Share

DINIKAHI PRIA KAYA DARI KOTA
DINIKAHI PRIA KAYA DARI KOTA
Author: Viaaf04

1. Ocehan Tetangga

Author: Viaaf04
last update Last Updated: 2025-06-12 11:59:29

Pagi ini aku menggantikan Ibu berbelanja sayur di Mpok Atik, tukang jual sayur keliling di kampung kami, biasanya wanita paruh baya itu akan mangkal di dekat musholla dan dikerumuni ibu-ibu.

"Eh, Nduk Nirmala, tumben keluar?" sapa Mpok Atik begitu aku tiba di depan gerobak sayurnya.

"Iya nih, Mpok, aku gantiin Ibu, soalnya Ibu lagi jagain Romi."

Romi, adikku yang baru kelas enam SD itu dilanda demam sejak semalam, ia rewel sekali, jadi terpaksa ibu harus selalu berada di sampingnya.

Seperti biasa, tak lama kemudian para ibu-ibu mulai berkumpul dan kalau sudah kumpul begini pasti ada saja yang akan mereka katakan tentang aku.

"Tumben kelihatan Nak Nirmala ini, biasanya kan selalu mengurung diri di rumah."

Itu Bik Diah, ibu-ibu yang rumahnya berseberangan dengan rumahku. Jujur saja, aku tak terlalu suka dengan sifat dan sikapnya, ia selalu repot mengurus urusan orang lain, ada saja yang akan ia komentari, membuatku jengkel.

"Iya nih, Bik Diah." Demi kesopanan, aku menjawab ala kadarnya saja.

"Masih betah sendiri, Nirma?" tanya Bik Diah lagi.

Aku sengaja tak menjawab pertanyaan tersebut. Bukan bermaksud untuk bersikap tak sopan, tapi pertanyaan itu sudah Bik Diah lontarkan lusinan kali dan ia selalu bertanya ketika di tempat yang ramai. Berbeda waktu kami berpapasan berdua saja, ia bahkan tak mau repot-repot menyapa.

"Padahal Kamu sama Mina seumuran loh, Nirma. Sementara Mina sudah nenikah sejak lama, Kamunya masih gini-gini aja, harusnya Kamu ambil contoh dari dia. Nih ya, kemarin saja aku baru berkunjung ke kota, bahagia sekali dia, aku sebagai Ibu turut bahagia lihatnya. Sekarang saja Mina sama Viki lagi di sini, katanya Mina kangen dengan suasana kampung, biasalah orang kota, haha."

"Buk Diah beruntung sekali, ya, punya menantu dari kota, mana orang kaya."

"Aku ndak seberuntung Buk Diah, anakku Santi cuman menikah sama pemuda kampung sebelah."

Buk Tuti mengeluh, sementara Bik Diah terlihat bangga karena menjadi pusat perhatian.

"Jangan begitu, Buk Tuti, siapa yang ndak tahu kalau menantumu itu juragan tembakau, sekali panen bisa puluhan juta untungnya," kata salah satu ibu-ibu yang ikut belanja, aku tak ingat namanya siapa.

Buk Tuti kelihatan tersipu, tapi ia tak menyangkal sama sekali. "Tapi Arman ndak sekaya Viki yang jadi direktur di kota."

Direktur konon, bah!

Aku cuma bisa mencibir dalam hati. Kalau memang betul seperti yang digembar-gemborkan oleh Bik Diah kalau suaminya Mina adalah seorang direktur di kota dan kaya raya, dia dan istrinya tak mungkin setiap bulan datang ke kampung untuk ngangkut gabah.

Semalam saja, aku mendengar suara ribut-ribut yang asalnya dari rumah Bik Diah, ternyata setelah kuintip, seperti biasa, Mas Viki akan mengangkut sekarung gabah pada malam hari, mungkin takut ketahuan orang kali, ya, kalau mereka beraksi di siang hari.

"Kenapa jadi membicarakan anak saya, Ibu-Ibu, hidup Mina kan sudah terjamin, saya ini khawatirnya sama Nirmala loh, sudah umur segini tapi belum ketemu jodoh juga."

Semua mata ibu-ibu itu menatap padaku.

"Ndak perlu terburu-buru, Nduk Nirma, yang penting bisa dapat jodoh yang baik dan bertanggung jawab." Mpok Atik tersenyum simpul dan membelaku.

"Ya bagaimana mau dapat jodoh kalau terus mengurung diri di dalam rumah, sekali-sekali keluar dong buat jalan-jalan, Nirmala, atau kerja merantau ke kota, siapa tahu jodohnya ada di sana." Buk Tuti menyikut lenganku pelan.

