 

Bagi Citra, yang terpenting adalah kejelasan menghadapi masa depan. 

***ETW***

“Maaf sayang, Mas terlambat. Macet,” dalih Firman saat menjemput Rani di bandara. 

Firman melajukan mobilnya menuju apartemen yang baru kemaren dipesannya. Beruntung dia sempat melihatnya terlebih dahulu, dan meninggalkan beberapa setel baju cukup buat menghabiskan akhir pekan bersama Rani. 

“Kamu kok bengong, Mas dari tadi. Apa kamu ngga suka aku ke Jakarta?” tanya Rani setelah beberapa saat merasakan kebisuan.

Firman memang hanya diam sambil mengemudikan mobilnya. Beda jauh dengan saat di Surabaya, dia selalu banyak bicara, meskipun biasanya hanya menanggapi cerita Rani. 

Rani memang hampir tak pernah mencecar menanyakan hal pribadi ke Firman. Bagi Rani, mungkin Firman tipe laki-laki yang tidak suka ditanya hal pribadi. Toh, selama ini Firman punya alasan mengapa dia belum bisa bertemu dengan orang tua Firman. 

“Maaf, Rani, Mas banyak kerjaan. Sepertinya Mas tak bisa menemanimu jalan-jalan akhir pekan ini karena lembur,” dalih Firman.

Sebenarnya, dia tak ingin meninggalkan Citra dalam keadaan seperti ini. Dia ingin memperbaiki hubungannya dengan Citra terlebih dahulu. 

“Ngga papa, Mas. Nanti aku janjian ketemu Citra. Siapa tau dia bersedia menemaniku jalan-jalan bersama keluarganya,” lanjut Rani. 

Degup jantung Firman berpacu lebih kencang saat mendengar kata-kata Rani. Bagaimana mungkin Citra akan mengajak keluarganya jalan-jalan dengan Rani. Bagaimana kalau Rani sampai tau, dia-lah suami Citra. 

“Atau, aku bisa nginap di rumah Citra aja. Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya. dulu kami sering menghabiskan waktu bersama, bercerita sampai pagi kalau dia sedang menginap di rumahku.” Rani bercerita dengan antusias. Seperti tak ada beban di hatinya.

Sebaliknya, cerita Rani, membuat Firman merasa semangkin nelangsa, menyadari kebodohannya. Mengapa baru sekarang dia tahu, kalau Rani adalah sahabat Citra. Firman merasa, tak hanya menghancurkan keluarganya, tapi juga menghancurkan persahabatan istrinya. 

Di pemberhentian lampu merah, Firman sejenak mendongakkan kepalanya. Mencegah air mata menetes dari sudut matanya. Menarik nafasnya dalam-dalam untuk mengurangi beban dalam dadanya. 

“Rani, maaf Mas harus kembali ke kantor,” kata Firman saat sudah mengantar Rani sampai apartemennya. 

“Mas sudah pesankan makan siang, sebentar lagi datang,” sambung Firman sambil mengecup puncak kepala Rani. 

Maafkan aku Rani, harus membohongimu. Bisik Firman dalam hati sambil meninggalkan aparmen milik Rani. 

Beruntung Rani sangat memahami kesibukan Firman dan tak banyak bertanya. 

Rani segera mengambil ponselnya. Dengan antusias ditekannya nomor Citra.

“Hai, Citra. Kok pesanku tidak dibalas? Dari tadi pagi juga aku hubungi, non-aktif. Apa kita bisa ketemu sekarang?” tanya Rani dari ujung telpon. 

“Maaf, Rani, aku kemaren banyak kerjaan kantor. Selamat datang di Jakarta. Jadi kita ketemu?” sahut Citra berusaha senormal mungkin. Diredamnya gejolak hatinya dalam-dalam. Ada luka di sana. Tapi, Citra tak ingin melukai sahabatnya. Toh, dia bisa sedikit bersandiwara. 

Citra segera bersiap-siap setelah menyerahkan pekerjaan rumah dan urusan anak-anak ke Mbok Sumi dan Mbak Susi, kedua asisten rumah tangganya. 

“Mau kemana, Dik?” tanya Firman yang sudah berdiri di ambang pintu.

