Share

Sebuah Solusi

Penulis: Rose Bloom
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-26 16:40:01

"Lalu apa? Tuan?" 

Deo memandangnya sinis seolah Naren telah melakukan kesalahan besar. Tidak penting apapun panggilannya terhadap pria itu, Naren tidak salah sama sekali bahkan panggilan bapak itu adalah panggilan wajah dan biasa digunakan oleh semua orang. 

"Tuan Deo?" 

Braakkk...

Deo tampak kesal, dia bangkit dan tiba-tiba mencengkeram lengan Naren. Semakin lama Deo menyebalkan, Naren menghempas tangan kekar itu dari lengannya. Entah apa mau pria itu, Naren hanya berusaha bekerja dengan baik, tetapi nyatanya dia tidak mendapatkan balasan positif. 

"Kalau begitu panggil saja seperti barusan."

Naren menghela napas berat, "Memang seharusnya seperti itu, Pak." Naren membungkukkan badannya dan hendak pergi dari ruangan ini. "Saya pamit undur diri."

"Naren."

Naren menghentikan langkahnya, sebelah alisnya terangkat karena Deo memanggil namanya. Ternyata Deo masih ingat dengan nama panggilannya ini. Beberapa menit berlalu Deo masih diam, Naren terus menunggunya. Entah apa yang dipikirkan oleh pria di depannya ini, yang Naren takutkan jika Deo semena-mena terhadapnya karena pria itu memiliki kekuasaan dan bisa mengendalikan Naren kapanpun saja. 

"Apa kabarmu?" Satu pertanyaan itu mampu membuat Naren tertegun, pasalnya dia berpikir bahwa Deo telah lupa dengan dirinya. Ternyata Deo masih mengingatnya hingga saat ini.

"Ba-baik," balas Naren, lalu hendak pergi. Namun, dia ditahan lagi.

"Tunggu. Aku belum selesai."

"Saya rasa cukup, Pak Deo. Setelah jam makan siang akan saya follow up lagi tentang jadwal anda selama satu minggu ke depan." Naren menghela napasnya, dadanya terasa sesak jika melihat wajah Deo. "Oh ya, mungkin lebih baik bagi kita jika profesional dan lebih baik lagi jika kita pura-pura tidak saling mengenal sebelumnya."

Setelah mengatakan itu, Naren benar-benar pergi. Hubungannya dengan Deo hanya sebagai atasan dan karyawan, Naren tidak ingin melibatkan masalah hati yang belum sempat usai sebelumnya. Naren akan mengesampingkan itu dan harus fokus dalam pekerjaannya. 

Naren melamun di kursinya setelah kembali dari ruangan Deo. Rasanya baru kemarin dia meraung-raung karena ditinggalkan oleh pria itu tanpa kabar. Dia sudah memaafkan Deo, tetapi sakit hatinya masih tersimpan. Naren pikir dia sudah lupa, tetapi saat bertemu Deo lagi bayang-bayang masa terpuruknya muncul di kepalanya.

"Kamu masih di sini?" Sisilia menghampirinya, tak hanya seorang diri, tetapi ada Niken dan Chika yang akan mengajak Naren untuk makan siang. Naren memejamkan kedua matanya, baru terasa bahwa perutnya sudah sangat lapar. Naren turut menggandeng tangan Sisilia untuk turun ke kantin.

"Ayo, aku sudah lapar banget."

Makan siang kali ini terasa hambar bagi Naren, bukan karena Naren baru saja sembuh. Namun, dia tidak bersemangat untuk menghabiskan makanan yang ada di atas piring stainlessnya itu. Dia memikirkan banyak hal, tidak hanya masalah yang ada di rumah, tetapi juga masalah baru yang ia dapatkan di kantornya ini. 

Ketiga teman Naren pun menyadari ada yang tidak beres dengannya, mereka bertiga saling adu pandang saat melihat Naren hanya mengaduk-aduk nasi. Salah satu meminta jawaban, akan tetapi tidak ada yang tahu apa yang sedang dialami oleh Naren.

