Maya sangat merasa bersalah. Liburan Leo rusak karena peristiwa yang dia alami. Andai saja saat itu dia tidak ceroboh, pastilah tak akan bertemu dengan para penjahat.
Hari ini, Maya harus kembali ke hotel. Sebentar lagi suaminya akan pulang dari pertemuan bisnisnya dan ponselnya yang mati, tentu tak akan membantu menjelaskan apa pun tentang keberadaannya di rumah sakit.
Karena itulah, Maya segera mengganti pakaian dan keluar dari kamar. Dia merasa kondisinya sudah baik. Maya akan meminta keluar hari ini dan mengurus semua keperluan administrasi.
"Maaf, tapi di rumah sakit kami tak mungkin dilakukan perawatan sebelum ada jaminan pembayaran. Jadi, biaya perawatan Anda sudah ditanggung. Anda tak perlu membayar lagi." Petugas administrasi menjelaskan kepada Maya dengan singkat tanpa ada niatan untuk memberikan detailnya.
Hal ini semakin memancing rasa ingin tahu Maya sehingga dia meminta penjelasan lebih. Namun, mereka meminta maaf karena penyandang dana tak bersedia dibuka identitasnya.
Akhirnya, Maya kembali ke hotel dengan perasaan tak terlalu lega. Mungkinkah Leo yang membayar? Bila iya, mengapa dia menurut saja saat diminta mengambil kartu kredit?
Maya sampai di hotel lalu segera berkemas untuk pulang. Dia berencana merahasiakan semua ini dari suaminya agar sang suami tak khawatir. Dia akan berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja.
"Hi, Adam! Liburanku menyenangkan sekali! Bagaimana dengan perundingan bisnismu?" Maya berlatih di depan cermin agar semua tampak alami saat dia bicara di depan Adam nanti. Dia melebarkan senyuman, membuat matanya lebih berbinar-binar, dan mencubit kedua pipinya agar kemerahan.
"Perfect!" ujar Maya puas.
Saat Maya mengikat ekor kuda rambutnya, saat itulah dia teringat akan Leo. Dia lalu pergi ke lobi hotel untuk meminta keterangan nomor kamar Leo. Walaupun hal itu tidak etis karena bukan Leo sendiri yang memberikan, dia akan meminta Leo agar turun ke lobi dan mereka bisa berbincang di bawah.
Sayang, saat Maya membuka pintu, suaminya sudah berada di depan kamar dengan wajah yang kelelahan. "Sayang, kamu sudah bersiap? Kita pulang sekarang, ok?"
Maya tak bisa menolak. Dia pun segera mengikuti Adam untuk segera check-out. Lagi pula, Maya sadar bahwa Adam harus segera pulang karena pekerjaan tak mungkin ditinggalkan lebih lama lagi. Tak bijak rasanya bila dia meminta Adam menunda kepulangan mereka hanya karena urusan yang kurang penting.
***
Leo meremas kalung perak pemberian Maya. Dia melamun membayangkan percakapannya dengan Maya beberapa hari lalu.
'Tak perlu alasan untuk menolong seseorang.'
Kata-kata Maya tersebut selalu terngiang di benak Leo. Wanita itu, tak hanya baik dan lemah, tetapi dia memiliki pemikiran yang berbeda dengannya.
Selama ini, Leo selalu memikirkan alasan untuk menolong orang lain. Bila seorang penjahat yang sedang kesulitan, Leo tak akan pernah membantunya. Namun, Maya tidak demikian. Dia akan menolong siapa pun yang dia temui.
Leo masih teringat Maya yang tak takut dengan penampilan anak-anak jalanan yang terlihat berandalan. Dia mendekati mereka dan berbagi tanpa ragu. Kebanyakan orang akan takut dicopet atau diperlakukan buruk.
Hal itu membuat kesan mendalam di hati Leo. Apalagi penampilan Mayabyang tampak lemah, membuat Leo ingin melindungi Maya sesaat setelah matanya memandang wanita itu.
Namun, ada satu hal yang membuat Leo ragu mengatakan kepada Maya tentang apa yang dia ketahui tentang Adam dan Sabrina–dia adalah orang luar. Itu bukan urusannya.
Lagi pula, Leo takut kalau-kalau cerita Sabrina tentang Maya adalah benar. Bagaimana bila Maya memang seorang gold digger berwajah bidadari yang mengincar harta Adam?