Citra hanya melihatnya melalui cermin di depannya, lalu sibuk kembali memulas wajahnya, untuk menyembunyikan rona sedih di wajah cantiknya.

“Mau ketemu Rani,” jawab Citra pendek. Tapi, jawaban itu sungguh menyakitkan bagi Firman. 

“Maaf, Mas. Aku pergi dulu. Rani sudah menunggu,” kata Citra sambil keluar dari kamarnya. Citra pergi menjauh meninggalkan Firman yang masih berdiri terpaku. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Baguslah citra minta cerai
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DIMADU DENGAN SAHABAT SENDIRI   EXTRA PART

    Firman mendorong troly berisi koper miliknya dan juga koper kepunyaan papa dan mamanya. Pagi itu mereka sudah mendarat di bandara Schipol Amsterdam. Jam di bandara masih menunjukkan pukul tujuh pagi waktu Belanda. Ini adalah pertama kalinya Firman menginjakkan kaki di Belanda. Negeri dimana keempat anaknya dan mantan istrinya tinggal. Ada rasa ngilu menjalar di dadanya, bercampur dengan kerinduan. Ngilu mengingat kesalahannya yang berakibat hancurnya keluarga yang sudah sekian tahun dia bina bersama Citra. Hancur karena kesalahannya, terlena dengan kelembutan Citra. Tak dipungkirinya, setahun mereka berpisah, ada rindu yang menggelora dalam jiwanya. Rindu kepada Citra yang tak kan mungkin bisa kembali lagi. Rindu kepada ke empat anaknya, terutama Reva yang mungkin belum pernah merasakan belaian kasih sayangnya. “Man, itu adikmu di sebelah sana,” ujar Mama Firman saat melihat Farhan melambaikan tangan dari arah pintu keluar. Papa dan Mama Firman segera beranjak menghampiri Farha

  • DIMADU DENGAN SAHABAT SENDIRI   BAB 32 B

    “Aku minta maaf atas kejadian tadi,” kata Farhan usai Citra menidurkan anak-anaknya. Farhan mendekati Citra yang sudah duduk di sisi ranjang. Lalu ia duduk disebelahnya. “Kali ini, tolong dengarkan aku, Citra,” tukas Farhan lagi. Dipandanginya wajah istrinya yang tampak masih kecewa. “Han, sampai kapan kamu membenci Rani?” tanya Citra. Citra memang kadang lupa memanggil ‘mas’ ke Farhan, karena memang mereka dulu berteman dan mantan adik iparnya. Tapi, Farhan tak masalah. Citra memang perlu waktu untuk beradaptasi dengan kehidupan barunya setelah sepuluh tahun menganggapnya bukan siapa-siapa. “Aku tidak membenci Rani. Aku tidak suka dengan kelakuannya. Nih lihat!” Farhan mengangsurkan ponselnya ke Citra. Mata Citra membulat sempurna. Di gambar itu terlihat Rani sedang dibantu berjalan oleh Farhan. Tangannya merangkul ke pundak Farhan. Sedang Farhan memeluk pinggang Rani. Dan Rani menggunakan pakaian terbuka. Sangat berbeda dengan tampilan tadi saat berkunjung ke rumah mereka.

  • DIMADU DENGAN SAHABAT SENDIRI   BAB 32 A

    Farhan tidak habis mengerti dengan Citra. Jelas-jelas Rani menunjukkan gelagat yang kurang baik. Tapi, masih bisa-bisanya Citra selalu membelanya. Dalam banyak hal, Citra memang terlalu banyak berprasangka baik ke orang lain. Itu juga yang membuatnya terjatuh saat bersama Firman. Tak pernah sekalipun ada rasa curiga ke suaminya, hingga akhirnya Citra melihat dengan mata kepalanya sendiri kenyataan yang ada. Akhirnya, Farhan harus mengalah. Tak ada gunanya terus menerus berdebat dengan Citra. Ini masalah kecil. Tapi jadi rumit jika tidak segera diatasi. Farhan segera mengambil ponselnya. Lalu memblokir semua akses yang mengarah ke Rani. Tak lupa, ponsel Citra yang biasanya hanya diletakkan di ruang tamu, juga diblokkir aksesnya dengan sahabat istrinya itu. Farhan tak mau ada duri dalam daging dalam keluarganya. ***“Rani?! Sejak kapan kamu di sini?” tanya Citra yang baru pulang menjemput Romi. Dilihatnya Rani sedang berdiri di ambang pintu rumahnya. “Setengah jam yang lalu. Ponselm

