Share

DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER
DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER
Author: Pelukis Matahari

1. Salah Kamar

last update Last Updated: 2025-07-21 17:21:24

Malam itu, kamar suite mewah Antonio Valentino dipenuhi oleh kemarahan yang meledak.

"Keluar! Sekarang!" Antonio menggeram, melemparkan bantal ke arah wanita bayaran yang terlihat ketakutan.

"Tapi, Tuan—"

"Diam! Kau tidak berguna!" Suaranya menggelegar, membuat sang wanita segera menyambar gaunnya dan kabur dari kamar.

Antonio menatap tajam ke bawah, frustrasi melihat bagian tubuhnya yang tetap lemas, tak peduli seberapa cantik atau seksi wanita yang dihadirkan untuknya. Ia mengutuk dalam hati, meninju dinding hingga buku-buku tangannya memerah.

Ini tidak masuk akal.

Sejak kecelakaan itu, segala sesuatu yang membuatnya Antonio Valentino—kekuasaan, ketakutan yang ia tebarkan, bahkan kejantannya—seolah tercabik.

Jio, asisten sekaligus sahabatnya, masuk dengan langkah hati-hati. "Boss..."

"Jangan mulai, Jio," Antonio memotong, meneguk whiskey langsung dari botol. "Aku sudah muak dengan dokter-dokter itu dan teori bodoh mereka. Coba dengan wanita lain, coba suasana berbeda— BULLSHIT!"

Jio menghela napas, memijat pelipisnya sendiri. "Kita sudah coba segalanya, Boss. Tapi mungkin... mungkin ini bukan masalah fisik lagi. Mungkin—"

"Jangan ngomong psikologis lagi!" Antonio memotong kasar. "Aku tidak gila, Jio. Aku hanya... rusak dan butuh perbaikan saja."

Suasana mencekam, hingga tiba-tiba—

Tok-tok-tok.

Pintu kamar diketuk perlahan.

"Kuberi tahu kau untuk tidak ganggu aku malam ini—"

"Baik, Tuan."

**

**

**

Pintu ruang konsultasi terhempas keras saat Antonio masuk dengan wajah gelap. Dr. Devan Cross, sahabat sekaligus dokter androloginya, hanya menghela napas melihat ekspresi frustrasi itu.

"Laporan terakhir tetap sama, Dev," geram Antonio sambil melemparkan hasil tes ke meja. "Semua normal. Tapi kenyataannya? Masih tidak bisa ereksi seperti pria normal!"

Devan menyusun dokumen dengan tenang. "Secara medis tidak ada masalah fisik. Saraf, hormon, aliran darah - semuanya berfungsi sempurna."

"Lalu apa masalahnya?!" Antonio meninju lengan kursi.

"Psikologis. Trauma pasca kecelakaan. Atau mungkin..." Devan ragu sejenak, "... kau butuh stimulasi yang lebih kuat."

Antonio menyeringai. "Kau pikir aku belum mencoba? Setiap malam wanita berbeda, dari yang seksi sampai yang vulgar. Hasilnya? Tetap nol besar!"

Devan menggeleng. "Mungkin bukan tentang kuantitas, tapi kualitas. Coba dengan seseorang yang benar-benar kau inginkan, bukan sekadar pelampiasan."

"Bodoh," Antonio mencemooh. "Aku Antonio Valentino. Aku bisa mendapatkan wanita mana pun yang kumau."

"Tapi jelas tidak bisa menikmatinya," Devan menukas.

Antonio berdiri mendadak, kursi terjungkal ke belakang. "Resepkan saja obat baru. Atau suntikan. Apapun!"

Devan mengangkat tangan. "Sudah kubilang, ini bukan masalah fisik. Tapi..." dia mengambil napas dalam, "...ada satu saran terakhir. Coba dengan wanita mabuk."

Antonio mengerutkan kening. "Apa?"

"Dalam keadaan mabuk, penghambat psikologis mungkin berkurang. Tapi ini hanya teori," Devan cepat menambahkan.

"Teori bodoh," Antonio menggeram sambil berbalik menuju pintu. "Aku bukan kelinci percobaan."

