Home / Romansa / DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta / BAB 1 GARA-GARA MIMPI SIALAN (21+)

Share

DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta
DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta
Author: Libra Syafarika

BAB 1 GARA-GARA MIMPI SIALAN (21+)

last update Last Updated: 2025-09-02 09:36:11

"Ini naskah skripsi saya, Pak. Semuanya sudah direvisi," ucapku dengan suara bergetar yang sulit disembunyikan.

Aku berdiri di dekat Pak Jefri sambil menundukkan kepala. Jemariku saling meremas di belakang punggung. Keringat dingin merayap di sekujur tubuh, meski ruangan dingin dari embusan AC itu terasa menusuk.

Aku merasakan suasana yang mencekam di kantor Pak Jefri siang itu. Wajar saja. Ini sudah kali ke lima aku menulis revisi yang berujung penolakan. Setiap kali skripsi itu kembali, selalu ada coretan —menandakan kegagalanku yang tak ada habisnya. 

Rasanya bukan lagi revisi, melainkan sebuah siksaan tanpa akhir. Tak salah jika aku  memanggilnya 'dosen killer'. Aku merasa dia punya dendam pribadi padaku, seolah ia selalu mencari celah untuk mempersulit skripsiku.

Benar saja, hari ini pun sama. Aku melirik Pak Jefri yang hanya membalik-balik kertas itu tanpa membacanya. Wajahku cemberut, dalam batinku bergumam, 'Sialan nih dosen! Dia bahkan nggak ngehargai kerja kerasku.'

Secepat kilat, ia mencoret beberapa halaman. Aku spontan mendongak, mataku membelalak lebar diikuti dengan mulutku yang menganga .

"Pak... jangan dong, Pak. Saya sudah susah payah merevisi ini. Masak di coret lagi sih, Pak..." Aku berseru, berusaha merebut dokumen tugas akhir itu.

Namun, ia menarik tangannya dengan cepat—membuatku tak bisa menjangkaunya. 

"Skripsi apa yang kamu buat ini?!" Nadanya bukan lagi sekadar marah, melainkan sebuah ledakan. Suaranya menggelegar di ruang kantor yang sunyi, membuatku berjengit. 

"Semuanya salah!" Ia terus mencoret tiap halaman di udara, seolah ingin merobeknya.

Aku merasa kesal dan tak menyerah. Aku terus melompat-lompat, berusaha menggapai skripsi itu. Kakiku tanpa sengaja tertekuk hingga tubuhku limbung dan terjatuh dalam pangkuannya.

Mata kami bertemu. Ada getaran aneh di dadaku. Tubuhku terasa menghangat, seolah ada api yang tiba-tiba menyala. Bibir Pak Jefri tiba-tiba melumat bibirku dengan brutal dan tanpa sadar, aku membalasnya.

Tanpa sedikitpun rasa sungkan, aku menjulurkan lidahku, mengundang Pak Jefri untuk menelusuri lebih dalam.

Ciumannya semakin ganas. Ia mulai menelusuri leherku, meninggalkan jejak kemerahan di sana.

"Aahh..." Sebuah desahan samar lolos dari bibirku.

Selama ini, tak ada pria yang menyentuhku. Namun hari ini, seorang dosen killer yang kubenci justru memulai semuanya. Ia meruntuhkan segala pertahananku yang selama ini anti sentuhan fisik.

Tangan Pak Jefri semakin berani. Ia tak puas hanya dengan bagian atas. Ia mulai menjelajahi dadaku, perlahan menarik tali tanktop-ku sambil terus mencumbu.

Puting payudaraku yang sudah tegang mencuat ke permukaan saat ia melorotkan tanktop itu, beserta bra yang menempel.

Dengan penuh gairah, ia mengisap ujung berwarna merah muda itu, sesekali menari liar menggunakan ujung lidahnya.

"Mmhhh... Pak..."

Mulutku tak bisa diam, apa lagi saat jari-jarinya mulai menjelajahi daerah pahaku yang terasa basah.

Aku bisa mendengar embusan napas Pak Jefri yang memburu. Tak kusangka, dosen yang kuanggap buas dalam merevisi skripsi ternyata lebih buas dari bayanganku.

Ia mengangkat tubuhku yang kecil—mendudukkanku di atas meja kerjanya. Rok mini yang kupakai memudahkannya menjangkau area paling sensitif.