Aku tersenyum. "Aku di rumah saja, Buk Tuti, bantuin Ibu ngurus sawah, kasihan kalau kutinggal ke kota."

Bapakku meninggal tiga tahun yang lalu, jadi hanya ada aku, Ibu, dan Romi di rumah. Beberapa kali memang aku pernah izin ke Ibu untuk mencari kerja di kota, hitung-hitung membantu keuangan keluarga juga, tapi kata Ibu tak perlu, karena hasil panen keluarga kami alhamdulillah setiap tahun selalu lebih dari cukup.

"Siapa yang akan bantu Ibu di sawah dan mengurus pekerjaan rumah kalau sedang sakit, Nak. Ndak perlu jauh-jauh kerja di kota, kalau tekun bertani pasti hasilnya juga memuaskan, lagi pula sejak dulu keluarga kita ini akarnya ya petani, tidak cocok sama kehidupan kota," kelakar Ibu dulu, waktu aku minta izin untuk ikut Mina bekerja sebagai buruh pabrik di kota.

Akhirnya Mina pergi sendiri ke kota dan bertemu dengan suaminya yang sekarang, Mas Viki.

"Makanya cepat cari jodoh, Nirma, supaya ada yang bisa bantu-bantu Kamu sama Buk Tami. Kamu harus nyontoh sama Mina, meski sudah menikah sama direktur, dia tetap ndak lupa sama ibunya sendiri di kampung," kata Bik Diah bangga.

Sekilas memang kata-katanya terdengar peduli, tapi aku tahu maksud dia yang sebenarnya, Bik Diah ingin aku terlihat menyedihkan karena tak kunjung bertemu jodoh padahal sudah umur dua puluh enam tahun.

"Jangan terlalu pilih-pilih juga, Nirma, kalau mau dapat suami yang kaya seperti Viki memang susah," ujar Bik Diah lagi.

"Iya, Santi saja menikah dengan anak petani, ya walaupun hasil tembakaunya lumayan, siih," timpal Buk Tuti cekikikan.

Aku mencibir dalam hati, banyak sekali unek-unek yang ingin kukatakan pada mereka, tapi mengingat nasihat Ibu untuk selalu hormat pada yang lebih tua dan tak menabur perselisihan dengan orang lain, maka aku berhenti.

"Bukannya aku mau pilih-pilih, Buk Tuti, tapi memang belum dikasih jodoh saja sama Allah," kataku.

"Jangan cuma bisa pasrah, Nirma, jodoh itu perlu diusahakan, kalau ada yang tertarik juga jangan terlalu pilih-pilih, kudengar Hasan dari kampung sebelah menaruh hati padamu dan pernah datang melamar, kenapa ndak diterima saja."

Bik Diah tersenyum sambil memilah kangkung dagangan Mpok Atik, kalau dilihat-lihat kasihan juga kangkung itu, terlalu sering dibolak-balik sampai hampir berceceran.

"Apa karena dia anak petani dan sawahnya kecil, jadi Kamu ndak mau, Nirma?" tanya Bik Diah lagi.

Astagfirullahaladzim, kotor sekali hati wanita ini. Padahal siapa yang tak tahu si Hasan yang rumahnya di dekat gunung itu, duda itu adalah pria berkarakter bengkok dari desa sebelah, kerjaannya sehari-hari cuma minum-minum dan berjudi di pasar, makanya ditinggal minggat sama istri dan anaknya, siapa juga yang betah berumah tangga dengan pria tak bertanggung jawab seperti itu.

Hasan memang pernah datang melamar, namun langsung ditolak oleh Ibu. Aku juga tak seputus asa itu dalam hal mencari pasangan.

"Aku ndak pernah menolak Hasan karena dia cuma anak petani, Bik Diah, tapi siapa yang ndak tahu reputasi dia? Kayaknya ndak mungkin ada gadis yang mau menikah sama laki-laki pengangguran dan suka berbuat onar itu." Aku mendelik kesal. "Lagi pula ndak ada yang salah sama anak petani, justru aku lebih suka kalau calon suamiku sama-sama dari keluarga petani, kan bagus kalau hasil bertaninya banyak, jadinya ndak perlu ngerepotin ibu mertuaku nanti. Kan malu kalau masih minta gabah sama mertua."

Aku tahu kalau Bik Diah sepertinya menangkap sindiranku. Ia mendelik dan tersipu.

Giliran balik disindir saja langsung marah

"Bilang saja ndak laku," bisik Bik Diah pada Buk Tuti dan mereka berdua cekikikan lagi.