Sebelum pergi, dia melemparkan kalimat terakhir: "Siapkan Viagra dosis tinggi. Aku akan coba lagi malam ini dengan gadis Rusia baru."

Pintu tertutup keras. Devan menggeleng, menatap berkas medis Antonio.

Masalahnya bukan di tubuhmu, teman. Tapi di egomu yang terlalu besar.

**

**

**

Lampu neon berpendar menyapu ruangan, diiringi dentuman bass yang mengguncang lantai dance club paling eksklusif di kota. .  Antonio Valentino. Pria itu tengah menyandarkan tubuhnya di bar VIP, jari-jarinya mengetuk permukaan marmer dengan ritme tak sabar.

"Aku butuh minum. Yang kuat," geramnya pada bartender, yang langsung bergerak cepat menyiapkan Macallan 25 tahun—minuman favorit sang bos.

Jio, yang duduk di sampingnya, mengamati Antonio dengan tatapan khawatir. "Boss, mungkin kau harus pelan-pelan—"

"Diam," Antonio menyentak, menenggak setengah gelas wiski sekaligus. Cairan amber itu membakar tenggorokannya, tapi tidak cukup membakar amarah yang menggerogotinya sejak kunjungan ke klinik Devan tadi pagi.

Dia menyapu pandangannya ke kerumunan penari di lantai dansa. Tubuh-tubuh seksi bergoyang dalam balutan gaun mini dan setelan ketat, tapi tidak ada yang memicu sedikit pun reaksi dari bawah sabuknya.

Bangsat.

"Sudah kau siapkan?" Antonio menoleh ke Jio.

Jio mengangguk, menunjuk ke sudut booth paling gelap di mana tiga wanita berbentuk jam pasir—seorang brunette, seorang blonde, dan seorang redhead—sudah menunggu dengan senyum menggoda. "Yang terbaik malam ini, Boss. Model Victoria's Secret yang baru datang dari Milan."

Antonio mengerutkan kening. "Dan?"

"Dan... mereka bersedia melakukan apa pun," Jio menambahkan dengan suara rendah.

Dengan gelas wiski di tangan, Antonio bangkit dan berjalan ke arah booth, mata para pengawalnya mengikuti setiap langkahnya. Para wanita itu langsung menyambutnya dengan senyum manis, tapi yang dia lihat hanya bayangan ketidakmampuannya sendiri.

"Kalian tahu kenapa kalian di sini?" suaranya dingin.

Brunette berani menyentuh lengannya. "Untuk membuatmu lupa segalanya, Tuan Valentino."

Antonio menatapnya tajam, lalu menenggak habis wiskinya. "Kita lihat."

Tapi bahkan sebelum mereka sampai ke suite pribadi di lantai atas, dia sudah tahu hasilnya. Tubuhnya tetap mati rasa.

Di tengah kemarahan yang meluap, Antonio menyuruh mereka keluar. "Pergi! Semua!"

Ketika pintu tertutup, dia menghancurkan vas antik di dinding dengan tinjunya.

"SIALAN!"

Jio masuk dengan hati-hati. "Boss—"

"Pulang saja ke hotelku!" Antonio menggeram, suaranya parau akibat alkohol dan frustrasi.

Jio mengangguk patuh, segera memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil. Sepanjang perjalanan ke The Valentino Grand Hotel, Antonio duduk diam di jok belakang, menatap keluar jendela dengan pandangan gelap. Lampu kota yang berkilauan hanya membuat kepalanya semakin pusing.

"Bos mau sendirian?" tanya Jio saat lift bergerak naik, matanya menyiratkan kekhawatiran.

"Iya. Urus saja pengiriman barang ke Meksiko besok," Antonio membentak pendek, tak ingin diajukan pertanyaan lagi.

Jio mengangguk lagi, mengerti batasannya. "Baik, Boss. Semoga beristirahat dengan tenang."

Antonio membuka pintu suite mewahnya dengan kartu kunci, hampir langsung ingin membanting pintu—

Tapi tiba-tiba...