Pak Jefri menurunkan celana dalamku, lalu membuka lebar pahaku yang terasa gemetar. Tangannya menarik tuas kursi putar yang didudukinya hingga merendah, membuat lidahnya dengan mudah menjangkau lipatan terdalamku.

"Aahhh... Pak..." 

Aku mendesah kenikmatan. Tanganku meremas rambut Pak Jefri yang sedang bekerja keras. Bokongku terus bergerak, mencari sensasi terdalam dalam permainan lidahnya. 

Hingga tanpa terasa, genggaman tanganku pada rambutnya tergelincir. Tubuhku terasa melayang—bukan karena kenikmatan—melainkan jatuh dari ketinggian.

Bruak!

Aku terbangun. Tubuhku terguling dari kasur, lalu mendarat di lantai yang dingin. Napasku terengah, mataku menyapu ke segala arah sambil bergumam, "Di mana ini?"

Keningku berkerut saat melihat kertas skripsi berserakan di mana-mana. Laptopku masih menyala, dan buku-buku tercecer di segala tempat. Melihat kekacauan yang terjadi aku baru sadar—ini apartemen kontrakanku, bukan kantor Pak Jefri.

"Sialan! Ternyata aku hanya mimpi."

Beberapa jam lalu, aku sibuk menyelesaikan revisi sambil mengumpat. Saking kesalnya dengan Pak Jefri, aku sampai ketiduran dan bermimpi aneh di siang bolong.

Aku meraba selangkanganku yang terasa basah. Dan... Benar saja. Cairan bening seperti lem masih terperangkap dalam celana dalamku.

"Begok! Bisa-bisanya aku mimpi basah sama dosen killer itu," rutukku pada diri sendiri.

Cling!

Suara notifikasi ponsel yang tergeletak di kasur tedengar. Aku mengabaikannya dan masih bersandar lemas di sisi ranjang.

Dadaku terasa sesak karena mimpi barusan. Selain jijik, aku merasa kesal dan tak terima. Aku yang selama ini tak pernah tersentuh pria, justru disentuh pertama kali oleh orang yang aku benci—meski itu hanya dalam mimpi.

Tak pernah sedikitpun aku membayangkan disentuh olehnya, bahkan melihat wajahnya saja membuatku naik darah. Heran saja, kok bisa ia menjadi dosen idaman para mahasiswi. Padahal wajahnya sangat kaku dan minim emosi. Sikapnya dingin mengalahkan kutub Utara.

Meskipun, ya... Dia memang ganteng, sih.

Ddrrzzztttt! 

Suara dering ponselku disertai dengan getaran memecah keheningan.

"Siapa sih?"

Dengan gerakan lemas, tanganku meraba-raba kasur, berusaha meraih ponsel itu dari lantai.

"Pak Jefri?!"

Mataku seketika membelalak melihat namanya terpampang jelas di layar. Aku segera menekan tombol hijau, lalu bergegas menjawab.

"Halo, Pak..."

Mendadak aku berubah total. Berbicara dengan selembut mungkin, seolah tak pernah ada rasa kesal sedikitpun.

"Kalau kamu tidak mau menyelesaikan skripsi bilang saja! Saya tidak mau capek-capek menunggu kamu di kampus!" Suara Pak Jefri terdengar seperti sedang menahan amarah.

"A-apa? Bapak nunggu saya?!" Mataku melotot karena kaget. Tubuhku membeku, seolah paru-paruku berhenti bernapas.

"Kamu tidak baca pesan? Saya sudah mengirim pesan beberapa kali, Erika!"

Seketika, jantungku seperti mau melompat dari tempatnya. Jemariku bergerak cepat, buru-buru mengecek layar ponsel.

Dan... Benar saja. Pak Jefri mengirimku pesan sejak pukul dua belas siang, memintaku datang untuk bimbingan skripsi pukul tiga sore.

Dan sekarang?

Aku melirik jam weker di rak belajar. Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah empat. Tanpa pikir panjang, aku segera bangkit, menempelkan kembali ponsel itu di telinga sambil melangkah kebingungan.

"Iya, Pak. Saya akan segera datang!" jawabku dengan suara serak, lalu mematikan ponsel.

Aku panik, berlari ke sana kemari mencari celana panjang dan kemeja.