"Kamu kenapa, Ren? Lagi banyak masalah ya," tanya  Sisilia memecah keheningan diantara mereka.

"Apa CEO yang baru menyulitkanmu?" Niken ikut bertanya. Naren menghela napas berat, sambil menggelengkan kepalanya. 

"Tidak ada masalah kok dengan pekerjaanku. Hanya masalah di rumah yang belum selesai," balas Naren tertunduk lesu. 

"Pasti mertuamu marah-marah lagi." Naren menatap Sisilia seolah meminta pertolongan. 

Naren sedikit cerita kepada ketiga temannya itu tentang masalah rumah tangganya. Naren sesak, dan dia hanya bisa mempercayai mereka bertiga. Tak jarang juga teman-temannya itu memberi solusi padanya. Dan ketiga teman Naren selalu menjaga rahasia, sampai saat ini Naren tidak pernah dikhianati oleh mereka.

Naren kian murung sesaat makian dari ibu mertuanya teringat kembali. Naren tidak bisa berbuat apa-apa bahkan menyalahkan diri sendiri dan merasa kurang. Sebaik apapun Naren pasti yang diinginkan oleh mertuanya adalah seorang cucu. Andai Naren bisa cepat memiliki anak, mungkin dia tidak akan tertekan seperti sekarang ini. 

"Coba kamu periksa ke dokter agar tahu penyebabnya," ucap Chika yang sejak tadi hanya mendengarkan dan sekarang mulai memberi solusi. 

"Sebenarnya ada niatan untuk periksa, tapi aku takut. Aku takut kalau faktanya aku memang bermasalah." 

"Tapi dengan begitu kamu bisa tahu akibat tidak bisa hamil dan dokter pasti akan memberi solusi untuk kalian." Sisilia mulai gemas, dia memang tidak mengalami masalah seperti Naren. Namun, tidak ada salahnya Naren mencoba solusi ini. 

Naren menganggukkan kepala, dia mengerti dengan apa yang dikatakan oleh teman-temannya. "Nanti aku coba bicarakan sama Mas Ryo."

Mereka berempat pun terdiam. Tiba-tiba kantin yang awalnya riuh ramai mendadak hening. Naren mengedarkan mencari jawaban atas situasi saat ini. Dan benar saja, sosok yang ingin Naren hindari muncul entah dari mana. Semua karyawan pun terdiam seolah CEO baru mereka yang muncul di kantin perusahaan adalah orang yang berbahaya. 

Naren segera menundukkan kepala, dia tidak ingin Deo melihat atau bahkan menghampirinya. Namun rasanya hal itu sangat mustahil. Deo sedang berbincang dengan beberapa petinggi perusahaan dan sambil melihat-lihat seisi kantin. Naren tidak mau tahu dia segera berdiri untuk pergi dari kantin ini. 

"Aku duluan," ucap Naren dan pergi begitu saja. 

"Eh Naren tunggu."

Mereka berempat berjalan beriringan, sebenarnya ketiga teman Naren masih ingin melihat CEO baru yang mereka anggap tampan paripurna. Hanya Naren terburu-buru pergi dan mereka tidak tega meninggalkan Naren sendirian. 

"Oh ya, kata orang tua jaman dulu untuk pancingan agar cepat hamil bisa adopsi anak," kata Niken tiba-tiba.

"Oh iya aku juga pernah dengar. Naren, coba pake solusi ini juga siapa tahu dengan kamu berbuat baik kepada seorang anak bisa membuahkan hasil." Sisilia pun menambahi. 

"Ada-ada saja kamu, ngurus anak orang lain tidak segampang itu." Ternyata Chika tidak setuju dengan kedua temannya, tetapi Naren hanya diam sembari mengganggukkan kepalanya. Dia juga pernah dengar dari beberapa orang tentang mengadopsi anak ini. 

"Apa salahnya dicoba?" 

Mereka berempat menghela napas bersamaan seolah masalah yang Naren hadapi adalah masalah mereka juga. Akhirnya mereka berpisah dan harus mengerjakan tugas masing-masing. Naren harus kembali ke ruangannya yang berada di lantai atas. 