"Bukan ndak laku, Bik, tapi kayak yang dibilang Mpok Atik, aku ndak perlu terburu-buru. Jodoh, maut, dan rezeki sudah ada yang ngatur, ndak perlu dipusingin."

Sambil mengambil sekresek hati ayam, aku senyum ke arah Mpok Atik.

"Ini berapa, Mpok?" tanyaku.

"Hati ayam 35 ribu setengah kilo, Nduk."

"Walaupun sudah ada yang ngatur, tapi perlu dicari juga, Nirma," kata Bik Diah.

Aku mengabaikannya.

"Kalau jagung sama bayamnya berapa, Mpok?" tanyaku.

"Jagung tiga ribu, bayam seikat dua ribu."

"Anak ini dikasih tahu sama orang tua malah ndak dipedulikan, pantas ndak ada yang mau, sudah berumur gitu tapi ndak laku-laku, perawan tua."

Bik Diah dan Buk Tuti cekikikan lagi. Aku menaruh hati ayam, jagung, dan bayam yang tadi kuambil, sambil tersenyum dan berhadapan langsung dengan kedua wanita itu.

"Memangnya kenapa kalau aku ndak laku-laku, lagian aku ndak numpang makan di rumah Kalian, kan? Juga, beras ibuku di rumah masih banyak untuk kuhabiskan!"

Bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DINIKAHI PRIA KAYA DARI KOTA   11. Nikah Siri

    "Apa?!"Yang barusan berteriak itu adalah Mina dan Buk Susi. Kengerian terpatri dengan jelas di wajah mereka."Saya ndak setuju, Pak Imron, saya ndak sudi kalau harus menampung Mina dan Buk Diah yang gila dan ... dan ... tak punya harta benda lagi ... a-anu ... maksud saya, Pak Imron kan tahu bagaimana kondisi keluarga kami. Akan jadi seperti apa keluarga kami di masa depan?""Aku juga ndak sudi kalau harus menikah dengan anakmu dan menjadi satu keluarga dengan Kalian, cuih!""Hihihihi, hore-horeeeee berantem."Buk Susi, Mina, dan Bik Diah bersahut-sahutan."Sekarang baru terpikir akibat dari perbuatan buruk Kalian, kan? Waktu merencanakan semua ini, apa pernah terlintas di pikiran Kalian bagaimana masa depan orang tak bersalah yang Kalian coba jebak?" Buk Nuri yang sedari tadi hanya diam menyimak pun angkat suara. Beliau berkata parau dan matanya terlihat berkaca-kaca, beliau mungkin teringat akan almarhumah putrinya, Sari Yuliati, yang meninggal sepuluh tahun silam.."Seorang pemuda

  • DINIKAHI PRIA KAYA DARI KOTA   10. Cacat di Rencana

    "Diaaaam! Semua ini gara-gara ibumu yang gila itu! Semua rencana kita gagal total karena dia!""Rencana?"Nada dingin tersebut membuat Farhan langsung membeku.Mau tak mau aku menoleh ke asal suara, di sana kulihat Edward tengah menatap Farhan seperti seorang jenderal yang akan mengeksekusi musuh di medan perang."Rencana apa? Jelaskan!" Edward menuntut."Kamu jelaskan, beberapa waktu lalu juga aku sempat mendengarmu merencanakan sesuatu dengan Mina, kan?" Aku juga turut menekan Farhan supaya menjelaskan.Aku merasakan firasat yang kuat kalau 'rencana' yang dibicarakan Farhan dan Mina itulah dalang di balik petaka yang menimpaku ini."Lanjutkan penjelasannya, rencana apa yang Kalian maksud?" tanya Pak Imron begitu melihat Farhan masih diam membatu.Aku geram sekali saat melihat Farhan duduk diam tak bersuara, beberapa waktu lalu ia seperti singa yang mengaum ganas dan siap menyerang siapa saja, sekarang ia terlihat seperti kura-kura mengkerut yang bersembunyi di dalam cangkangnya sepe

  • DINIKAHI PRIA KAYA DARI KOTA   9. Penggerebekan

    Allah tahu bagaimana aku berjuang melepaskan diri dari Edward. Allah tahu kalau aku berusaha sekuat tenaga melawan pria itu. Allah pasti tahu kalau aku telah sedaya upaya melakukan perlawanan padanya. Aku menendang, mencakar dan menggigit sebisanya. Semua bekas perlawananku tercetak jelas di tubuh tak berbusana pria itu. Adapun Edward yang beberapa saat lalu terlihat seperti binatang buas hilang kendali, sekarang akhirnya tersadar setelah naf-sunya terpenuhi. Aku beringsut ke sudut pabrik baru ini, sebisa mungkin menjangkau semua pakaian untuk menutupi badan yang tak pernah terlihat oleh lelaki mana pun sejak aku akil baligh. Kupasang satu per satu pakaian itu sambil menata perasaan campur aduk yang bergelora di hati: marah, malu, sedih, terhina. Semuanya campur aduk. Air mataku berlomba-lomba turun, semua perasaan gelisah itu sudah tak bisa kutahan lagi. Akan bilang apa aku pada Ibu nanti? Bagaimana perasaan wanita itu kalau tahu anak gadisnya sudah tak suci lagi? Akan seremu

