Share

Bab 8 - Her Name is Ran: Part Four / End.

Ran terlihat sangat senang dengan pakaian yang dia kenakan. Aku dan Rima hanya tersenyum melihat Ran memutar tubuhnya memamerkan pakaiannya dengan sangat bersemangat. Sementara itu, di tengah musim dingin abadi, terdapat sebuah kawah yang sangat besar. Tidak jauh dari kawah tersebut, terdapat sebuah rumah modern. Di sebuah ruangan hangat, seorang wanita berambut panjang kebiruan sedang serius mengamati sebuah layar tembus pandang. Layar itu sangat mirip dengan kebanyakan film sci-fi luar negeri, dengan kontrol yang rumit dan data yang berjajar rapi di layar.

Dengan lincah, wanita itu menggeserkan file demi file. Di antara jutaan file dalam database, terdapat sebuah folder dengan tulisan besar: "R.U.N Project." Wanita itu tersenyum kecil ketika dia memilih sebuah foto dan melihat seorang lelaki Jepang yang bernama Tomoya Uehara dan seorang perempuan bernama Rima Uehara, serta foto seorang perempuan aneh dengan telinga dan ekor kucing. Wanita itu meninggalkan meja kerjanya, langit-langit ruangan dipenuhi dengan cahaya kebiruan yang menenangkan. Dia memandang langit keperakan di luar dan berkata pelan, "Jika waktunya tiba, kita akan bertemu, Tomoya-san."

Ran tampak begitu bersemangat dengan pakaian barunya, dan melihatnya seperti itu membuatku juga merasa antusias. Aku berpikir untuk mengajaknya jalan-jalan mengelilingi kota. Sudah hari kedua Ran tinggal di rumah ini, dan mengenalkannya pada tempat-tempat baru mungkin akan menjadi ide yang bagus. Aku tidak ingin kejadian seperti insiden televisi kemarin terulang lagi. Jadi, aku mengajaknya dengan senyum ramah, "Ran, bagaimana kalau kita jalan-jalan keliling kota hari ini? Aku bisa memperkenalkanmu pada tempat-tempat menarik yang belum pernah kamu kunjungi sebelumnya."

Wajah Ran berseri-seri ketika dia mendengar ajakan itu, dan ekspresi kegembiraan terpancar jelas dari matanya. Telinga dan ekor kucingnya bergerak-gerak dengan bahagia, menambahkan nuansa lucu pada keceriaan yang terpancar dari wajahnya.

Aku tersenyum, merasa senang melihat Ran begitu antusias. Kemudian, aku meminta izin kepada Rima untuk pergi keluar sebentar. Rima dengan ramah memberikan syal miliknya kepada Ran, memastikan bahwa dia akan tetap hangat di luar. "Ran-chan, bersenang-senanglah dengan papamu," ucap Rima sembari tersenyum.

Aku menarik napas dalam-dalam, merasa terganggu dengan panggilan 'papa' yang tidak seharusnya. "Aku bukan papa anak itu. Kamu tahu itu, kan?" tegasku pada Rima, tetapi dia sepertinya mengabaikan keluhanku, hanya menyuruh kami segera pergi berjalan-jalan.

Ran berjalan disampingku dengan langkah yang ringan dan ceria. Dia menyanyikan lagu riang, dan entah mengapa, aku merasa sangat akrab dengan lagu yang dia nyanyikan. Aku mengambil ponsel dan mulai mencari tempat-tempat menarik untuk dibawa anak-anak. "Hmm, tempat yang anak-anak sukai?" pikirku sambil menghentikan pencarian di ponselku. Tiba-tiba, sebuah tempat terlintas dalam pikiranku yang ku percaya akan disukai oleh anak-anak. Aku segera mengusulkannya kepada Ran.

Lima belas menit kemudian, kami berdiri di luar sebuah Game & Manga Center. Depannya dihiasi dengan spanduk berwarna-warni yang menampilkan karakter-karakter anime populer, dan jendelanya menampilkan berbagai figurin, volume manga, dan barang dagangan video game. Pintu masuknya ditandai dengan pintu kaca besar, melalui mana interior yang berwarna-warni bisa terlihat.

Setelah masuk, kami disambut oleh atmosfer hidup dari pusat tersebut. Suara mesin-mesin arkade mengisi udara, disertai dengan obrolan bersemangat dari para pelanggan yang sedang melihat-lihat rak-rak. Interior terbagi menjadi beberapa bagian, masing-masing melayani berbagai minat para penggemar manga dan game.

Di sebelah kanan, barisan rak menampilkan berbagai pilihan volume manga, tersusun rapi berdasarkan genre. Poster-poster rilis mendatang menghiasi dinding, menambah kesan atmosfir yang hidup. Dekat tengah toko, sekelompok mesin arkade menarik perhatian sejumlah gamer, dengan fokus intens terlihat saat mereka bertarung di dunia virtual.

Di sebelah kiri, rak-rak dipenuhi dengan video game untuk berbagai konsol game, mulai dari favorit klasik hingga rilis terbaru. Layar besar menampilkan trailer dan cuplikan gameplay, menggoda pelanggan untuk mencoba judul-judul terbaru. Area yang didedikasikan dengan tempat duduk yang nyaman disediakan bagi pelanggan untuk mencoba demo game, lengkap dengan konsol dan kontroler yang siap digunakan.