"Ke mana, sih? Padahal tadi kan di sini."

Seolah menghilang ditelan bumi. Khas sekali, barang  yang paling dibutuhkan selalu lenyap saat genting. Padahal aku yakin betul celana itu tadi pagi tergeletak di kasur.

Kontrakan apartemenku ini tidak besar. Hanya ada satu kasur, rak yang jadi satu sama meja belajar, satu sofa panjang dan lemari berkabinet. Harusnya celana itu tidak lari kemana-mana.

Aku berlari ke segala tempat, membuka semua kabinet lemari. Kosong. Tak ada celana yang tersisa. Aku terduduk lemas di lantai. Berteriak sambil menjambak rambutku sendiri.

"Aarrrgghh.... Kenapa bajuku kotor semua?!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 70 HANYA TEMAN TIDUR (21+)

    Sambil meremas payudaraku, bibir pak Jefri masih terus mengecup area tengkuk hingga ke bahuku.Aku yang semula tidak suka dengan sikap kasarnya ini, lama-lama ikut menikmatinya. Apa lagi saat jenggot halusnya menggelitik kulit bagian belakangku. Aku jadi terangsang dan basah."Bapak anggap saya apa?" tanyaku, dengan napas yang mulai tidak stabil.Tangan pak Jefri mulai menurunkan celana dalamku, namun ia masih meninggalkan rok pendek plisket yang kupakai.Ia semakin mendorongku ke jendela kaca, lalu mengangkat sebelah kakiku—berselendang di lengannya yang berotot."Kamu hanya teman tidur, tapi saya tidak suka melihatmu dengan pria lain," bisiknya dengan suara berat.Kemudian, ia mulai memasukkan batang keperkasaannya lewat belakang—membuat tubuhku seketika tersentak."Ah!"Penis besarnya mulai memasuki rongga vaginaku yang becek karena rangsangannya."Aahh.... Hah!" desahku bercampur napas memburu. "Bapak nggak bisa seenaknya."Aku berusaha menahan sodokannya dengan satu kaki yang be

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 69 DOMINASI PAK JEFRI

    "Apa-apaan sih, Pak?!" teriakku sambil mendorongnya. "Saya ke sini untuk bimbingan, bukan untuk melayani nafsu Bapak!"Aku segera balik badan dan membuka pintu untuk keluar. Namun pak Jefri kembali datang dan langsung menimang tubuhku."Lepasin! Bapak mau apa, sih?!" bentakku sambil memukul dadanya yang bidang.Aku masih kesal karena dia mengabaikanku di mall tadi. Sikapnya benar-benar acuh seolah membuangku begitu saja.Tapi apa yang dia lakukan sekarang?Pak Jefri menatapku dengan matanya yang merah padam. Raut wajahnya terlihat marah besar. "Kamu sengaja ingin membuat saya cemburu?"Aku tersenyum miring, lalu menjawabnya dengan nada sinis. "Buat apa? Kita nggak ada hubungan apapun."Sebelumnya aku memang sengaja ingin memancing reaksinya, saat mengakui Roy sebagai pacarku. Tapi ternyata dia tidak peduli.Aku tidak menyangka sekarang dia benar-benar terpancing, saat melihatku bergandengan dengan Roy di mall tadi."Kamu pernah bilang tidak pacaran sama DJ itu. Lantas... kenapa sekara

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 68 KEPERGOK

    Pak Jefri. Ia berdiri dengan badan tegap dan raut wajah dingin—sedang menatapku sinis."Pak Jefri?" gumamku sambil terus berjalan.Roy semakin berjalan cepat, menggandeng tanganku sambil melewati pak Jefri begitu saja. Ia berjalan menunduk, itu sebabnya tidak melihat dosenku yang sedang berdiri di dekat pintu.Mata pak Jefri terus mengikuti langkahku bersama Roy. Tatapan kami bahkan sempat saling bertabrakan. Ia masih mematung saat aku melewatinya. Tapi aku tahu, dari raut wajahnya ia terlihat tidak suka.Kenapa? Mungkinkah dia cemburu, atau... aku saja yang terlalu geer?Saat kami sampai di parkiran valley, aku sempat melirik ke dalam mall. Pak Jefri terlihat masuk kembali ke dalam sambil menempelkan ponsel di telinganya."Erika... Maaf, ya. Kamu pasti kaget," ucap Roy sambil membuka pintu mobil."Nggak apa-apa, kok. Itu adalah resiko jalan sama kamu," sahutku sambil tersenyum lebar.Meski dalam hatiku terlintas perasaan khawatir. Bukan karena serangan dari para wartawan itu. Melaink