Seorang wanita tersandung masuk ke dalam kamarnya, tubuhnya limbung dan langkahnya gontai.

Wanita Mabuk Itu rambut pirangnya berantakan, sebagian menutupi wajahnya yang memerah karena alkohol. Gaun hitam ketatnya sedikit melorot di satu bahu, memperlihatkan tali bra berwarna champagne. Matanya setengah tertutup, bibirnya mengucapkan sesuatu yang tidak jelas.

"Mmm... ini kamar 3102, kan?" ucapnya dengan suara berat, lalu tersandung lagi.

Antonio menatapnya, awalnya hanya kesal—siapa berani mengganggu ruang pribadinya?

Tapi kemudian...

Sesuatu Terjadi.

Untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan...

Dia merasakan sesuatu.

Antonio berdiri kaku di depan pintu, tangan masih menggenggam gagangnya.

Ini tidak masuk akal.

Dia menatap wanita mabuk yang sekarang tergeletak di kasur mewahnya—rambut pirang berantakan, gaun hitam melorot, napasnya teratur dalam tidur yang lelap.

Tapi yang membuat Antonio terpaku bukanlah penampilannya.

Melainkan reaksi di celananya yang tiba-tiba menjadi ketat.

Reaksi pertama dalam enam bulan.

"Apa-apaan ini..." Antonio menggeram, menatap ke bawah dengan ekspresi antara tidak percaya dan gusar. Tangannya meraih bagian yang keras itu, seolah memastikan ini bukan halusinasi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   5. Pengkhianatan Keluarga Sendiri

    Liana membuka pintu apartemennya dengan tubuh lelah dan pikiran yang masih dipenuhi bayangan Antonio. Namun, sesaat sebelum bisa melepas sepatunya—"Kak!"Suara itu membuatnya kaget. Di sofa kecilnya, Emilia Hart—adiknya yang berusia 19 tahun—duduk dengan wajah pucat dan mata berkaca-kaca. Rambut pirangnya yang biasanya ditata rapi kini kusut, dan baju klub malam yang masih melekat di tubuhnya mengisyaratkan bahwa dia baru saja pulang kerja."Emi? Apa yang kau lakukan di sini?"Emilia menggigit bibir bawahnya, tangan gemetar memegang segelas air yang hampir tumpah. "Aku butuh uang, Kak."Liana menghela napas panjang, melemparkan tas kerjanya ke kursi. "Untuk apa lagi? Bulan kemarin bukannya sudah aku berikan setengah tabunganku?""Ini berbeda—""Untuk menghidupi priamu lagi?!" Liana memotong, suaranya meninggi. "Leon itu sampah, Emi! Dia hanya memanfaatkanmu!"Emilia menunduk, tapi yang keluar dari mulutnya berikutnya membuat Liana membeku."Aku... aku hamil, Kak." Suara kecilnya peca

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   4.Pilihan yang Serba Salah

    Pagi itu, Liana tiba di RS. St. Maria dengan langkah berat. Setiap gerakan masih terasa sakit, mengingatkannya pada malam yang seharusnya tidak pernah terjadi."Dokter Hart!"Suara itu membuatnya tertegun. Dokter Lincard, dokter senior neurologi, berdiri di depan ruang pemeriksaan dengan alis berkerut. Matanya yang tajam mengamati Liana dari ujung kepala hingga ujung kaki."Kamu baik-baik saja?"Liana mengangguk cepat, tangan gemetarnya menyelipkan rambut pirangnya ke belakang telinga—gerakan yang justru membuat Dokter Lincard semakin curiga."Aku baik-baik saja, Dok. Hanya... kurang tidur."Dokter senior itu mengerutkan kening, tapi memilih tidak mengejar. "Ruangan satu sudah penuh. Pasien stroke post-op perlu evaluasi ulang. Kamu tangani?""Siap, Dok."Sepanjang pagi, Liana menyibukkan diri dengan rutinitas yang ia hafal di luar kepala. Memeriksa refleks Pasien A. Mengevaluasi perkembangan motorik Pasien B. Menandatangani resep untuk Pasien C.Tangan-tangan yang ia pegang hari ini t