Di seluruh toko, staf berpakaian seragam berwarna-warni membantu pelanggan dan menawarkan rekomendasi. Aroma kopi yang baru diseduh menyelimuti sudut kafe kecil, mengundang pelanggan untuk beristirahat dan bersantai sambil menikmati minuman segar.

Mata Ran berbinar-binar dengan kegembiraan saat dia menyaksikan suasana ramai di depannya. Telinganya bergetar dengan senang, dan ekornya bergerak maju mundur dalam antisipasi. Sesuai dugaanku, Ran pasti akan menyukainya.

Di tengah kesibukan mencari sesuatu yang cocok untuk anak seusia Ran, aku melihat seorang staf menghampiriku. Wajahnya terlihat akrab. Ternyata, dia adalah Kanako Katsura, teman semasa SMPku dulu. Dulu, Kanako terlihat tomboi dan suka berkelahi, namun dengan seragam warna-warni toko ini, kesan Kanako berubah. Sekarang, dia terlihat ramah dan berpenampilan lebih feminin.

Kanako menyapaku dengan ramah, "Ah, seperti yang kuduga, kamu Tomoya, bukan? " Suaranya penuh kehangatan, membuatku merasa senang bertemu dengannya.

Aku terkesima dengan perubahan drastis yang terjadi pada Kanako. Dahulu, dia terlihat tomboi dan agak kasar, namun sekarang, dia terlihat begitu feminin dan ramah dengan seragam kerjanya yang berwarna-warni. Setiap detail penampilannya terlihat begitu cocok dengan suasana toko tersebut.

Kanako memakai seragam dengan gaya yang santai namun tetap terlihat profesional. Rambut panjangnya digelung rapi ke belakang dengan sedikit aksesori manis berbentuk bunga. Make-up yang natural menyoroti kecantikan wajahnya, sementara senyumnya yang hangat membuatnya terlihat sangat ramah. Gaun seragamnya yang berwarna cerah menampilkan logo toko dengan bangga, dan paduannya dengan aksesori kecil yang cocok menambahkan sentuhan feminin pada penampilannya. Selangkah demi selangkah, dari ujung rambut hingga ujung kaki, Kanako terlihat begitu percaya diri dan memesona dalam seragam barunya.

"Kanako, sudah lama tidak berjumpa, kamu terlihat cukup berbeda!" sapaku dengan terkagum-kagum. Kanako terlihat tertawa kecil, aku semakin terkesima dengan perubahan Kanako, bahkan dia mengubah cara tertawanya yang lebih feminin bukan kelelakian seperti dahulu.

"Benar sudah tiga tahun ya. Ah, kamu berada di tempat ini, apakah kamu sekarang tinggal di Ueno?" tanya Kanako dengan penasaran. Aku mengangguk dan menjelaskan aku baru beberapa hari pindah ke Ueno dan aku juga mengtakan kalau adik perempuanku juga tinggal disini untuk sementara.

Tidak lama kemudian Kanako menyadari Ran yang terlihat bersembunyi di belakangku. Ran sepertinya ketakutan dengan seseorang yang belum pernah dia jumpai selain diriku dan Rima. Aku tersenyum kemudian membelai lembut kepala Ran, "Ran, jangan diam saja. Perkenalkan dirimu"

Ran menoleh kepadaku dengan mata berlinang, aku hanya menghela napas pendek. Kanako menyadari kesulitan kecilku, Kanako pun jongkok di depan Ran. Dengan senyuman ramah, Kanako berkata "Hai, adik manis. Siapa namamu? Bisa beritahu kepada kakak?"

Dengan suara pelan, Ran memperkenalkan dirinya. Kanako memahami kenapa Ran bersikap seperti itu. Kemudian dia menanyakan sekali lagi, kali ini dia membujuk Ran untuk memperkeras suaranya dan mendapatkan voucher diskon untukknya. 

"Hmm? Kakak tidak mendengarnya loh... Kalau kamu sedikit bersuara lebih keras, kakak akan memberikanku voucher diskon ini loh" tanya Kanako kembali dengan sangat ramah sembari memperlihatkan dua voucher dari celemek tokonya.

Ran tidak bisa membendung perasaannya kali ini. Dalam momen ketakutan yang mendadak, dia memelukku erat sambil berteriak, "Papa! Ran takut!!!" Tangisannya memecah keheningan seketika, menarik perhatian semua orang di sekitar kami. Wajah Kanako, yang sebelumnya begitu ramah, berubah secara drastis. Senyumannya yang tadinya hangat kini terlihat menakutkan. Ketika matanya bertemu dengan mataku, ekspresinya berubah menjadi aneh.

"Eh... aku tidak tahu kamu sudah menikah. Ini tidak baik loh, tidak memberikan undangan," ucap Kanako dengan senyuman yang menyeramkan.

Aku merasa panik dan terganggu. Tanpa berpikir panjang, aku segera membawa Ran keluar dari toko dengan panik. Rasanya untuk sementara waktu, aku tidak akan berani berkunjung ke toko tempat Kanako bekerja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status