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 67 PLAYBOY BERHATI TULUS

    "Roy... Kenapa bisa begitu?" tanyaku dengan kening berkerut.Selama ini aku hanya percaya dengan omongan Dita yang mengatakan bahwa, Roy adalah pria playboy dan gila seks.Bahkan aku masih meyakini itu saat menangkap basah Roy, yang tengah menggenjot seorang wanita di club tempo hari.Lalu benarkah apa yang baru saja aku dengar? Dia berimajinasi setiap wanita yang tidur bersamanya adalah aku."Lantas, apa kamu pikir aku bisa dengan mudahnya meniduri pelacur itu?!" jawabnya dengan tekanan tinggi.Tubuhku menegang mendengar jawabannya. Mataku membulat, nafasku terasa terhenti karena syok."Pelacur? Jadi... Mereka itu bukan pacar-pacar kamu?"Roy menghela napas panjang, lalu menunduk seperti menahan sedih. "Aku nggak pernah meniduri wanita yang sama, lebih dari satu kali. Karena aku nggak mau punya hubungan spesial, kecuali teman tidur," bisiknya.Ia mengangkat wajah, lalu menatapku dalam dengan mata yang sendu. "Dan aku melakukan itu... Hanya di saat aku sangat merindukanmu, Erika."Prin

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 66 CERITA DI MASA LALU

    "Erika!" Suara Roy tiba-tiba terdengar di belakangku. Aku langsung menoleh. "Roy. Kok kamu ke sini?""Kamu lama banget," jawabnya sambil berjalan cepat menghampiriku. "Aku sudah telpon kamu berkali-kali tapi nggak diangkat."Ia berhenti di hadapanku, lalu membuang napas panjang, "Aku khawatir. Makanya nyariin kamu."Aku mengeluarkan ponsel dalam tas, lalu mengeceknya. Benar, ternyata Roy sudah menelponku berkali-kali. Tapi aku tidak sadar karena sibuk menghadapi si dosen killer itu."Sorry ya, aku tadi sedang diskusi sama pak Jefri. Jadi nggak denger kalau ada telepon."Roy tersenyum lebar, lalu menggandeng kembali tanganku. "Ya udah. Ayo kita kembali ke restoran.""Roy. Emang harus begini?" tanyaku sambil menatap genggaman tangannya.Roy menyeretku hingga menempel di bahunya. "Cuma gandeng tangan kamu aja."Tatapan matanya hangat dan sangat menyentuh. "Aku tahu kamu belum bisa membalas perasaanku. Tapi setidaknya... tolong buka sedikit hatimu untukku."Aku jadi terenyuh dengan kata-

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 65 LAKI-LAKI BANGSAT!

    Seketika aku langsung menutup bibirku dengan tangan. Jangan sampai pak Jefri melakukan apa yang aku pikirkan barusan. Apalagi sampai menelanjangiku di tempat ini."Apa Bapak pikir saya semurah itu?!" bentakku, mencoba jual mahal.Ia kembali menyeringai sambil membuang muka, lalu kembali menatapku tajam. "Kamu lupa siapa yang mulai mencium duluan?"Aku menelan ludah karena mengingat masa itu. Memang iya aku yang menciumnya duluan. Apa sekarang dia menganggapku wanita murahan? Dia bahkan sudah berhasil meniduriku beberapa kali tanpa paksaan.Semua ini gara-gara Dita. Dia yang menyuruhku untuk merayu pak Jefri. Dan sekarang aku justru terjebak dalam pesonanya yang menenggelamkan."Lantas! Bapak mau apa?!" tanyaku dengan nada tinggi.Perlahan... ia semakin mendekatkan wajahnya hingga hampir menciumku. "Kamu mengejar saya karena rindu, kan?" bisiknya, lalu mengawasi sekeliling. "Tempat ini lumayan juga. Bagaimana kalau kita...""B-bapak jangan gila! Pacar saya masih menunggu di restoran!"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status