  • DINIKAHI PRIA KAYA DARI KOTA   8. Malam Nahas

    Setelah beberapa hari yang damai dan tenteram, kampungku ternyata ribut lagi. Usut punya usut, ternyata tujuan Edward datang ke kampung adalah untuk membangun pabrik plastik di bekas sawah Bik Diah.Edward sudah tiga hari ini tinggal di rumah Pak Imron, dia menginap di sana lantaran tak ada kos-kosan di kampung, maklumlah karena kampungku masih termasuk daerah terpencil.Edward rupanya ingin segera membangun pabrik dan mendatangkan bahan konstruksi, tapi niatnya terhalang karena ada warga yang protes.Para warga yang sawahnya berdekatan dengan bekas sawah Bik Diah tak setuju kalau akan dibangun pabrik di sana. Meskipun tanah itu sudah dibeli oleh Edward dan resmi pindah tangan padanya, tapi warga tetap melarang, mereka khawatir kalau limbah pabrik nantinya akan mencemari sawah mereka dan mempengaruhi hasil panen.Informasi di atas aku dapatkan dari Pak Imron."Bukannya kami melarang, Nak Edward, karena sejatinya kan tanah itu sudah jadi milik Kamu, jadi terserah Kamu mau dibangun apa

  • DINIKAHI PRIA KAYA DARI KOTA   7. Pria Bule dari Kota

    "Heh, sini Kamu!"Aku sudah akan kabur, tapi urung sebab melihat kecepatan lari lelaki itu. Kalau pun aku memilih langsung lari, pasti akan terkejar."Ini sendal punya Kamu, kan?" tanya lelaki tinggi itu.Kalau tak sedang takut padanya, aku pasti akan mengagumi dan memberikan nilai sepuluh untuk penampilannya. Bagaimana tidak, lelaki tersebut tinggi, mancung, putih, dan memiliki mata biru cerah dan wajahnya dibingkai dengan rambut pirang berkilau."Gantengnya, kayak orang bule," lirihku."Hei, ditanya malah melamun, udik Kamu ya, enggak pernah liat orang ganteng apa!"Ish, walaupun dia ganteng, tapi kata-katanya kasar. Aku menarik semua pujianku padanya, percuma ganteng kalau minus tata krama."Ini sendal punya Kamu, kan?" tanya lelaki itu lagi."Iya.""Tanggung jawab, lihat dahi saya, nih!"Dahi pria itu memang merah dan tertutup sedikit lumpur akibat sendalku."Aku ndak sengaja, Om."Kupanggil ia dengan sebutan Om sebab pakaiannya terlihat mewah seperti om-om pengusaha yang ada di t

  • DINIKAHI PRIA KAYA DARI KOTA   6. Gila Lantaran Harta

    Karena banyak warga yang mendengar pertengkaran Mas Viki dan Mina kemarin, berita perselingkuhan Bik Diah tersebar dengan cepat. Saat ini mereka tengah disidang oleh Pak Imron, sayangnya hanya ada Mina dan Bik Diah, sementara Mas Viki sudah melarikan diri entah kemana."Itu semua karena lelaki be-jat itu, Pak, dia merayu saya lebih dulu!" Bik Diah berteriak kesetanan.Aku rasanya ingin tertawa kencang, kemarin-kemarin saja Bik Diah membela menantunya setengah mati."Saya percaya sama Ibu, ini pasti murni Mas Viki yang merayu, soalnya dia memang mata keranjang, sebagai istri saya kenal dia luar-dalam, Pak." Mina turut menimpali."Kalau memang kejadiannya seperti yang Kalian katakan, itu berarti Viki memang terbiasa melakukan hal-hal tidak senonoh. Dari sini kita bisa tahu kalau kejadian dengan Nirma pasti dalangnya si Viki." Pak Imron berkata dengan geraman rendah."Iya, Buk Diah dan Mina sudah menuduh yang bukan-bukan sama Nirma, ternyata yangba-jingan itu Viki!"Salah satu warga yan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status