Share

BAB 2 HARI YANG KACAU

last update Huling Na-update: 2025-09-02 09:37:12

Aku melirik sudut kamar mandi. Di sana teronggok tumpukan pakaian kotor. Mungkin aku terlalu stress, sampai lupa mencuci baju. Apartemenku kini benar-benar kacau, bagai kapal pecah.

"Ughhh... Apa yang harus kupakai?"

Aku terkulai di lantai dengan putus asa. Satu-satunya celana yang kupunya hanyalah hotpants yang sedang aku kenakan.

"Haruskah aku batalkan bimbingan? Tapi... Bagaimana kalau aku gak lulus lagi?"

Aku mengacak-acak rambut, merasa sangat frustasi. "Aargghh... Aku tidak mau. Aku bisa dibunuh Papa kalau gak lulus tahun ini..."

Tiba-tiba sebuah ide muncul. Aku bangkit,  kembali  mengacak-acak isi lemari yang tersisa.

Mataku berbinar saat menemukan jaket pendek sepusar berbahan kulit sintesis. Aku segera memakainya dengan cepat, lalu menyampirkan kemejaku ke pinggang. Ya... Setidaknya itu bisa menutupi sedikit pahaku.

Bagaimanapun juga, aku tidak mau menjadi sasaran pemuas nafsu si dosen killer itu.

Aku hanya merapikan rambutku yang ikal sepinggang ini dengan tangan, lalu menggulungnya ke atas.

Laptop kututup cepat dan kumasukkan ke dalam tas. Kertas skripsi yang baru dicetak kuklip ke dalam map.

Beruntung, kontrakan apartemenku tak jauh dari kampus. Hanya perlu sepuluh menit perjalanan dengan motor.

Aku berlari sekuat tenaga untuk sampai ke ruangan Pak Jefri. Namun, saat kakiku hampir tiba, ia sudah keluar dari ruangannya.

"Pak... Pak. Maaf saya telat," ucapku dengan napas tersengal-sengal.

Pak Jefri hanya terdiam sambil melirik penampilanku yang berantakan dari atas sampai bawah. Aku merapatkan paha, lalu menarik sedikit kemejaku lebih rendah.

"Kamu telat. Kalau mau, bimbingan di rumahku malam ini," ucapnya datar, lalu melewatiku berlalu pergi.

Aku berusaha mengejarnya, mendahului langkahnya agar bisa menghadang.

"Pak... Tolong dong, Pak. Sebentar aja, Pak. Nanti malam saya..."

Kata-kataku terhenti. Aku berusaha mencari alasan agar tidak bimbingan di rumah Pak Jefri.

Gila saja. Mana ada bimbingan malam-malam di rumah dosen? Bagaimana kalau dia melecehkanku?

Sudah ramai gosip di luar sana tentang Pak Jefri yang katanya suka memanfaatkan mahasiswi sebagai pemuas nafsunya.

"Nanti malam kamu kenapa?" tanya Pak Jefri. Nada suaranya dingin dan menusuk.

"Saya..." Aku menggigit bibir sambil meremas jemariku. "Saya ada kencan, Pak," jawabku pelan diiringi tawa garing.

Pak Jefri menyeimbangkan posisi tas di bahunya. "Jadi maksudmu... Kencan lebih penting dari pada skripsi?"

"T-tidak, Pak. Bukan begitu maksud saya."

Ia maju selangkah. Jarak kami kini tersisa beberapa inci saja. Ia menatapku bak harimau yang siap memangsa.

"Silakan saja jika ingin kencan. Tapi jangan harap kamu lulus tahun ini."

Ancamannya terasa dingin. Ia lalu berlalu begitu saja dengan langkah santai.

Sementara aku semakin gusar. Tubuhku otomatis berbalik, lalu mengejar langkah lebarnya.

"Nanti malam jam berapa, Pak?" tanyaku akhirnya, mengikuti langkah Pak Jefri yang terus melangkah.

"Jam delapan," jawabnya singkat. Lalu pergi begitu saja dengan wajah dinginnya.

Aku sontak melepas jurus bayangan, memukul dan menendang wajahnya hingga babak belur—meski itu cuma angin yang ku imajinasikan  sebagai dirinya.

Habisnya aku kesal sekali. Setelah bersusah payah berlari, ia malah pergi begitu saja.