Namun, kejadian akhir-akhir ini membuat Leo sangat ingin membuat Maya tahu apa yang terjadi sebenarnya. Dia ingin semua kebusukan Adam terkuak. Sekalipun Maya ingin menguasai harta Adam, tetapi yang Adam lakukan pada Maya adalah sebuah kecurangan yang jahat. Pernikahan dengan niat menceraikan adalah kejahatan yang keji dan tak bisa diterima. Itu sebuah penipuan yang merusak.
Mungkin hanya Maya yang akan sedih. Hanya Maya yang akan merasa dirugikan walaupun Adam berniat memberi alimoni yang cukup untuk Maya. Namun, kesendirian dan kesedihan Maya akan menimbulkan dendam. Leo tak mau hati Maya yang murni akan terkoyak karena luka yang sangat menyakitkan seperti itu.
Karena itulah, hari ini Leo bertekad untuk mengajak Maya berbicara dan mengungkapkan semuanya. Dengan langkah mantap, pria bertinggi 6 kaki 6 itu bergegas menuju ruangan Maya.
Namun, betapa kagetnya Leo dengan apa yang dia dapati di kamar Maya.
"Nyonya Maya Smith sudah keluar tadi pagi, Tuan! Beliau yang memaksa untuk pulang," jelas petugas rumah sakit kepada Leo yang tampak masih kebingungan karena mendapati ruangan Maya sudah kosong.
Leo menggeleng tak percaya. Namun, dia ingat bahwa hari ini adalah jadwal kepulangan Sabrina. Itu artinya, Adam akan kembali juga ke hotel. Tangan Leo menggenggam dengan erat hingga kuku-kuku panjangnya menekan telapak tangan terlalu kuat dan meninggalkan sedikit luka.
Dia pun segera berlari menuju pangkalan taksi dan kembali ke hotel. Leo tak ingin berpisah dengan cara seperti ini dengan Maya. Bila sampai dia tak berhasil menyusul Maya, mereka pasti tak akan bertemu lagi di masa depan.
Tepat saat dia sampai di hotel, Leo mendapati Sabrina yang baru saja tiba di hotel. Wanita yang matanya berbinar itu sedang menanyakan sesuatu kepada resepsionis hotel mengenai kamar 509. Binar yang terpampang di wajahnya telat sudah saat mendengar resepsionis mengatakan bahwa kedua penghuni kamar tersebut sudah check-out satu jam yang lalu.
"Jadi, dia selamat?" tanya Sabrina mengerutkan kening. Senyuman di wajahnya telah hilang sempurna, berganti dengan kerisauan tak bertepi. Giginya menggertak, hingga Leo yang berada di belakangnya pun menyadari apa yang telah terjadi. Dia pun menyeret Sabrina menepi dan menginterogasi wanita tersebut.
"Apa maksud kamu? Apa kamu tahu apa yang terjadi pada istri Adam?" Leo hampir kelepasan menyebut nama Maya. Dia tak ingin Sabrina mengetahui keakrabannya dengan Maya. Bila ular berbisa di depannya tahu bahwa dia mengenal Maya, bukan tak mungkin dia akan menuduh Maya selingkuh.
"Leo! Kau membuatku terkejut!" seru Sabrina dalam bisikan. "Aku melihat di berita bahwa terjadi sesuatu padanya. Tapi ternyata dia masih hidup!"
Pendengaran Leo memanas. Matanya berkilat tajam. Hatinya terbakar oleh amarah. Ingin rasanya dia langsung mencekik Sabrina dengan tangan kiri, mematahkan lehernya, dan melemparkan siluman ular itu hingga mati. Namun, kewarasannya yang hanya setetes menyadarkan Leo bahwa dia sekarang berada di depan publik. Jangan sampai dia bertindak gegabah.
Jadi, ternyata Adam dan Sabrina tahu Maya tertembak dan meregang nyawa? Jadi, Adam dan Sabrina tahu, tetapi tetap tak peduli?