Hanya ada dirinya di ruangan ini, terasa sunyi dan kesepian. Naren tidak suka ada di tempat ini karena dia tidak bisa berbaur dengan teman-temannya. Biasanya Davin juga ada di ruangan ini dan meja berseberangan dengan mejanya, akan tetapi pria itu sama dingin sifatnya seperti Deo. Davin tidak banyak bicara, pria itu selalu menatap sinis seperti selalu memperhatikan gerak-gerik Naren. 

"Dari mana saja kamu?" Suara khas berat itu mengejutkan Naren. Padahal Naren baru saja duduk di kursinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Ryo Menghilang Sejenak

    "Wanita ini siapa?" Naren tak bisa membendung rasa penasarannya tentang wanita yang saat ini sedang bersama suaminya. Banyaknya masalah yang terjadi diantara mereka membuat Naren curiga. Dia selalu mempercayai Ryo, tetapi ada kalanya juga dia merasa cemburu disaat Ryo bersama wanita lain. "Dia teman kerjaku. Aku dapat tugas bareng sama dia dari atasan," jawab Ryo berusaha membuat Naren percaya padanya. Naren mengangguk paham, dia memaklumi karena yakin Ryo tidak akan berbohong. "Oh ya sudah lanjutkan." Naren tersenyum kecil, walau masih ada perasaan aneh di hatinya. Mungkin karena cemburu, dia tidak ingin Ryo malu dan merasa tidak nyaman karena sikapnya. "Oh ya kamu baru mau makan siang? Mau aku pesankan sesuatu?""Tidak perlu, Mas. Temanku sudah pesan sebelumnya." Naren menahan lengan Ryo yang hendak mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celana. "Sebaiknya Mas lanjutkan saja diskusinya, aku akan duduk bareng teman-temanku." Naren menunjuk ketiga temannya yang sudah duduk di meja y

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Dia dengan Wanita Lain

    "Davin, cepat ke ruangan saya!" Davin yang mendapat perintah dari tuannya itu segera menuju ruangan Deo. "Cari tahu masalah yang sedang terjadi dengan Naren dan suaminya." Davin membelalakkan kedua matanya, dia tidak salah dengar dengan apa yang diperintahkan oleh tuannya itu. Mencari tahu tentang Naren dan masalah apa yang tengah terjadi di dalam rumah tangganya, sungguh adalah tugas yang di luar dari prediksinya. Bagi Davin pribadi bukan urusannya penasaran dengan masalah orang lain apalagi tentang masalah rumah tangga. Harusnya juga bukan urusan Deo jika karyawannya sedang dihadapi suatu masalah. Semakin lam Deo semakin aneh dan tidak menjadi dirinya sendiri. Pribadi Deo yang tertutup, pendiam, tegas, dan berwibawa seakan lenyap hanya karena Naren. Davin semakin tidak mengerti jalan pikiran tuannya itu. Selama bertahun-tahun bekerja dengan Deo, baru kali ini Davin merasa kelimpungan dengan tugas yang diberikan oleh Deo. "Untuk apa, Tuan?" Deo menajamkan tatapannya, dia tidak s

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Mau Aku Peluk?

    "Apa kau sudah mencetak ulang kontraknya? Mengapa tidak segera kau serahkan padaku?" Raut wajah Deo membuat Naren gemetar. Deo terlihat sangat marah, Naren diam saja dan menerima kemarahan Deo padanya. "Maaf, Pak. Akan saya serahkan secepatnya." Naren berlalu meninggalkan ruangan Deo. Dia mengambil dokumen yang sudah ia cetak sebelumnya, dan Naren mengecek kembali agar sesuai dengan yang diminta oleh atasannya.Setelah memastikan bahwa dokumen itu sesuai, Naren segera kembali ke ruangan Deo dan menyerahkan dokumen itu. Deo menatap intens wajah Naren seolah pria itu memberi isyarat agar tidak ada kesalahan lagi."Kontraknya sudah sesuai, dan Bapak bisa tanda tangan di sini." Naren menunjukkan bagian yang harus Deo bubuhi tanda tangannya. Deo menganggukkan kepala pertanda bahwa dokumen yang Naren serahkan tanpa kesalahan. "Setelah ini akan saya copy dan mengirimnya ke pihak client. Sekali lagi saya minta maaf, kalau begitu saya permisi." Naren membungkukkan badan. Setelah kepergian Na