"Dasar dosen killer!" gerutuku.

Wajahku mungkin sudah mirip sumo yang siap menabrak lawannya. Bahkan cepolan rambutku pun sama.

Entahlah. Yang jelas, hari ini aku sangat bete. Tahu begitu aku lanjut menulis novel saja.

Ddrrzzztttt!

Suara getaran ponselku di saku celana kembali menggelitik. Dengan wajah yang masih seseram sumo, aku mengangkat telepon itu tanpa melihat namanya.

"Halo!" Jawabku kasar.

"Ih... Apaan Lo? Baru angkat telepon langsung ngegas aja!"

Keningku berkerut. Aku melirik layar ponsel, itu Dita. Sahabatku satu-satunya yang masih bertahan. Yang lain?

Nggak usah berharap aku punya teman banyak. Temanku hanya dua, Dita dan Dita.

"Dit. Elo? Hehehe... Sorry, gue pikir Lo siapa."

"Kenapa sih, Lo? Lagi PMS?"

"Nggak! Gue bete. Udah susah payah lari ke kampus, tapi malah ditinggal pergi sama si dosen pujaan Lo itu."

"Hahaha... Maksud Lo Pak Jefri?"

Suara Dita terdengar sangat bahagia. Sepertinya dia akan menggelar hajatan setelah mendengar penderitaanku.

"Seneng banget Lo, Dit."

"Gue bahagia banget liat Lo di siksa sama dia. Lagian... Lo benci banget sama tuh dosen tampan. Kualat kan, Lo?"

"Udah ah. Gue kesal banget sekarang. Hibur gue pokoknya..."

"Ke sini aja. Gue lagi nongkrong di cafe, mall Sadewa. Dekat kan sama kampus."

"Ya udah, gue ke situ. Eh... Lo sendiri, kan?"

"Ya ampun Erika... Takut banget sih, Lo sama orang."

"He... Gue males aja ngomong sama orang asing. Ya udah share lokasi Lo, ya."

"Oke..."

Setelah mengakhiri panggilan, Dita mengirimiku nama cafe tempatnya nongkrong. Aku tersenyum sumringah, lalu memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku celana.

Namun, baru beberapa langkah menuruni tangga kampus, ponselku kembali berdering. Dan bodohnya aku, langsung mengangkat panggilan itu sambil melanjutkan perjalanan tanpa melihat siapa yang menelpon.

"Halo, Dit. Gue udah terima lokasi Lo. Ini gue lagi jalan."

"Kamu mau kemana? Nongkrong lagi?!"

Suara itu bernada tinggi dan berat. Suara yang paling aku hindari seumur hidup. Suara yang terasa seperti ancaman.

Aku buru-buru melihat layar ponsel. Mataku melotot lebih lebar dari pada sebelumnya. Syok, gemetar, gelisah... Semuanya bercampur jadi satu.

"Eh Papa... Apa kabar, Pa?" jawabku. Seketika memakai jurus mabuk. Lemah lembut nan gemulai.

"Tidak usah sok sopan! Bagaimana skripsimu?!"

Tuh kan, apa aku bilang. Dia telepon hanya untuk menagih. Tidak ada rindu-rindunya sama putri satu-satunya yang paling cantik ini.

"Aman kok, Pa."

"Aman gimana? Sudah ACC? Sudah siap ujian?"

"Ha... Hahaha." Aku tertawa garing. Tidak tahu lagi harus menjawab apa. "Masih harus revisi lagi, Pa."

"Revisi lagi?!"

Aku menjauhkan telepon itu dari telinga. Kalau nggak, gendang telingaku bisa meledak karena teriakannya.

"Iya—skripsinya kan harus sempurna, Pa."

"Kamu sudah revisi berapa kali, Erika? Ini yang ke lima! Kamu pasti nggak fokus ngerjain skripsinya, kan?! Sibuk apa? Sibuk sama dunia khayalanmu itu?!"

Aku memijat kening yang terasa berdenyut, bahkan genggamanku pada tas semakin melemah. Bete kuadrat nih.

"Erika sudah ngerjain dengan serius kok, Pa. Kali ini dosennya aja yang killer. Skripsiku udah bagus, kok. Beneran..."