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   3. Bangun Di Kamar Yang Salah

    Liana Hart terbangun dengan kepala berdenyut-denyut, seperti ada palu godam yang menghentak di dalam tengkoraknya. "Aduh..." keluhnya, mencoba membuka mata perlahan. Cahaya pagi yang menusuk membuatnya mengerutkan kening.Tapi itu bukan satu-satunya yang sakit.Seluruh tubuhnya berasa seperti baru dihancurkan. Pahanya pegal, punggungnya kaku, dan di antara kedua kakinya—sakit."Apa yang terjadi semalam...?"Dia mencoba mengingat, tapi ingatannya kabur. Pesta rumah sakit, anggur terlalu banyak, lalu... kosong.Dengan gerakan lamban, Liana mengangkat selimut—dan dadanya sesak.Noda darah."Oh Tuhan..." Tangannya gemetar menyentuh bekas yang sudah mengering di sprei putih itu. Dia masih perawan kemarin.Tapi sekarang?Tidak.Liana menelan ludah, matanya liar memindai kamar. Ini bukan kamarnya. Kamar ini terlalu mewah, terlalu besar—seperti suite hotel bintang lima. Dan dia sendirian."Siapa yang—"Tiba-tiba, ketukan pintu memecah kesunyian.Liana kaget. Apa dia harus membukanya? Tapi dia

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   2. Dia Pikir Aku Gigolo Bayarannya

    Antonio berdiri kaku di depan pintu suite-nya, tangan masih menggenggam gagang. Wanita mabuk itu terhuyung-huyung masuk, lalu terjatuh di atas karpet beludru hitam."Ah... kamu pasti pria yang disewakan Mom Hilarry untukku," ucapnya dengan senyum genit, jari telunjuknya menunjuk-nunjuk Antonio. "Tampan juga~"Antonio mengerutkan kening.Sialan. Dia pikir aku gigolo?Dia hampir membentak, hampir menarik wanita itu dan melemparkannya keluar—tapi tiba-tiba, sesuatu di dalam celananya bereaksi.Tidak mungkin.Enam bulan. Enam bulan sejak kecelakaaan itu, sejak tubuhnya menolak semua wanita, sejak dokter-dokter mahal hanya bisa menggeleng.Tapi sekarang?Karena seorang wanita mabuk yang salah kamar?"Aku bukan gigolo," geramnya, suara serak.Wanita itu tertawa kecil, lalu mencoba berdiri—tapi malah terjatuh lagi. "Jangan... jangan malu-malu. Aku bayar mahal kok~"Antonio menatapnya.Gaun hitamnya melorot, memperlihatkan bahu mulus. Pipinya merah, bibirnya mengkilap karena lipstik yang sedi

  • DOKTER CANTIK VS MAFIA HYPER   1. Salah Kamar

    Malam itu, kamar suite mewah Antonio Valentino dipenuhi oleh kemarahan yang meledak."Keluar! Sekarang!" Antonio menggeram, melemparkan bantal ke arah wanita bayaran yang terlihat ketakutan."Tapi, Tuan—""Diam! Kau tidak berguna!" Suaranya menggelegar, membuat sang wanita segera menyambar gaunnya dan kabur dari kamar.Antonio menatap tajam ke bawah, frustrasi melihat bagian tubuhnya yang tetap lemas, tak peduli seberapa cantik atau seksi wanita yang dihadirkan untuknya. Ia mengutuk dalam hati, meninju dinding hingga buku-buku tangannya memerah.Ini tidak masuk akal.Sejak kecelakaan itu, segala sesuatu yang membuatnya Antonio Valentino—kekuasaan, ketakutan yang ia tebarkan, bahkan kejantannya—seolah tercabik.Jio, asisten sekaligus sahabatnya, masuk dengan langkah hati-hati. "Boss...""Jangan mulai, Jio," Antonio memotong, meneguk whiskey langsung dari botol. "Aku sudah muak dengan dokter-dokter itu dan teori bodoh mereka. Coba dengan wanita lain, coba suasana berbeda— BULLSHIT!"Jio

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status