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Secangkir Kopi Pahit

    "Hei Naren."Naren terkejut, lalu bangkit dari tempat duduknya sampai-sampai menatap ujung meja. Naren akhirnya sadar dari lamunannya. Dia mengerjapkan kedua matanya, di depannya saat ini berdiri sosok Davin yang menatapnya penuh tanda tanya. Sebelumnya Davin mengetuk meja Naren beberapa kali, tetapi Naren tetap dalam lamunannya. Akhirnya Davin mengguncang bahu Naren karena ada hal mendesak yang harus mereka bahas. "Kau kenapa? Masih tidak enak badan?" tanya Davin ada sedikit khawatir karena wajah Naren pucat tidak seperti biasanya. Davin takut Naren justru pingsan di kantor yang nantinya akan menambah pekerjaan untuk Davin. Naren menggelengkan kepalanya, "Aku baik-baik saja. Maaf aku melamun barusan," kata Naren sembari mengusap kedua matanya yang berair. "Kalau begitu apa kau bisa mencetak kontrak yang baru saja dikirim oleh Lion Company?" Naren menyanggupi, dia mencari file yang beberapa menit lalu ia unduh di komputernya. "Oh ya, nanti bawa kontrak itu ke ruangan Pak Deo." Da

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Pergi dari Mereka

    "Kamu dari rumah ibu ya, Mas?"Naren mengikuti langkah Ryo saat pria itu baru saja datang. Dengan wajah kesal dan marah, Naren menodong suaminya dengan berbagai pertanyaan. Namun, sampai kamar mereka, Ryo tetap diam."Ngapain kamu ke sana? Untuk apa?""Mengapa tidak mengajakku?"Naren akhirnya berhenti mengikuti suaminya, dia memilih keluar dari kamar dan menenangkan diri di sofa ruang tamu karena Ryo tetap tidak mau membuka suara. Naren merasa diabaikan, pasti seperti apa yang ia pikirkan. Ibu Ryo pasti menjelek-jelekkan tentang dirinya, atau memaksa Ryo untuk segera berbuat sesuatu agar dirinya cepat hamil. Setelah pulang kerja, Naren mendapatkan pesan dari adik iparnya yang menanyakan keberadaan Naren karena tidak ikut ke rumah mertuanya bersama Ryo. Seketika Naren terkejut, karena Ryo tidak memberi kabar apapun padanya. Naren pun beberapa kali menghubungi Ryo, tetapi tidak mendapat balasan. Naren semakin gelisah, apapun yang berhubungan dengan keluarga Ryo selalu membuatnya takut

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Aku Telah Menikah

    "Aku kira kamu membenciku."Keduanya saling beradu tatap, hanya saja Deo tetap diam seperti enggan mengeluarkan suara atas pertanyaan Naren barusan. Naren menunggu dengan sabar dan berharap bahwa mantan kekasihnya itu mau menceritakan alasan yang sebenarnya mereka bisa berpisah bahkan menjadi orang yang sangat asing saat ini. Sayangnya Deo tetap bungkam sampai dua waiters pria dan wanita menghampiri meja mereka berdua. Waiters tersebut menaruh makanan yang telah dipesan di hadapan Naren dan juga Deo. Naren memutar bola matanya kesal, disaat yang ia tunggu-tunggu sudah sedikit lagi akan tercapai, tetapi dia harus menundanya lagi entah sampai kapan. Naren turut diam, dia mengambil garpu dan pisau daging. Untuk yang pertama kalinya, Naren masih kesulitan memotong daging steak yang cukup tebal ini. Naren melirik kesekitar dan mempelajari cara memotong daging dengan melihat orang-orang disekitarnya. "Ini."Tiba-tiba Deo menarik paksa piring Naren dan menggantinya dengan milik Deo. Naren

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status