"Sekarang kamu nyalahin dosen? Terus tahun-tahun sebelumnya gimana? Salah dosen juga?"

Tubuhku semakin lemas, air mata di pelupuk mendesak untuk keluar. Aku merasa tak ada seorang pun keluarga yang mau support passionku.

"Nggak, Pa. Itu salah Erika," jawabku dengan suara serak. Tak terasa, air mataku jatuh. Padahal sudah susah payah kutahan. Aku menundukkan kepala, berusaha menutupinya dari junior yang berlalu lalang di lorong kampus.

"Papa tidak mau tahu, ya. Kamu harus lulus tahun ini. Kalau tidak, Papa akan nikahkan kamu!"

"Apa?"

Tut Tut...

"Pa! Halo..."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 70 HANYA TEMAN TIDUR (21+)

    Sambil meremas payudaraku, bibir pak Jefri masih terus mengecup area tengkuk hingga ke bahuku.Aku yang semula tidak suka dengan sikap kasarnya ini, lama-lama ikut menikmatinya. Apa lagi saat jenggot halusnya menggelitik kulit bagian belakangku. Aku jadi terangsang dan basah."Bapak anggap saya apa?" tanyaku, dengan napas yang mulai tidak stabil.Tangan pak Jefri mulai menurunkan celana dalamku, namun ia masih meninggalkan rok pendek plisket yang kupakai.Ia semakin mendorongku ke jendela kaca, lalu mengangkat sebelah kakiku—berselendang di lengannya yang berotot."Kamu hanya teman tidur, tapi saya tidak suka melihatmu dengan pria lain," bisiknya dengan suara berat.Kemudian, ia mulai memasukkan batang keperkasaannya lewat belakang—membuat tubuhku seketika tersentak."Ah!"Penis besarnya mulai memasuki rongga vaginaku yang becek karena rangsangannya."Aahh.... Hah!" desahku bercampur napas memburu. "Bapak nggak bisa seenaknya."Aku berusaha menahan sodokannya dengan satu kaki yang be

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 69 DOMINASI PAK JEFRI

    "Apa-apaan sih, Pak?!" teriakku sambil mendorongnya. "Saya ke sini untuk bimbingan, bukan untuk melayani nafsu Bapak!"Aku segera balik badan dan membuka pintu untuk keluar. Namun pak Jefri kembali datang dan langsung menimang tubuhku."Lepasin! Bapak mau apa, sih?!" bentakku sambil memukul dadanya yang bidang.Aku masih kesal karena dia mengabaikanku di mall tadi. Sikapnya benar-benar acuh seolah membuangku begitu saja.Tapi apa yang dia lakukan sekarang?Pak Jefri menatapku dengan matanya yang merah padam. Raut wajahnya terlihat marah besar. "Kamu sengaja ingin membuat saya cemburu?"Aku tersenyum miring, lalu menjawabnya dengan nada sinis. "Buat apa? Kita nggak ada hubungan apapun."Sebelumnya aku memang sengaja ingin memancing reaksinya, saat mengakui Roy sebagai pacarku. Tapi ternyata dia tidak peduli.Aku tidak menyangka sekarang dia benar-benar terpancing, saat melihatku bergandengan dengan Roy di mall tadi."Kamu pernah bilang tidak pacaran sama DJ itu. Lantas... kenapa sekara

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 68 KEPERGOK

    Pak Jefri. Ia berdiri dengan badan tegap dan raut wajah dingin—sedang menatapku sinis."Pak Jefri?" gumamku sambil terus berjalan.Roy semakin berjalan cepat, menggandeng tanganku sambil melewati pak Jefri begitu saja. Ia berjalan menunduk, itu sebabnya tidak melihat dosenku yang sedang berdiri di dekat pintu.Mata pak Jefri terus mengikuti langkahku bersama Roy. Tatapan kami bahkan sempat saling bertabrakan. Ia masih mematung saat aku melewatinya. Tapi aku tahu, dari raut wajahnya ia terlihat tidak suka.Kenapa? Mungkinkah dia cemburu, atau... aku saja yang terlalu geer?Saat kami sampai di parkiran valley, aku sempat melirik ke dalam mall. Pak Jefri terlihat masuk kembali ke dalam sambil menempelkan ponsel di telinganya."Erika... Maaf, ya. Kamu pasti kaget," ucap Roy sambil membuka pintu mobil."Nggak apa-apa, kok. Itu adalah resiko jalan sama kamu," sahutku sambil tersenyum lebar.Meski dalam hatiku terlintas perasaan khawatir. Bukan karena serangan dari para wartawan itu. Melaink