  • DIMADU DENGAN SAHABAT SENDIRI   BAB 31 B

    “Ran, kamu turun sini ya. Tinggal lanjut naik kereta ke Amsterdam,” kata Citra saat mobil Farhan minggir di dekat stasiun Den haag. Farhan sama sekali tidak ada niat mengantarkan Rani. Toh dia juga sebenarnya tidak diajak, pikir Farhan. Bahkan, sepanjang perjalanan Farhan tidak berniat mengajak Rani bicara. Mereka sudah pulang dari Paris setelah menghabiskan akhir pekan di negeri Napoleon itu. Bagi Farhan, kehadiran Rani menghancurkan segala rencananya. Namun, tak ada gurat kecewa di wajah Citra. Wanita itu selalu saja merasa baik-baik saja. Bahkan, beberapa kali berusaha menghibur suaminya yang terus saja menunjukkan kekesalannya. Namun, kini Citra harus mengalah saat Farhan memutuskan untuk menurunkan Rani di depan stasiun. Farhan hanya tak mengerti. Sampai sebegitunya Citra harus mengorbankan perasaannya demi sahabatnya. Kadang Farhan berfikir dia tak salah memilih istri. Meski sudah punya empat anak, tapi hatinya bak bidadari. Tapi, kalau sudah berlebihan, dia tak tahan juga. K

  • DIMADU DENGAN SAHABAT SENDIRI   BAB 31 A

    Tok tok tok“Citra!”panggil Rani sambil mengetuk pintu kamar Citra dan Farhan. Hari sudah malam, tapi Rani belum juga dapat memicingkan matanya.“See?” ucap Farhan sambil menatap tajam ke Citra, seolah memberi isyarat bahwa apa mengajak Rani ke Paris adalah keputusan yang keliru. “Maaf,” tukas Citra dengan nada bersalah. Citra segera menyambar kimono tidurnya dan keluar kamar menemui Rani. “Ada apa Ran?” tanya Citra sambil menutup kembali pintu kamarnya. “Temeni aku, dong. Aku nggak bisa tidur,” kata Rani sambil menarik tangan Citra menuju kamarnya.Dulu saat masih SMA Citra dengan Rani memang akrab. Mereka sering menginap bersama dan cerita-cerita sampai mereka mengantuk. “Jadi, aku pengen melupakan masa laluku, Cit. Makanya aku bela-belain kuliah sampai sini. Aku pikir, aku tidak akan bertemu siapapun orang yang pernah kukenal. Taunya, malah ketemu kamu. Dunia sempit, ya!” ujar Rani. Rani lantas melanjutkan ceritanya mengenai studinya. Tentu saja bukan hal yang sulit bagi Rani

  • DIMADU DENGAN SAHABAT SENDIRI   BAB 30C

    “Ayo sayang, kita berangkat sekarang,” kata Farhan sambil menggendong Reva. Lalu ia meletakkan bayi mungil itu ke car seat yang ada di baris ke dua mobilnya. Sedang Rio dan Romi sudah siap di bangku belakang. Tak lama, Rara pun ikut duduk di car seat sebelah Reva. Akhir pekan ini, seperti janji Farhan, dia akan mengajak Citra liburan ke Perancis. Negara yang tak jauh dari Belanda ini. Jarak Paris dari Den haag hanya memakan waktu empat jam perjalanan. Farhan sengaja berangkat pagi-pagi, agar ia dapat mengajak Citra dan anak-anaknya keliling di beberapa tempat tujuan wisata di kota Paris. Besoknya, mereka akan mengajak anak-anak ke Disneyland. “Tunggu!” Baru saja Farhan akan menjalankan mobilnya ketika sebuah panggilan dalam bahasa Indonesia mengagetkan mereka. “Rani?” Farhan dan Citra saling berpandangan. Mengapa Rani sudah berada di sini sepagi ini? Gumam Farhan. Dari mana dia tahu tempat tinggalnya? Apa Citra memberitahukannya? Citra segera keluar dari mobil untuk menghampiri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status