"Ponsel kamu hancur?" tanya Adam kepada Maya setelah mereka sampai di apartemen yang akan mereka tinggali. Pria berambut hitam yang selalu disisir rapi itu terkejut akan kebetulan yang menimpa mereka."Iya. Maaf! Apa kau kerepotan menghubungiku?" tanya Maya dengan sandiwara sempurna. Wajahnya terlihat baik-baik saja. Seolah tak terjadi apa pun padanya."Eh, kebetulan. Ponselku juga hancur tertindih kursi!" jawab Adam dengan santai."Tertindih kursi? Kamu menindih ponsel dengan kursi?" tanya Maya mulai merasa ada kejanggalan dalam penjelasan Adam.Adam berjengit, menutup mulutnya dengan refleks. Dia kelepasan. Skenario yang sebenarnya ponselnya terjatuh oleh Sabrina. Namun, Adam tahu dari kerusakan yang terjadi bahwa ponselnya tidak terjatuh, melainkan ditindih kaki kursi yang runcing dan kuat.Dengan gugup, Adam meralat penjelasannya. "Iya, jatuh, saat ada orang mengangkat kursi! Kemudian tertindih dan layarnya rusak!" Hati Adam berdebar-deba
Keberadaan Sabrina di kantor setiap hari sangat menggangu konsentrasi Adam. Karena itulah, selama ini, Adam tak pernah sekali pun menginginkan Sabrina menjadi sekretarisnya. Apalagi, Sabrina tak sebagus Maya dalam bekerja. Adam harus bekerja keras bahkan untuk menyusun file dan mengatur semua jadwal meeting yang kadang tumpang tindih. Sesuatu yang tak perlu dia lakukan bila Maya yang menjadi sekretarisnya. Namun, Adam bertekad untuk menjalani semua ini demi keberhasilan dalam cinta dan tahta. Bukankah untuk meraih suatu tujuan memang diperlukan kerja lebih keras? "Astaga! Lagi-lagi ada dua meeting dalam satu waktu," gumam Adam kebingungan. Namun, kesalahan seperti ini tak bisa membuatnya memarahi Sabrina. Dia harus memperlakukan Sabrina dengan kesabaran tingkat tinggi agar wanita itu tak kabur dari pelukannya. "Sayang, kamu bisa beresin jadwal yang dobel ini?" pinta Adam dengan halus agar Sabrina tidak tersinggung. Sabrina yang sudah merasa bekerja de
Sudah satu bulan lamanya sejak Sabrina menggantikan Maya menjadi sekretaris. Selama satu bulan tersebut, Adam bekerja sangat keras. Namun, pekerjaan banyak yang tak terselesaikan dengan baik, tak peduli bagaimanapun juga Adam telah berusaha dengan sangat gigih membanting tulang.Di depan Adam, kini sang ayah memasang wajah seram seolah akan memakan anak semata wayangnya hidup-hidup. Beliau terlihat sama sekali tak puas dengan kinerja sang anak."Apa saja yang kamu lakukan di kantor? Aku tanya ke Maya, kamu bahkan sering lembur. Mengapa aku menerima laporan kinerja yang begitu buruk darimu?" ujar Tuan Paul dengan nada tinggi. Beliau duduk di kursi kerja Adam dengan menyilangkan kaki, membiarkan putranya berdiri mematung dan menunduk karena merasa bersalah dan tak bisa memberikan pembelaan diri yang memadai."Kudengar, kamu sering sekali membatalkan janji dengan klien secara mendadak. Tiga orang investor bahkan membatalkan niat kerja samanya dengan perusahaan kita
Tak terasa, sudah sepuluh hari berlangsung misi Adam untuk mengatur kesibukannya di kantor dan di rumah. Sabrina tak terlihat marah karena Elena, sekretaris senior yang diperbantukan menghandle lebih banyak pekerjaan sekaligus memeriksa kembali pekerjaannya.Sedangkan Maya yang hanya memiliki pikiran positif kepada Adam, justru merasa prihatin dengan kondisi suaminya yang saat ini sedang tertidur pulas di sampingnya. Badan Adam akhir-akhir ini terlihat lebih kurus. Wajahnya tak terlihat segar."Apakah kamu terlalu sibuk dan tidak makan dengan baik?" bisik Maya pelan. Dia lalu mengecup kening suaminya dan memikirkan apa yang sebaiknya dia lakukan untuk membantu kesibukan Adam. "Ah, mungkin aku akan membuatkan bekal saja untuknya. Akhir-akhir ini dia berangkat terlalu pagi sebelum aku bangun dan tidak sarapan sampai di kantor!"Waktu menunjukkan pukul empat pagi. Maya sengaja bangun lebih awal kali ini agar bisa menyapa Adam sekaligus membuatkannya sar