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 67 PLAYBOY BERHATI TULUS

    "Roy... Kenapa bisa begitu?" tanyaku dengan kening berkerut.Selama ini aku hanya percaya dengan omongan Dita yang mengatakan bahwa, Roy adalah pria playboy dan gila seks.Bahkan aku masih meyakini itu saat menangkap basah Roy, yang tengah menggenjot seorang wanita di club tempo hari.Lalu benarkah apa yang baru saja aku dengar? Dia berimajinasi setiap wanita yang tidur bersamanya adalah aku."Lantas, apa kamu pikir aku bisa dengan mudahnya meniduri pelacur itu?!" jawabnya dengan tekanan tinggi.Tubuhku menegang mendengar jawabannya. Mataku membulat, nafasku terasa terhenti karena syok."Pelacur? Jadi... Mereka itu bukan pacar-pacar kamu?"Roy menghela napas panjang, lalu menunduk seperti menahan sedih. "Aku nggak pernah meniduri wanita yang sama, lebih dari satu kali. Karena aku nggak mau punya hubungan spesial, kecuali teman tidur," bisiknya.Ia mengangkat wajah, lalu menatapku dalam dengan mata yang sendu. "Dan aku melakukan itu... Hanya di saat aku sangat merindukanmu, Erika."Prin

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 66 CERITA DI MASA LALU

    "Erika!" Suara Roy tiba-tiba terdengar di belakangku. Aku langsung menoleh. "Roy. Kok kamu ke sini?""Kamu lama banget," jawabnya sambil berjalan cepat menghampiriku. "Aku sudah telpon kamu berkali-kali tapi nggak diangkat."Ia berhenti di hadapanku, lalu membuang napas panjang, "Aku khawatir. Makanya nyariin kamu."Aku mengeluarkan ponsel dalam tas, lalu mengeceknya. Benar, ternyata Roy sudah menelponku berkali-kali. Tapi aku tidak sadar karena sibuk menghadapi si dosen killer itu."Sorry ya, aku tadi sedang diskusi sama pak Jefri. Jadi nggak denger kalau ada telepon."Roy tersenyum lebar, lalu menggandeng kembali tanganku. "Ya udah. Ayo kita kembali ke restoran.""Roy. Emang harus begini?" tanyaku sambil menatap genggaman tangannya.Roy menyeretku hingga menempel di bahunya. "Cuma gandeng tangan kamu aja."Tatapan matanya hangat dan sangat menyentuh. "Aku tahu kamu belum bisa membalas perasaanku. Tapi setidaknya... tolong buka sedikit hatimu untukku."Aku jadi terenyuh dengan kata-

  • DOSEN KILLER: Skripsi Berbuah Cinta   BAB 65 LAKI-LAKI BANGSAT!

    Seketika aku langsung menutup bibirku dengan tangan. Jangan sampai pak Jefri melakukan apa yang aku pikirkan barusan. Apalagi sampai menelanjangiku di tempat ini."Apa Bapak pikir saya semurah itu?!" bentakku, mencoba jual mahal.Ia kembali menyeringai sambil membuang muka, lalu kembali menatapku tajam. "Kamu lupa siapa yang mulai mencium duluan?"Aku menelan ludah karena mengingat masa itu. Memang iya aku yang menciumnya duluan. Apa sekarang dia menganggapku wanita murahan? Dia bahkan sudah berhasil meniduriku beberapa kali tanpa paksaan.Semua ini gara-gara Dita. Dia yang menyuruhku untuk merayu pak Jefri. Dan sekarang aku justru terjebak dalam pesonanya yang menenggelamkan."Lantas! Bapak mau apa?!" tanyaku dengan nada tinggi.Perlahan... ia semakin mendekatkan wajahnya hingga hampir menciumku. "Kamu mengejar saya karena rindu, kan?" bisiknya, lalu mengawasi sekeliling. "Tempat ini lumayan juga. Bagaimana kalau kita...""B-bapak jangan gila! Pacar saya masih menunggu di restoran!"

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status