Sabrina tersenyum puas melihat Adam mendatanginya di restoran tanpa terlihat semburat kecewa di wajah. Dia tahu Adam membawa kotak makanan hari ini. Dia memang dengan sengaja meminta Adam untuk makan di luar bersamanya demi menguji Adam mengenai siapa yang dia prioritaskan saat ini.Bila Adam datang, Sabrina akan sangat senang karena dia masih diutamakan. Bila Adam memilih makan bekal yang dibuatkan Maya, tentu Sabrina akan merasa dirinya sudah tergeser oleh Maya. Sekretaris cantik itu sangat khawatir kalau-kalau Adam terpesona dengan kepribadian Maya. Karena itulah, dia tak boleh terang-terangan berlaku buruk di hadapan Adam.Sabrina menyambut Adam dengan senyuman sangat manis yang membuai hati Adam. Pria itu senang Sabrina sudah tak marah. Mereka berdua lalu memesan makanan dan membicarakan hal-hal ringan yang tidak berhubungan dengan pertengkaran mereka tadi pagi.Damai menyelimuti perasaan Adam. Kepuasan membuncah dalam hati Sabrina. Sangat berkebalikan deng
Maya sama sekali tak ingin percaya apa yang dia lihat saat ini adalah kenyataan. Tetapi semuanya begitu nyata. Suami yang selama ini sangat baik padanya, melakukan perbuatan yang tak seharusnya dia lakukan bersama wanita lain.Sesuatu yang hanya haknya, yang seharusnya hanya untuknya, kini Adam lakukan bersama wanita lain. Keduanya tampak begitu larut hingga tak mempedulikan sekitar, tak menyadari kehadiran orang lain yang menyaksikan perbuatan yang begitu menyakitkan bagi Maya."Adam ... I love–you!" seru wanita yang menguasai Adam tatkala punggungnya melengkung ke belakang."I love–you–more, Baby! Kamu satu-satunya ...." Adam membalas dengan suara berat tertahan sebelum bibirnya mengklaim bibir wanita yang sedang bersamanya. "Cuma kamu di hatiku, Sayang!"Tentu saja, kalimat terakhir Adam membuat dunia Maya hancur berkeping-keping. Ternyata, suami yang dia kira selama ini adalah pria yang ditakdirkan untuknya, ternyata mencintai wanita
Sabrina mengantar makanan ke ruangan Adam dengan perasaan yang tak menentu. Di satu sisi, dia senang karena Maya telah mengetahui apa yang selama ini tersembunyi. Di sisi lain, dia khawatir akan posisi Adam di mata ayahnya.Bagaimana bila Maya mengadu kepada mertuanya? Apakah Adam akan dihukum oleh ayahnya? Bila benar demikian, siapa yang akan Adam pilih?"Adam, kalau misalkan semua nggak berjalan seperti yang kamu mau ...." Sabrina berhenti sejenak, berusaha memilih kata-kata yang tidak merusak suasana. "Kalau misalkan kita ketahuan, kamu bakal pilih aku atau warisan ayah kamu?"Adam tertegun mendengar pertanyaan Sabrina yang bernada pesimis. Dia berhenti mengunyah burgernya sejenak dan berkata, "Aku bermain dengan bersih. Segalanya sudah kuperhitungkan dengan baik. Tak mungkin ketahuan!"Adam lalu melanjutkan makannya dengan cepat. Direguknya cola dari gelas langsung agar lebih puas minum. Dia tak ingin membuang waktu dengan pertanyaan Sabrina yang hany
Leo memukul Adam bertubi-tubi tanpa ampun. Kini dia sudah berada di atas Adam, menduduki pahanya, dan mencengkeram kerah Adam. Wajahnya yang beringas tak bisa menampakkan ekspresi lain selain kemarahan. Kemudian, sekali lagi, dia memukul Adam hingga hidung dan bibirnya mengeluarkan darah segar.Sementara itu, Sabrina hanya bisa menjerit-jerit meminta Leo menghentikan perbuatannya. "Leo! Hentikan! Atau aku akan memanggil polisi.""Panggil saja dan aku akan mengumumkan kebejatan kalian kepada dunia!" tantang Leo tak peduli. Dia kemudian melayangkan lagi pukulannya ke muka Adam.Adam yang memang tak mempunyai kemampuan bela diri yang baik seperti Adam, hanya menjadi bulan-bulanan saja. Apalagi kondisi tubuh yang kelelahan, membuat dia tak mampu memberikan perlawanan sedikit pun kepada Leo. Dia hanya mengerang tanpa tahu mengapa dia dipukuli dengan sadis."Leo! Hentikan! Adam bisa mati!" seru Sabrina tak bisa lagi menahan kecemasan. Kondisi Adam terliha